Kasus Korupsi DPRD Tanggamus Mandek, Pengamat: Harus Ada Hitam Putih

Pengamat hukum dari Universitas Lampung, Yusdianto. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Penanganan kasus dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Kabupaten Tanggamus mandek dan dinilai tidak jelas ujungnya. Meski telah naik ke tahap penyidikan sejak Juli 2023, hingga kini belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Kasus ini telah diselidiki sejak Januari 2023. Total kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp9 miliar, namun sebagian besar telah dikembalikan oleh pihak-pihak yang diduga terlibat. Kini, kerugian negara tersisa sekitar Rp225 juta.
Pengamat hukum dari Universitas Lampung, Yusdianto, mempertanyakan lambannya proses hukum tersebut. Ia menilai tidak ada kejelasan dari aparat penegak hukum (APH), baik terkait kelanjutan perkara maupun penetapan tersangka.
“Ini perkara sudah dua tahun lebih, bahkan sudah masuk penyidikan, tapi tidak ada kejelasan. Apakah sesulit itu pembuktiannya? Atau justru kinerja dari APH yang lambat dan terkesan berbelit?” ujar Yusdianto, Selasa (15/4/2025).
Yusdianto menilai, ketidakterbukaan dalam penanganan perkara justru memunculkan keraguan di tengah masyarakat terhadap profesionalisme kejaksaan.
“Kejaksaan ini seperti hanya memukul gong saja, tapi tidak ada tindak lanjut. Setelah dipukul, kita tidak tahu ada salat atau tidak. Tidak jelas apakah perkara ini dilanjutkan atau justru sengaja dilambatkan,” tegasnya.
Baca juga : Dua Tahun Kasus Korupsi DPRD Tanggamus Mandek di Kejati, Rizky: Penyidikannya Tetap Berjalan
Ia juga menyinggung adanya supervisi dari pusat terhadap penanganan kasus tersebut. Namun, hingga kini belum terlihat hasil nyata dari supervisi tersebut.
“Publik harus diberi tahu. Kalau memang tidak cukup bukti, ya sampaikan. Jangan buat masyarakat bertanya-tanya tanpa kejelasan. Ini seperti perjalanan panjang tanpa ujung. Harus ada hitam putihnya!” cetus Yusdianto.
Menurutnya, penegakan hukum dalam kasus korupsi bukan sekadar untuk menghukum, tetapi juga menjadi sarana pembelajaran agar praktik serupa tidak terjadi di kemudian hari.
“Tujuan penanganan korupsi itu jelas: memberikan pembelajaran bahwa korupsi tidak boleh dilakukan. Kalau ending-nya tidak jelas, malah muncul pertanyaan baru: apakah APH memang serius atau hanya basa-basi?” tukasnya.
Yusdianto berharap Kejati Lampung segera menyampaikan ke publik kejelasan perkara ini, agar tidak menimbulkan asumsi liar dan spekulasi.
“Banyak kasus di Lampung yang senasib muncul temuan, tapi hilang begitu saja. Ini yang membuat publik kehilangan kepercayaan. Kita harap penanganan hukum jangan hanya ‘pukul gong’, tapi tunjukkan hitam putihnya,” pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Rumah Kepala Ombudsman Lampung Dibobol Maling, Motor dan iPad Berisi Data Penting Lenyap
Rabu, 16 April 2025 -
Inovasi Sepeda Listrik, Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Teknokrat Indonesia Kembangkan Sistem Keamanan Berbasis IoT
Rabu, 16 April 2025 -
Bedah Buku 'Kami (Bukan) Sarjana Kertas' Warnai Peringatan World Book Day di UIN RIL
Rabu, 16 April 2025 -
Liga 4 Seri Nasional Dimulai, Persikomet Metro Optimis Tembus 8 Besar dan Lolos Liga 3
Rabu, 16 April 2025