Pengamat Hukum: Proyek Jalan Tak Maksimal di Lampung Bukan Sekadar Teknis, Bisa Naik Jadi Korupsi

Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Persoalan perbaikan jalan yang belum maksimal di sejumlah kabupaten di Provinsi Lampung dinilai memiliki dimensi hukum yang serius.
Hal ini disampaikan Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara, menanggapi temuan Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Lampung yang masih menemukan adanya kualitas pekerjaan jalan belum maksimal di sejumlah kabupaten di wilayahnya.
Menurutnya, kondisi ini tidak boleh dianggap sepele karena proyek pembangunan jalan dibiayai oleh uang negara dan menyangkut kepentingan masyarakat luas.
"Kalau kontraktor tidak melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis atau RAB yang sudah tertuang dalam kontrak, maka itu masuk kategori wanprestasi,” ujar Benny, saat dimintai tanggapan, Selasa (19/8/2025).
Ia menambahkan, wanprestasi atau ingkar janji terjadi ketika pihak kontraktor gagal memenuhi kewajiban sebagaimana yang disepakati dalam dokumen kontrak kerja, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas pekerjaan.
Lebih lanjut, Benny menjelaskan konsekuensi dari wanprestasi bukanlah hal ringan. Menurutnya, ada sejumlah sanksi yang secara hukum dapat dikenakan, mulai dari denda keterlambatan atau liquidated damages, pemutusan kontrak secara sepihak oleh pemerintah, hingga pencantuman nama kontraktor dalam daftar hitam proyek pemerintah.
Selain itu, pemerintah daerah juga bisa menuntut ganti rugi secara perdata kepada kontraktor yang dianggap merugikan keuangan negara akibat pekerjaan tidak maksimal.
Namun demikian, Benny menegaskan persoalan tidak berhenti hanya pada ranah wanprestasi. Ia mengingatkan, perkara bisa meningkat menjadi tindak pidana korupsi apabila ditemukan bukti adanya praktik yang disengaja untuk merugikan negara.
"Kalau sudah ada kerugian negara dan niat jahat (mens rea), maka ranahnya bukan lagi perdata, melainkan pidana korupsi,” tegasnya.
Baca juga : Perbaikan Jalan di Lampung Belum Maksimal, Akademisi Ingatkan Dampak ke Perekonomian
Indikasi tersebut, kata dia, bisa berupa pengurangan volume pekerjaan secara sistematis, penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi, hingga adanya kolusi antara kontraktor dengan pejabat dinas untuk meloloskan pekerjaan yang seharusnya dinyatakan tidak layak.
Dalam penjelasannya, Benny juga menyoroti pihak-pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban hukum. Menurutnya, tanggung jawab utama memang berada di tangan kontraktor pelaksana karena merekalah penerima dana dan pihak yang secara langsung mengerjakan proyek.
Namun, konsultan pengawas juga tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab jika terbukti lalai dalam melakukan pengawasan atau bahkan sengaja membiarkan pekerjaan berjalan di luar spesifikasi.
"Sementara pejabat Dinas BMBK ikut bertanggung jawab apabila tetap menandatangani serah terima pekerjaan meski kualitasnya buruk,” ujarnya.
Benny menilai lemahnya pengawasan menjadi salah satu penyebab persoalan ini muncul. Ia menyebut, jika temuan perbaikan jalan yang tidak maksimal baru diketahui setelah pekerjaan berjalan atau bahkan mendekati tahap akhir, maka pengawasan yang dilakukan selama ini patut dipertanyakan.
"Kalau temuan perbaikan jalan yang tidak maksimal baru diketahui belakangan, itu menunjukkan pengawasan dinas masih lemah. Seharusnya pengawasan ketat dilakukan sejak awal,” ucapnya.
Sebagai langkah perbaikan, Benny mendorong agar sanksi dijatuhkan secara berlapis untuk menimbulkan efek jera. Menurutnya, sanksi administratif dapat berupa pemutusan kontrak kerja dan pemotongan pembayaran sesuai dengan volume riil pekerjaan.
Sementara itu, dari sisi perdata, pemerintah bisa mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Negeri. Jika ditemukan bukti adanya kerugian negara yang nyata, maka kasus harus segera dilaporkan ke aparat penegak hukum.
"Kalau memang ada indikasi mark up atau kongkalikong, maka harus dilaporkan ke aparat penegak hukum. Jangan hanya berhenti di sanksi administratif,” kata Benny.
Ia menegaskan bahwa penegakan hukum secara tegas sangat penting agar praktik serupa tidak terus berulang, mengingat proyek pembangunan jalan berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat Lampung. (*)
Berita Lainnya
-
109 Mahasiswa ITPLN Resmi Bergabung dalam Program Ikatan Kerja PLN
Senin, 08 September 2025 -
UBL Sambut Ribuan Mahasiswa Baru 2025, Rektor: Selamat Datang di Kampus Terbaik untuk Masa Depan Terbaik
Senin, 08 September 2025 -
Pemprov Lampung Buka Pendaftaran Calon Anggota Dewan Pendidikan, Berikut Jadwalnya
Senin, 08 September 2025 -
Tegas! Komisi IV DPRD Perketat Pengawasan Program MBG di Bandar Lampung
Senin, 08 September 2025