• Kamis, 21 Agustus 2025

Diduga Minta Rp 8 Juta ke Pasien BPJS, Dokter RSUDAM Terancam Jerat Pidana

Kamis, 21 Agustus 2025 - 16.47 WIB
84

Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung – Dugaan pungutan liar yang dilakukan oknum dokter di RSUD Abdoel Moeloek (RSUDAM) Lampung terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan menuai sorotan publik. Seorang dokter diduga meminta uang Rp 8 juta kepada keluarga pasien untuk alasan pembelian alat medis operasi.

Kasus ini dialami pasangan suami istri asal Lampung Selatan, Sandi Saputra (27) dan Nida Usofie (23). Putri mereka yang berusia dua tahun dirujuk ke RSUDAM pada 9 Juli 2025. Setelah menjalani pemeriksaan rontgen pada 19 Juli, dokter Billy Rosan mendiagnosis sang anak mengidap penyakit Hispro dan menyarankan operasi.

“Setelah hasil rontgen keluar, dokter juga meminta uang Rp 8 juta untuk membeli alat medis yang katanya diperlukan dalam operasi. Uang itu ditransfer ke rekening pribadi dokter, bukan ke rekening resmi rumah sakit,” ungkap Sandi.

Ironisnya, setelah operasi dilakukan, kondisi sang anak justru memburuk hingga meninggal dunia pada 19 Agustus 2025.

BACA JUGA: Dalih Beli Alat, Oknum Dokter RSUDAM Diduga Minta Uang 8 Juta ke Pasien BPJS

Menanggapi kasus ini, pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara menilai tindakan tersebut memiliki konsekuensi hukum serius.

“Jika dokter meminta uang dengan alasan pembelian alat medis padahal seluruh biaya sudah ditanggung BPJS, maka bisa dikategorikan penipuan sebagaimana diatur Pasal 378 KUHP,” jelas Benny, Kamis (21/8/2025).

Selain penipuan, lanjutnya, praktik tersebut juga dapat masuk ranah gratifikasi ilegal atau pungutan liar yang diatur dalam UU Tipikor. “Apalagi jika dokter tersebut berstatus ASN, maka penerimaan uang pribadi dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 12 huruf e UU Tipikor,” tegasnya.

Benny menambahkan, keluarga pasien memiliki hak menempuh jalur hukum, mulai dari melapor ke kepolisian, kejaksaan, Saber Pungli, hingga mengadukan ke Ombudsman dan BPJS Kesehatan. Bahkan, gugatan perdata bisa ditempuh untuk menuntut pengembalian uang serta ganti rugi immateriil.

Ia juga menekankan pentingnya tanggung jawab manajemen RSUDAM untuk melakukan investigasi internal. “Rumah sakit dapat dimintai pertanggungjawaban administratif maupun perdata karena tindakan dokter dilakukan dalam kapasitasnya sebagai tenaga medis di bawah institusi RSUD,” kata Benny.

Menurutnya, kasus ini harus menjadi momentum pembenahan layanan kesehatan di Lampung. “Sistem transparansi biaya harus diperkuat dan diintegrasikan dengan BPJS agar tidak ada lagi pungutan di luar ketentuan. Jika tidak, kasus serupa akan terus berulang dan merugikan masyarakat,” pungkasnya. (*)