• Selasa, 29 April 2025

BUMD Lampung Krisis, Pengamat: Ini Tanda Manajemen Harus Dievaluasi Total

Selasa, 29 April 2025 - 13.41 WIB
28

Pengamat Ekonomi dari Central Urban and Regional Studies (CURS) Lampung, Erwin Oktavianto. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Lampung, yakni PT Lampung Jasa Utama (LJU) dan PT Lampung Energi Berjaya (LEB) tengah menghadapi krisis keuangan serius. Sejumlah karyawan pun belum menerima gaji selama tiga bulan terakhir.

Pengamat Ekonomi dari Central Urban and Regional Studies (CURS) Lampung, Erwin Oktavianto menyampaikan, akar persoalan terletak pada lemahnya tata kelola dan manajemen internal perusahaan.

"PT LJU ini sudah cukup lama berdiri. Sebagai BUMD, keberadaannya seharusnya memberikan kontribusi nyata terhadap pendapatan asli daerah. Jangan justru sebaliknya yang masih terus membutuhkan subsidi, padahal sudah semestinya mandiri,” ujar Erwin, Selasa (29/4/2025).

Erwin menegaskan, sejak awal pendiriannya, LJU harusnya memiliki arah usaha yang jelas, strategi bisnis yang matang, dan segmentasi pasar yang tepat sasaran. Tujuannya agar perusahaan bisa berkembang secara berkelanjutan tanpa terus bergantung pada bantuan pemerintah.

"BUMD seperti LJU seharusnya mampu menangani layanan-layanan publik atau jasa lainnya yang dibutuhkan masyarakat, dengan manajemen profesional. Tapi kalau sejak awal tidak memiliki model bisnis yang jelas, maka wajar jika terus merugi,” lanjutnya.

Baca juga : Puluhan Pegawai PT LJU Belum Terima Gaji 3 Bulan, DPRD Lampung Akan Panggil Manajemen

Erwin juga menyoroti keputusan pemerintah pusat yang telah mengurangi pemberian subsidi kepada sejumlah BUMD sebagai bagian dari kebijakan efisiensi fiskal nasional.

Hal ini semakin memperburuk kondisi PT LJU dan PT LEB, yang selama ini masih mengandalkan suntikan dana dari pemerintah.

"Kalau sudah tidak disubsidi, lalu perusahaan tidak bisa berjalan, berarti ada masalah besar di dalam. Sebuah perusahaan seharusnya dibangun untuk mencetak keuntungan, bukan kerugian. Kalau terus-menerus merugi, berarti ada yang harus dievaluasi secara menyeluruh,” tambahnya.

Ia menyarankan agar manajemen kedua perusahaan segera melakukan pembenahan menyeluruh. Jika tidak ada perubahan yang signifikan, maka nasib terburuk yang bisa terjadi adalah kebangkrutan total.

"Satu atau dua tahun pertama, subsidi masih bisa dianggap sebagai modal awal. Tapi kalau terus berlanjut, jelas ini tidak sehat secara bisnis. Solusinya ada dua: pertama, evaluasi dan perbaiki secara serius; atau kedua, siapkan diri menghadapi penutupan,” tegas Erwin. (*)