LBH Bandar Lampung: Putusan Praperadilan Agus Nompitu Tamparan Keras bagi Kejati

Kepala Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI-LBH) Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kasus penetapan tersangka terhadap Agus Nompitu oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dalam perkara dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lampung, yang akhirnya dibatalkan melalui putusan praperadilan, harus menjadi bahan evaluasi serius bagi aparat penegak hukum (APH).
Kepala Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI-LBH) Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas menilai, putusan tersebut bukan sekadar kemenangan Agus Nompitu, tetapi menjadi pengingat pentingnya menjunjung tinggi hukum acara dalam setiap proses penyelidikan dan penyidikan.
"Setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Praperadilan adalah mekanisme hukum yang perlu diapresiasi karena berfungsi menguji apakah penetapan tersangka dan upaya paksa dilakukan sesuai prosedur,” kata Prabowo, saat dimintai tanggapan, Senin (15/9/2025).
Ia mengingatkan bahwa kewenangan yang diberikan kepada penegak hukum melalui KUHAP maupun undang-undang lainnya harus memiliki batasan yang jelas.
"Kasus ini menjadi pelajaran agar peristiwa serupa tidak terulang, bukan hanya dalam perkara korupsi, tetapi juga kasus lain,” tegasnya.
Baca juga : Status Tersangka Agus Nompitu Gugur, LCW: Cermin Buruk Pemberantasan Korupsi di Lampung
Menurut Prabowo, tidak jarang terjadi penetapan tersangka dan penahanan yang terkesan dipaksakan, bahkan berujung pada kriminalisasi terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah, ruang hidup, atau advokat yang membela kliennya.
"RUU KUHAP, revisi UU Polri, dan revisi UU Kejaksaan yang sedang bergulir harus menjadi momentum memperkuat mekanisme pengawasan internal,” jelasnya.
Selama ini, kata Prabowo, pengawasan internal, baik Propam maupun Jamwas, dinilai tidak efektif. Banyak laporan pelanggaran hukum hanya berakhir pada sanksi etik, padahal ada dugaan tindak pidana.
Baca juga : Pengamat Hukum: Kasus Agus Nompitu di KONI Lampung Bukti Lemahnya Profesionalitas Penyidik
Prabowo menambahkan, ketika sebuah institusi diberikan kewenangan besar, potensi penyalahgunaan juga semakin tinggi.
"Karena itu, pengawasan yang kuat dan efektif harus menjadi penyeimbang agar hak-hak warga negara tetap terlindungi,” terangnya.
Untuk diketahui, dalam putusan persidangan praperadilan yang dipimpin oleh hakim tunggal PN Tanjungkarang, Dedy Wijaya Susanto, dinyatakan bahwa alat bukti yang diajukan oleh termohon (kejaksaan) dalam kasus Agus Nompitu tidak memenuhi unsur kualitas dan relevansi untuk mendukung penetapan tersangka.
Alat bukti tersebut dinilai tidak cukup membuat terang perkara, dan justru menimbulkan keraguan yang beralasan terhadap keterlibatan pemohon (Agus Nompitu) dalam tindak pidana.
Hakim juga menyoroti lambatnya proses penanganan perkara. Pemohon ditetapkan sebagai tersangka sejak 27 Desember 2023, namun hingga 2025, perkara belum juga dilimpahkan ke pengadilan.
Padahal, Pasal 50 KUHAP mengatur bahwa setiap perkara pidana harus segera diproses ke tahap penuntutan.
Hal ini bertentangan dengan asas litis finiri oportet, yang menyatakan bahwa setiap perkara harus ada akhirnya, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013.
Penundaan penanganan perkara tanpa kejelasan waktu, menurut hakim, juga telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia, terutama yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang menjamin hak setiap orang atas perlindungan hukum yang adil serta kepastian hukum. (*)
Berita Lainnya
-
Pemkot Bandar Lampung Bangun Tiga SPPG, Jadi Percontohan Program Makan Bergizi Gratis
Senin, 15 September 2025 -
Ketua Perpadi Lampung: Gabah ke Luar Daerah Berpotensi Naikkan Harga Beras
Senin, 15 September 2025 -
Pengamat Hukum: Kasus Agus Nompitu di KONI Lampung Bukti Lemahnya Profesionalitas Penyidik
Senin, 15 September 2025 -
Status Tersangka Agus Nompitu Gugur, LCW: Cermin Buruk Pemberantasan Korupsi di Lampung
Senin, 15 September 2025