• Sabtu, 18 Januari 2025

Tingginya Nilai Jual Jadi Kendala Lambatnya Progres Pelepasan Aset Pemprov Lampung di Way Dadi

Jumat, 17 Januari 2025 - 22.28 WIB
20

Kepala Bidang (Kabid) Aset pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung Meydiandra, saat menjadi narasumber Kupas Podcast yang dipandu oleh CEO Kupas Tuntas Grup Dr. Donald Harris Sihotang, SE, MM, Jumat (17/1/2025). Foto: Siti/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah Provinsi Lampung melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mengklaim lambatnya progres pelepasan aset daerah yang di duduki masyarakat Way Dadi disebabkan tingginya nilai jual.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Aset pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung Meydiandra, saat menjadi narasumber Kupas Podcast yang dipandu CEO Kupas Tuntas Grup Dr. Donald Harris Sihotang, SE, MM, Jum'at (17/1/2025).

"Secara mekanisme regulasi aset, pelepasan itu disimpulkan melalui penjualan dan proses nya pun tidak mudah, karena harus melalui berbagai koordinasi sampai ke Kementerian, dan pelepasan bisa dilakukan dengan cara tidak lelang," kata dia.

Karena menurutnya, jika pelepasan aset tersebut dilakukan secara lelang akan menimbulkan persoalan sehingga setelah rangkaian koordinasi, regulasi terkait pelepasan aset dengan penjualan tersebut keluar pada tahun 2020.

"Karena ini pelepasan aset dengan penjualan tentunya harus ada nilai, secara regulasi nilai itu dilakukan Appraisal, tetapi hasilnya masyarakat pro kontra, nah ini permasalahannya sebab pada 2016 itu harga nya masih 300-500 ribu per meter," imbuhnya.

"Kemudian kendala kita adalah sebagian masyarakat tidak mengakui legalitas dari lahan yang ditempati, sehingga kita perlu melakukan sosialisasi hingga akhirnya karena berjalannya waktu harga tanah secara Apraisal berubah, jadi secara regulasi kita minta Apraisal itu hanya bisa dipakai 6 bulan, ketika lewat dari 6 bulan harus dinilai lagi," sambungnya.

Baca juga : 1500 KK Duduki Aset Pemprov Lampung di Way Dadi

Oleh karena itu, hal tersebut menjadi salah satu kendala yang di hadapi pemerintah, ia mengatakan pada tahun 2021 nilai apraisal untuk Way Dadi kembali naik berkisar 900 ribu hingga - 1,4 juta per meter sehingga itu menjadi beban berat lagi bagi pemerintah yang harus tetap mengikuti aturan.

"itu yang jdi masalah sehingga kita dari total 89 hektare itu, tahun 2021 pecah telor ada yang membayar warga yakni Gedung Bagas Raya, lalu ada satu warga dengan nilai 24-25 miliar, terakhir kemarin 2024 masuk 1 bidang 1 miliar lebih," imbuhnya.

"Sehingga progres nya sangat lambat, karena ada dua masalah nya pertama legalitas sertifikat kita di pertanyakan kedua masalah nilai sehingga masyarakat merasa kurang rasional, atau terlalu tinggi itu yang dikeluhkan masyarakat," tambahnya.

Ia menuturkan, warga yang menempati aset pemprov Way Dadi terbagi atas beberapa kelompok yang memang masing-masing kelompok berusaha agar lahan itu diserahkan dengan mencabut sertifikat yang dimiliki pemerintah.

"Mereka menguasai beberapa titik, karena ada solidaritas itu jadi tidak ketahuan berapa orang yang mau membayar, tetapi ada 1 kelompok waktu itu menghubungi saya (mau bayar) cuma akhirnya mundur karena masalah nilai tadi," jelasnya.

Ia menjelaskan, pemerintah provinsi Lampung sudah mencoba berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait penyelesaian pelepasan aset daerah tersebut agar menemui solusi yang konkrit dan tidak merugikan masing -masing pihak termasuk ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.

"Kita minta minta pendapat hukum ke Kejaksaan Tinggi, tapi jangan kan untuk melepas ganti rugi, untuk menurunkan nilai saja disarankan harus sesuai dengan nilai Apraisal karena ini terkait masalah aset, ketika aset dilepas harus ada gantinya ketika dicatat sebagai kekayaan negara harus ada ganti uang itu secara ekonomis lebih tinggi," jelasnya.

"Saya pernah koordinasi dengan apraisal, kita konteksnya bukan menjual ke masyarakat tetapi kita ingin membantu masyarakat untuk mendapat legalitas dari tanah nya dan sudah di setujui hanya masalah nilai namun apraisal juga mempunyai regulasi yang tidak dapat dilanggar," sambungnya.

Ia menambahkan, hingga saat ini pihaknya masih terus melakukan berbagai upaya untuk tetap memberikan solusi terbaik atas persoalan tersebut, bahkan pemprov masih berupaya mencari regulasi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

"Karena di beberapa konteks pelelangan apabila hasil Apraisal itu gagal, itu masih bisa di koreksi dan kami akan coba jajaki untuk menyelesaikan kemungkinan bisa diterapkan di Way Dadi, karena ini kan konteksnya kita ingin menyelesaikan masalah," imbuhnya.

"Kemarin juga kami coba analisa di titik tertentu ada beberapa sebagian kecil ada 75 bidang di area Ryacudu yang nilai ekonomi nya tinggi, nah terakhir di aprasal 1,5 per meter sementara harga pasar sudah diatas itu sehingga 75 bidang itu kita coba apraisal disitu karena kita anggap wajar," tandasnya. (*)