• Senin, 28 April 2025

KLH Larang Pemda Operasikan TPA Sistem Open Dumping

Senin, 06 Januari 2025 - 08.32 WIB
75

Direktur Pengelolaan Sampah pada KLH, Novrizal Tahar. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sesuai UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melarang pemerintah daerah (Pemda) mengoperasikan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah menggunakan sistem pembuangan terbuka atau open dumping.

Dalam Pasal 9 Ayat 1 huruf a UU Nomor 18 Tahun 2008 tertulis, dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi.

Dalam huruf b juga tertulis, menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah.

Kemudian dalam huruf e tertulis, melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 bulan selama 20 tahun terhadap tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup.

Selanjutnya, dalam Pasal 44  Ayat 1 tertulis,  pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 tahun terhitung sejak berlakunya undang undang ini.

Dalam Ayat 2 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.

Pada 8 November 2024 lalu, KLH telah mengirimkan surat kepada 306 kepala daerah yang masih memanfaatkan TPA berskema open dumping atau pembuangan terbuka. Skema ini dianggap menggantungkan pengangkutan sampah dan mengirimkannya ke TPA. Pengelolaan sampah semacam ini memberatkan TPA. Sampahnya cenderung ditimbun menjadi landfill.

Baca juga : Tidak Terapkan Metode Sanitary Landfill, TPA Bakung Terancam Ditutup Total

Direktur Pengelolaan Sampah pada KLH, Novrizal Tahar menyebutkan, emisi gas rumah kaca paling besar dari sistem pengolahan sampah landfill yang tidak dilakukan dengan baik dan benar.

"Karena itu akan mengemisikan gas metan. Jadi gas metan itu 28 kali lipat tingkat emisi yang dari CO2. Untuk itu, semua sistem landfill yang ada sekarang akan diubah menjadi sanitary landfill pada 2030,” kata Novrizal, baru-baru ini.

Ia mengatakan, bakal ada dua fokus sistem baru setelah meninggalkan teknologi landfill. Pertama, energy recovery dengan konsep sistem pengolahan sampah bisa menjadi energy recovery.  

"Energy recovery itu teknologi waste to electric city, pengelolaan sampah jadi listrik. Ada juga RDF (sampah Refuse-Derived Fuel), ada juga sampah jadi biomas, juga biogas," ucap Novrizal.

Untuk sistem kedua adalah material recovery technology atau recycling. Menurut Novrizal, ini bisa menjadi bagian dari ekonomi sirkular. "Untuk material recovery technology, kayak bank sampah dan recycling center. Bisa mengolah kertas jadi bahan baku, plastik atau komposting dan maggot," jelasnya.

Menteri Lingkungan Hidup menegaskan, pada 2026, pemerintah akan melarang praktik pembuangan terbuka (open dumping) di seluruh TPA di Indonesia.

Hanif mengatakan, bagi daerah yang masih melaksanakan open dumping, akan dikenakan sanksi pidana. "Sudah 16 tahun sejak Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah diterbitkan. Jika masih ada open dumping, maka akan ada sanksi pidananya," tegas Hanif, pada Kamis (26/12/2024) lalu.

Namun, dia berencana untuk melakukan kunjungan ke berbagai daerah guna mengurai persoalan sampah di Indonesia.

Hanif menargetkan agar seluruh daerah dapat menghentikan praktik open dumping pada 2026 dan beralih ke sistem sanitary landfill atau green landfill sesuai dengan ketentuan UU No. 18 Tahun 2008.

"TPA harus berfungsi sebagai tempat penampung residu, dan sistemnya harus green landfill, tidak ada lagi open dumping. Kami akan segera terbitkan kebijakan yang memaksa semua daerah, baik kabupaten, kota, maupun provinsi untuk menaati aturan ini. Ada konsekuensi pidana maupun denda bagi yang tidak patuh," ujarnya.

Menurut Hanif, penutupan TPA open dumping dan pengalihannya menjadi sanitary landfill sangat penting untuk menekan timbulan gas metana yang dapat memicu kebakaran di TPA.

"Kami akan serius, beberapa TPA open dumping telah kami tutup, dan pada 2025 semua harus beralih ke sanitary landfill. Dengan langkah ini, kita bisa menekan gas metana dan vektor yang ditimbulkan oleh open dumping," ucap Hanif.

Hanif juga mendorong pengolahan sampah dari hulu, yaitu dengan pengurangan dan pemilahan sampah sejak di rumah tangga.

Menurutnya, pemerintah daerah harus lebih aktif dalam mengedukasi masyarakat serta menaati regulasi pengolahan sampah.

“Bagi pemda yang sengaja mengabaikan larangan open dumping akan dikenakan pidana minimal 4 tahun penjara. Namun, jika tidak sengaja dan sudah berusaha, tetapi masih ada beberapa sampah yang belum tertangani, maka akan dikenakan pasal dengan hukuman maksimal 3 tahun," jelasnya.

Hanif menegaskan, tidak ada lagi waktu untuk sosialisasi mengenai aturan tersebut, dan pihaknya akan segera mengeksekusi UU No 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.

"Tidak ada basa-basi lagi dengan pemerintah kabupaten, kota, atau provinsi. Kami akan menegakkan sanksi yang ada agar semua pihak mentaati undang-undang ini," kata Hanif.

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat, pada 2023 terdapat 38,7 juta ton sampah yang dihasilkan di seluruh Indonesia dan 37,87 persen diantaranya masih belum terkelola. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 06 Januari 2025, dengan judul "KLH Larang Pemda Operasikan TPA Sistem Open Dumping"