• Kamis, 02 Mei 2024

Mengintip Pengerjaan Jalan Nasional Ir. Sutami-Simpang Sribhawono Bagian 3, Polda Lampung Lakukan Penyelidikan

Rabu, 17 Maret 2021 - 07.53 WIB
778

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Lampung, Kombes Pol Mestron Siboro. Foto: Doc/Kupastuntas.co

Bandar Lampung, Kupastuntas.co - Pengerjaan proyek jalan nasional Ir. Sutami-Sribhawono-Simpang Sribhawono tahun 2018-2019 senilai Rp143 miliar menjadi atensi Polda Lampung.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung melalui Subdit 3 Tindak Pidana Korupsi mulai melakukan penyelidikan dalam perkara dugaan korupsi proyek Nasional tersebut.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Lampung, Kombes Pol Mestron Siboro mengatakan, pihaknya tengah menyelidiki proyek jalan tersebut.

"Sedang kita selidiki, data-datanya sedang kita kumpulkan," kata Kombes Siboro, Selasa (16/3).

Kombes Siboro menjelaskan, saat ini tim penyidik Subdit 3 Tipikor Ditreskrimsus masih mendalami terkait proyek jalan yang diduga asal jadi tersebut. "Kita intensif pemeriksaan dengan memanggil saksi-saksi untuk dimintai keterangan," katanya. 

Ditanya apakah sudah memanggil kontraktor pengerjaan jalan serta Balai Pengelolaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah 1 Provinsi Lampung, Kombes Siboro mengatakan masih dilakukan penjadwalan. "Kita jadwalkan dulu. Intinya kita intensifkan pemeriksaannya," tegasnya.

Baca juga: Mengintip Pengerjaan Jalan Nasional Ir. Sutami-Simpang Sribhawono Bagian 1, Anggaran Ratusan Miliar, Kualitas Asal Jadi

Sementara itu, anggota Komisi IV DPRD Lampung, Midi Iswanto mengatakan ruas jalan Ir. Sutami-Sribhawono-Simpang Sribhawono merupakan jalan nasional yang memerlukan perlakuan dan perawatan secara khusus.

Ia menerangkan, jalan tersebut merupakan jalan utama yang menghubungkan beberapa provinsi di pulau Sumatera. Jalan tersebut sangat diandalkan oleh pengguna jalan, terutama yang tidak ingin melintasi Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).

Jalan nasional tersebut kewenangannya berada di Balai Pengelolaan Jalan Nasional (BPJN) serta penganggaran ada di Pemerintahan Pusat. Namun, DPRD Lampung memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan.

"Ketika ditemukan hal yang kurang benar, maka harus diluruskan. Nanti akan kita panggil balainya (BPJN) untuk menanyakan seperti apa pelaksanaannya di lapangan," tegas Midi.

Ia melanjutkan, pengelolaan dan perawatan jalan nasional berbeda dengan jalan milik provinsi maupun kabupaten/kota. Perbedaannya terletak pada sisi ketebalan hingga lebar badan jalan.

"Misal ada lubang hanya ditumpahkan sabes itu tidak bisa, tidak boleh. Harus dilakukan pengerukan dulu, dikupas dulu kemudian diberi minor lapis bawah pondasi (LPB) yang harus kuat dan diberi batu 57 atau 35. Kemudian di bawahnya dipastikan lapisannya kuat, baru diaspal jika memang akan diaspal. Namun jika rigid beton maka adukan yang bagus dan sesuai standar yang dituangkan dalam kontrak,” papar Midi.

Ia melanjutkan, pemakai jalan nasional berbeda, karena lebih didominasi oleh kendaraan besar dan berat dengan tonase tinggi. Sehingga kekuatan jalan harus diperhatikan.

"Tidak boleh bergelombang karena itu sangat berbahaya. Karena itu jalan utama jika ngebut dan ada gelombang itu berbahaya, bisa memicu kecelakaan," ujarnya.

Ia menghimbau pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten/kota dalam melakukan pengerjaan jalan harus dipastikan kehadiran pengawas lapangan maupun instansi terkait yang berjaga di lokasi pengerjaan.

"Yang sering terjadi di lapangan, pengawasan lapangan sangat minim. Saat pelaksanaan, pengawas proyek di lapangan sering tidak ada. Sehingga saat ada yang datang mau bertanya, bingung siapa pengawasnya," terang dia.

Menurut Midi, ketidakhadiran pengawas tersebut bisa menjadi pemicu pengejaran proyek jalan dilakukan secara asal-asalan karena tidak sesuai dengan spek yang ada. Berbeda jika pengawas ada di lapangan, maka hasil pengerjaannya akan lebih maksimal.

Dimintai tanggapannya, Pengamat Hukun dari Universitas Lampung (Unila), Budiono meminta aparat penegak hukum dalam hal ini Polda Lampung mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi pada proyek jalan Ir. Sutami-Simpang Sribhawono tahun 2018-2019.

"Aparat penegak hukum harus melakukan penyelidikan sampai tuntas, kenapa ruas jalan yang baru dibangun bisa rusak berat seperti itu," kata Budiono, kemarin.

Menurut Budiono, rusaknya jalan tersebut membuktikan antara perencanaaan dan pelaksanaannya ada perbedaan yang sangat jauh.  Apalagi, pembangunan jalan nasional tersebut menggunakan dana yang tidak sedikit dan harus ada pertanggungjawabannya.

Budiono berharap Polda Lampung mengungkap tuntas indikasi tindak pidana korupsi proyek tersebut. "Harus terang benderang. Ungkap siapa pelakunya dan kerugian negara yang ditimbulkan dari anggaran yang mencapai ratusan miliar rupiah itu," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, pemilik atau owner PT Usaha Remaja Mandiri (URM) selaku kontraktor proyek jalan nasional Ir Sutami-Sribhawono-Simpang Sribhawono sepanjang 80 km tahun 2018-2019 melalui APBN senilai Rp143 miliar lebih adalah Hengki Widodo atau yang akrab disapa Engsit.

Engsit ini adalah adik kandung dari Sugiarto Wiharjo alias Alay Tripanca, yang tengah mendekam di penjara terkait kasus tindak pidana korupsi APBD Kabupaten Lampung Timur.

Melalui bendera PT URM, Engsit juga mengelola bisnis penjualan aspal dan beton dengan merek Prima Mix yang beralamat di Jalan Soekarno Hatta KM 3-4, Bandar Lampung.  

Sayangnya, aspal dan beton merek Prima Mix yang dijual kualitasnya rendah. Diduga, aspal ini pula yang digunakan PT URM untuk mengerjakan proyek jalan nasional Ir. Sutami-Sribhawono-Simpang Sribhawono sehingga cepat rusak.

Baca juga: Mengintip Pengerjaan Jalan Nasional Bagian 2, Kontraktor Jalan Ir. Sutami Adik Alay Tripanca dan Miliki Rekam Jejak Buruk

“Ia selalu menjual produk (aspal dan beton) dengan murah, namun kualitasnya jelek. Sehingga pengerjaan jalan yang dikerjakan PT URM mudah rusak,” kata seorang kontraktor di Provinsi Lampung yang enggan ditulis namanya, Senin (15/3).

Menurut pengurus asosiasi kontraktor ini, aspal kualitas rendah ini yang diduga dipakai PT URM untuk mengerjakan proyek jalan nasional di ruas jalan Ir Sutami-Simpang Sribhawono sehingga kondisi jalan cepat bergelombang dan berlubang.

“Karena memang kualitas aspalnya jelek, kemungkinan ya itu kondisi jalan jadi bermasalah,” ungkapnya. Ia melanjutkan, Engsit banyak dilaporkan terkait pengerjaan proyek jalan yang bermasalah dan pengaduan kualitas aspal yang rendah. Sehingga Engsit didepak dari Asosiasi Aspal dan Beton Provinsi Lampung pada tahun 2017 lalu.

"Dia (Engsit) banyak bermasalah dibidang proyek jalan, makanya dikeluarkan pada tahun 2017," lanjut kontraktor ini. Ia mengakui Engsit adalah pengusaha kelas kakap, sehingga beberapa kali ikut mengerjakan proyek jalan nasional di Provinsi Lampung.

Berdasarkan penelusuran Kupas Tuntas di website https://primareadymix.com, diketahui PT URM ialah perusahaan supplier beton dan aspal merek Prima Mix yang menjual produk ke seluruh kawasan Jabodetabek dan sebagian Jawa Barat.

Harga penjualannya memang terbilang murah, seperti mutu beton cor B-O  harga ready per mix nya yakni Rp750 ribu, untuk cor K-175 harganya hanya Rp780 ribu untuk ready per mix, dan K-300 hanya Rp880 ribu.

“Kalau dibandingkan dengan harga lainnya jelas murah. Kalau perusahaan lain bisa jual Rp1 juta ke atas, tetapi hasilnya bagus dan sesuai ketentuan,” lanjut kontraktor tersebut.

Dari bisnisnya itu, Engsit memiliki rumah mewah dan megah di seputaran Jalan Wolter Monginsidi Bandar Lampung, tepatnya di depan Hotel Emersia. Sementara Hengki Widodo alias Engsit saat dihubungi melalui ponselnya meski dalam keadaan aktif tidak dijawab. Begitu juga saat dihubungi di rumahnya, tidak ada satu orang pun yang bisa ditemui karena pintu pagar rumah tertutup rapat. (*)

Berita ini sudah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Rabu (17/3/2021). 



Editor :