• Kamis, 03 Juli 2025

Pengamat Soroti Anggaran Umrah dan Wisata Rohani 10,9 Miliar Pemprov Lampung: Minim Transparansi, Rawan Penyimpangan

Kamis, 03 Juli 2025 - 11.31 WIB
48

Pengamat Hukum dari Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengamat Hukum dari Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara, menyoroti pengelolaan anggaran umrah dan perjalanan rohani senilai lebih dari Rp10 miliar oleh Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemerintah Provinsi Lampung.

Ia menilai, penggunaan dana APBD untuk kegiatan tersebut perlu diawasi ketat karena berpotensi tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik.

“Alokasi anggaran sebesar itu patut diawasi secara ketat karena menggunakan dana publik yang seharusnya diarahkan untuk kepentingan masyarakat luas dan lebih mendesak,” kata Benny saat dimintai tanggapan Kamis (3/7/2025).

Menurut dia, secara hukum administrasi dan keuangan negara, setiap penggunaan anggaran pemerintah wajib memenuhi prinsip efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan transparansi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara dan peraturan Menteri Dalam Negeri tentang pengelolaan keuangan daerah.

BACA JUGA: Biro Kesra Provinsi Lampung Kelola Anggaran Umrah dan Wisata Rohani 10,9 Miliar

“Jika tidak ada justifikasi yang kuat atas manfaat langsung bagi masyarakat luas, maka penganggaran ini berpotensi bertentangan dengan prinsip value for money,” tegasnya.

Lebih lanjut, Benny menilai bahwa transparansi dalam pelaksanaan program umroh dan perjalanan rohani tersebut masih lemah. Ia menyoroti minimnya keterbukaan informasi kepada publik.

“Belum ada informasi terbuka yang memadai mengenai kriteria peserta, mekanisme pemilihan, rincian biaya per peserta, pihak penyedia jasa perjalanan, hingga laporan pertanggungjawaban,” ujarnya.

Padahal, lanjut dia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan seluruh badan publik, termasuk Biro Kesra, untuk menyampaikan informasi penggunaan APBD secara terbuka.

Sebagai bentuk perbaikan, Benny memberikan sejumlah rekomendasi agar pengelolaan anggaran tersebut menjadi lebih akuntabel dan tepat sasaran.

“Pertama, penetapan kriteria peserta harus dituangkan secara resmi dalam bentuk keputusan kepala daerah atau kepala biro untuk menghindari diskriminasi atau keberpihakan politik,” ujarnya.

Selain itu, mekanisme pemilihan peserta juga harus transparan dan bisa diaudit. Ia menekankan pentingnya adanya indikator manfaat yang terukur terhadap pelayanan publik, bukan hanya kegiatan yang bersifat seremonial.

“Penyedia jasa perjalanan pun harus dipilih melalui mekanisme pengadaan yang sesuai dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah,” tambahnya.

Untuk mencegah potensi penyimpangan, Benny menekankan pentingnya mengikuti seluruh prosedur penganggaran, pelaksanaan, dan pelaporan sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.

“Dokumen perencanaan seperti TOR/KAK, RAB yang wajar, dan jadwal kegiatan harus dibuat dengan matang. Selain itu, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) perlu dilibatkan sejak tahap awal,” terangnya.

Ia juga mendorong agar laporan realisasi anggaran diunggah secara terbuka di situs resmi Pemprov Lampung, serta dibuka kanal pengaduan publik yang mudah diakses masyarakat.

Menurut Benny, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lampung juga memegang peran penting dalam pengawasan anggaran tersebut, sesuai fungsi budgeting dan controlling yang dimilikinya berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“DPRD wajib meminta laporan rutin dari Biro Kesra, baik melalui rapat kerja maupun kunjungan lapangan. Jika ditemukan indikasi penyimpangan, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) perlu didorong,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa hasil pengawasan DPRD juga sebaiknya disampaikan secara terbuka kepada publik, sebagai bentuk pertanggungjawaban lembaga legislatif kepada masyarakat. (*)