Berpotensi Timbulkan Konflik Sosial, Akademisi Dorong Semua Unsur Carikan Solusi Konkret Soal Penggarap TNBBS

Akademisi dari STIE Gentiaras Bandar Lampung, Dr Yunada Arpan . Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Lampung Barat - Akademisi dari STIE Gentiaras Bandar Lampung, Dr Yunada Arpan menilai, kebijakan yang mengharuskan penggarap meninggalkan area kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) bisa menimbulkan konflik sosial.
Hal tersebut disampaikan Yunada menanggapi kebijakan yang dilakukan tim gabungan Polhut dan TNI yang meminta agar warga penggarap di kawasan TNBBS di sekitar Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh (BNS) agar meninggalkan hutan kawasan dalam waktu dua minggu.
Salah satu putera daerah Lampung Barat itu mengatakan, keputusan Dandim 0422/LB Letnan Kolonel Inf Rinto Wijaya selaku Ketua Satgas Penanganan Konflik Satwa yang meminta masyarakat harus keluar dari kawasan TNBBS memang baik.
Hal itu dilakukan demi keamanan pasca terjadinya kembali konflik harimau termasuk gajah yang menimbulkan korban, tetapi dengan meminta masyarakat harus segera keluar dari hutan dalam waktu singkat bukanlah satu-satunya solusi.
"Karena bisa berdampak pada kehidupan sosial ekonomi dan ketentraman semua pihak, perlu kita pahami dulu bahwa setidaknya ada beberapa jenis Hutan seperti hutan produksi yang sengaja ditanam dan diambil kayunya," kata dia, Sabtu (8/3/2025).
"Lalu Hutan konservasi adalah kawasan hutan yang berfungsi untuk menjaga ekosistem tumbuhan dan satwa seperti taman nasional. Kemudian hutan lindung merupakan kawasan hutang yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dan lingkungan," sambungnya.
Baca juga : Masyarakat Diminta Tinggalkan Lahan Garapan, Pemkab Lambar Diduga Tarik PBB di Kawasan TNBBS
Ia mengatakan, diberbagai daerah tidak hanya Lampung Barat, konflik kawasan hutan telah terjadi sejak lama dan banyak yang tanpa penyelesaian, masyarakat yang telah puluhan tahun enggan dipindahkan karena beragam alasan.
"Imbauan tegas masyarakat segera keluar dari hutan saya kira bisa saja menimbulkan permasalahan sosial, sebab bukan lagi konflik masyarakat dengan binatang buas tetapi spektrum sosial yang lebih luas," jelasnya.
"Sebab bila diminta keluar semua saat ini, mereka mau ditampung dimana? kelanjutan ekonominya? Bisa saja berdampak pada kehidupan sosial ekonomi dan ketentraman beberapa pihak," terangnya.
Yunada memberikan catatan bahwa solusi permasalahan yang terjadi perlu proses negosiasi yang panjang, melibatkan banyak pihak sehingga tercapai kesepakatan dengan pertimbangan hak asasi manusia kepada warga di sekitar Suoh yang selama ini menetap dan menggarap hutan seperti yang pernah dilakukan di daerah lain.
Cara itu diharapkan mempertimbangkan penghormatan hak asasi manusia ketika muncul persoalan perambah hutan dengan cara dialog, dalam hal ini, bupati dan gubernur harus pro aktif untuk melindungi warganya.
"Sebab pemerintah juga harus melindungi warga menjadi bagian penyangga hutan lindung baik dari sisi ekonomi dan kehidupan masyarakat serta berbagai regulasi terkait dengan kehutanan," tambahnya.
Ia mendorong, sebelum mengambil keputusan terkait nasib masyarakat yang ada dihutan sekitar Suoh sebaiknya semua unsur Forkopimda Lampung Barat, Bupati, Komandan Kodim, Kapolres, Kepala Pengadilan Negeri, Kajari, dan Ketua DPRD dapat berdialog yang tentunya bersifat koordinatif dan fungsional untuk sinergitas pelaksanaan tugas masing-masing.
"Agar dapat membina dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat, dan tentunya dapat mememberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan dan masukan kepada kepala daerah dalam menentukan kebijakan daerah khususnya terkait konflik manusia dan binatang buas di Lampung Barat," pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Banyak Masyarakat Belum Tau Program Cek Kesehatan Gratis, Parosil Minta Puskesmas Optimalkan Sosialisasi
Jumat, 14 Maret 2025 -
Sempat Viral, Parosil Minta Pemprov Lampung Tinjau Kerusakan Jalan Penghubung Lambar-Sumsel
Kamis, 13 Maret 2025 -
Pembangunan Infrastruktur Masih Jadi Program Prioritas Parosil di Periode Kedua
Kamis, 13 Maret 2025 -
Jejak Kaki Harimau Ditemukan di Desa Ringin Jaya BNS Lampung Barat
Rabu, 12 Maret 2025