• Kamis, 04 September 2025

Pengamat Tegaskan Pemkot Metro Harus Berani Evaluasi Pejabat Flexing

Rabu, 03 September 2025 - 11.41 WIB
162

Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Dharma Wacana Metro, Pindo Riski Saputra. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Metro - Larangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, terhadap kepala daerah dan pejabat publik untuk tidak melakukan flexing atau pamer kekayaan mulai menjadi sorotan di tingkat lokal.

Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Dharma Wacana Metro, Pindo Riski Saputra, menegaskan bahwa Pemkot Metro tidak cukup hanya meneruskan instruksi, melainkan juga harus berani mengevaluasi pejabat yang terbukti melakukan gaya hidup hedonis.

Menurut Pindo, larangan flexing bukan sekadar persoalan etika, tetapi juga menyangkut kepercayaan publik terhadap pemerintah. Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih rapuh, pejabat publik dituntut tampil sederhana, transparan, dan rendah hati.

"Kalau ada pejabat Metro yang ketahuan flexing, jangan hanya diingatkan. Pemkot harus berani melakukan evaluasi, bahkan pencopotan jika terbukti melanggar. Ini penting untuk menjaga marwah pemerintahan,” kata Pindo saat dikonfirmasi, Rabu (3/9/2025).

Pindo menilai, fenomena flexing yang dilakukan oknum pejabat bukan sekadar kesalahan individu, melainkan cerminan krisis moral dalam birokrasi.

Ia juga mengingatkan bahwa publik kini semakin sensitif terhadap perilaku pejabat yang menunjukkan ketidakpekaan sosial.

"Bayangkan, masyarakat masih banyak yang mengeluh soal jalan rusak, harga kebutuhan pokok naik, pelayanan publik belum maksimal. Kalau di saat yang sama ada pejabat pamer mobil mewah, pesta berlebihan, atau gaya hidup glamor di media sosial, jelas itu luka bagi rakyat,” ungkapnya.

Baca juga : Di Tengah Situasi Sensitif, Pejabat Kota Metro Diminta Tidak Flexing

Pindo juga menyarankan agar masyarakat Metro diberikan ruang untuk ikut mengawasi perilaku pejabat. Ia menekankan bahwa partisipasi publik menjadi instrumen penting untuk membangun pemerintahan yang akuntabel.

"Kalau ada pejabat yang suka pamer harta di media sosial, biarkan masyarakat bisa melaporkannya secara resmi. Jangan sampai laporan itu justru dimatikan atau tidak ditindaklanjuti. Pengawasan publik harus dipandang sebagai upaya memperkuat pemerintahan, bukan ancaman,” jelasnya.

Pria yang juga merupakan dosen tersebut menilai, instruksi Mendagri bisa menjadi momentum bagi Pemkot Metro untuk melakukan ‘bersih-bersih’ birokrasi. Menurutnya, pejabat yang hedonis dan tidak peka terhadap kondisi rakyat hanya akan memperlemah legitimasi pemerintahan.

"Ini waktunya Metro menunjukkan arah baru. Jangan sampai pejabat publik hanya menikmati fasilitas negara, tapi lupa tanggung jawab moral kepada rakyat. Pemkot Metro punya kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka serius membangun pemerintahan yang sederhana, bersih, dan berintegritas,” tandasnya.

Instruksi larangan flexing dari Mendagri jelas bukan sekadar imbauan moral, melainkan alarm politik dan sosial yang menuntut tindakan nyata di lapangan.

Jika Pemkot Metro gagal mengawasi dan memberi sanksi kepada pejabat yang melanggar, maka komitmen melayani rakyat akan tercederai.

Sebaliknya, langkah tegas bisa menjadi modal kepercayaan publik untuk membangun Metro yang benar-benar bersih dan berpihak pada rakyat. (*)