• Senin, 15 September 2025

Pengamat Hukum: Kasus Agus Nompitu di KONI Lampung Bukti Lemahnya Profesionalitas Penyidik

Senin, 15 September 2025 - 15.06 WIB
30

Pengamat Hukum Universitas Lampung, Yusdianto. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kemenangan Agus Nompitu (AN) dalam sidang praperadilan kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung di Pengadilan Negeri Tanjungkarang tak hanya sekadar membatalkan status tersangka. Lebih dari itu, keputusan hakim dinilai menjadi cermin rapuhnya kualitas penyidikan aparat penegak hukum.

Pengamat Hukum Universitas Lampung, Yusdianto, menyebut ada sejumlah faktor hukum yang membuat AN menang setelah dua kali mengajukan praperadilan.

Pertama, penetapan tersangka dianggap tidak sah karena tidak ada bukti permulaan yang cukup sebagaimana disyaratkan KUHAP. Kedua, status tersangka AN dibiarkan menggantung terlalu lama, sehingga jelas melanggar asas kepastian hukum dan prinsip perlindungan HAM.

“Ini semata-mata akibat ketidakprofesionalan penyidik. Pembiaran status hukum yang menggantung membuka ruang bagi AN untuk menggugat lewat mekanisme praperadilan,” tegas Yusdianto, Senin (15/9/2025).

Baca juga : Status Tersangka Agus Nompitu Gugur, LCW: Cermin Buruk Pemberantasan Korupsi di Lampung

Lebih jauh, Yusdianto menilai kekalahan penyidik dalam praperadilan menjadi warning keras agar aparat lebih berhati-hati. Menurutnya, kualitas penyidikan lemah, bahkan terkesan sarat intervensi politik maupun ekonomi.

“Sebelum menetapkan tersangka, penyidik wajib melakukan verifikasi dan validasi secara ketat. Kalau tidak, citra aparat hukum makin jatuh di mata publik,” imbuhnya.

Selain mengkritisi lemahnya penyidikan, Yusdianto juga menyinggung pentingnya mekanisme pengawasan. Mulai dari kontrol internal jaksa melalui supervisi berkas perkara, supervisi Kejaksaan Agung, hingga peran Komisi Yudisial.

Sementara itu, praperadilan sendiri tetap menjadi instrumen yudisial untuk menguji apakah aparat benar-benar taat prosedur.

"Dampak citra di mata masyarakat pun tidak bisa dihindari. Kekalahan penyidik di praperadilan memperkuat persepsi publik bahwa aparat penegak hukum tidak independen, lemah dalam menegakkan kepastian hukum, dan mudah diintervensi kepentingan politik maupun ekonomi," ucap dia.

Baca juga : Penetapan Tersangka Agus Nompitu Dibatalkan, Alat Bukti Lemah Hingga Lambatnya Penanganan Jadi Pertimbangan Hakim

Menariknya, di tengah kontroversi ini, Yusdianto menyinggung urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset. Menurutnya, meskipun seseorang bebas dari status tersangka, aset hasil tindak pidana tetap dapat dirampas negara.

"Kalau RUU ini disahkan, fokus penegakan hukum akan bergeser ke pemulihan aset negara (asset recovery), bukan sekadar keabsahan prosedur terhadap status orang,” jelasnya.

Namun, ia juga memberi catatan keras: bila aparat hukum tidak cermat, penerapan RUU Perampasan Aset justru bisa menimbulkan kerugian besar bagi pihak yang ternyata tidak bersalah.

"Salah langkah akan berujung pada pelanggaran HAM dan mencederai prinsip keadilan,” pungkasnya. (*)