Marak Peredaran Rokok Ilegal di Lampung, Pengamat: Ancam Perekonomian dan Tenaga Kerja
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Peredaran rokok ilegal di Provinsi Lampung terus menjadi perhatian serius mengingat dampak negatif yang ditimbulkan, baik terhadap perekonomian nasional maupun sektor tenaga kerja dan pertanian.
Rokok ilegal yang beredar tanpa membayar cukai resmi tidak hanya merugikan negara dari segi penerimaan pajak, tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat dengan industri rokok legal yang mematuhi regulasi perpajakan.
Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Asrian Hendi Caya, menyoroti bahwa rokok merupakan salah satu komoditas dengan permintaan tinggi di masyarakat, sehingga fluktuasi harga rokok dapat mempengaruhi tingkat inflasi secara signifikan.
"Rokok memiliki pengaruh yang cukup luas karena termasuk komoditas dengan permintaan tinggi di masyarakat. Kenaikan harga rokok, yang biasanya dipengaruhi oleh cukai, berpotensi memicu inflasi karena tingginya kebutuhan masyarakat terhadap produk ini," ujarnya, Kamis (9/1/2025).
Baca juga : Marak Peredaran Rokok Ilegal di Lampung, Modus Penyelundupan dan Harga Murah
Pemerintah berusaha mengendalikan konsumsi rokok melalui kebijakan cukai yang bertujuan untuk menekan peredaran rokok sekaligus meningkatkan penerimaan negara. Namun, keberadaan rokok ilegal yang tidak membayar cukai justru merugikan keuangan negara secara signifikan.
Selain mengurangi potensi penerimaan cukai, rokok ilegal juga merugikan pabrik-pabrik rokok legal yang harus bersaing dengan produk yang dijual dengan harga lebih murah.
"Aspek lain yang tidak kalah penting adalah dampaknya terhadap tenaga kerja. Pabrik rokok umumnya bersifat padat karya, yang berarti menyerap banyak tenaga kerja. Jika produksi pabrik terganggu akibat persaingan dengan rokok ilegal yang jauh lebih murah, pabrik bisa mengurangi tenaga kerja sehingga meningkatkan angka pengangguran," jelas Asrian.
Tak hanya itu, peredaran rokok ilegal juga berdampak pada sektor pertanian, terutama para petani tembakau. Jika produksi pabrik rokok menurun akibat kalah bersaing dengan rokok ilegal, maka permintaan tembakau dari petani juga akan berkurang.
Hal ini akan menyebabkan penurunan harga tembakau di tingkat petani, sehingga merugikan perekonomian masyarakat di sektor hulu.
"Jika produksi pabrik rokok menurun akibat kalah bersaing dengan rokok ilegal, maka permintaan tembakau dari petani juga akan berkurang," jelasnya.
Baca juga : Bea Cukai Temukan Modus Baru Peredaran Rokok Ilegal di Lampung
Dalam upaya memberantas peredaran rokok ilegal, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sumatera Bagian Barat (Sumbagbar) melaporkan telah mengungkap sebanyak 880 kasus rokok ilegal di Provinsi Lampung sepanjang periode Januari hingga Desember 2024.
Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJBC Sumbagbar, Heri Winarko, mengungkapkan bahwa total jumlah rokok ilegal yang berhasil disita mencapai 51.301.128 batang dengan nilai ekonomi sekitar Rp73,68 miliar.
Akibat dari peredaran rokok ilegal tersebut, potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp50,02 miliar.
"Terdapat 880 kasus rokok ilegal yang berhasil diungkap Bea Cukai di Provinsi Lampung pada periode Januari sampai dengan Desember 2024. Total jumlah yang berhasil ditegah mencapai 51.301.128 batang dengan nilai Rp73,68 miliar dan kerugian negara sebesar Rp50,02 miliar," ujar Heri. (*)
Berita Lainnya
-
Kabel Internet Semrawut Kembali Disorot, DPRD Bandar Lampung Usul Tiang Bersama untuk Provider
Kamis, 09 Januari 2025 -
2 Tersangka Kasus Bendungan Marga Tiga Didakwa Korupsi Anggaran Rp 43 Miliar
Kamis, 09 Januari 2025 -
Komisi VII DPR RI Minta Pemprov Lampung Pastikan UMKM Tidak Terdampak Kenaikan Harga LPG
Kamis, 09 Januari 2025 -
Kasus Pengaduan Ketenagakerjaan di Bandar Lampung Menurun, Mediasi Jadi Solusi Utama
Kamis, 09 Januari 2025