• Senin, 07 Oktober 2024

Terkait Sejumlah Siswa SD Demo Bela Oknum Guru Cabul, LPAI Laporkan Dugaan Eksploitasi ke PPA Polres Metro

Jumat, 17 Mei 2024 - 12.01 WIB
524

Ketua Komisi Kajian dan Analisis Pelayanan Hak Anak LPAI Kota Metro, Gatot Subroto saat mengirimkan surat pengaduan ke Unit PPA Satreskrim Polres Metro. Foto: Arby/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kota Metro akhirnya melaporkan dugaan eksploitasi anak dengan modus memobilisasi puluhan pelajar anak untuk melakukan demonstrasi di Pengadilan Negeri (PN) Kota Metro.

Langkah tersebut diambil LPAI sebagai upaya mengungkap dalang dibalik aksi unjuk rasa puluhan pelajar Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Hadimulyo Timur di PN Metro atas kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oknum guru berinisial FNR.

Ketua Komisi Kajian dan Analisis Pelayanan Hak Anak LPAI Kota Metro, Gatot Subroto menjelaskan, bahwa pihaknya telah mengirimkan surat pengaduan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro.

"Kita sudah mengadukan dugaan eksploitasi anak dengan modus mobilisasi pelajar untuk melakukan demonstrasi. Sudah kami sampaikan surat pengaduan resminya ke Unit PPA Satreskrim Polres Metro pada hari Kamis tanggal 16 Mei kemarin," kata Gatot saat dikonfirmasi awak media, Jum'at (17/5/2024).

"Kami telah mengeluarkan surat bernomor : 045/LPAI-METRO/V/2024 dengan lampiran berkas 1 bundel prihal pengaduan dugaan mobilisasi anak ikut demo. Kami mengadukan terjadinya dugaan mobilisasi dan atau mengikutsertakan anak-anak dalam demo di Pengadilan Negeri Kelas 1B Metro atas perkara nomor 18/Pid.Sus/2024/PN.Met dengan terdakwa FNR," imbuhnya.

Gatot menjelaskan, bahwa puluhan pelajar anak yang melakukan demo tersebut masih mengenakan seragam sekolah dan didampingi sejumlah orang dewasa.

"Anak-anak pelajar yang demo ini masih menggunakan seragam sekolah dan dugaan kami didampingi guru atau orang tua wali pada hari Rabu, tanggal 8 Mei 2024 sekira pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00 WIB," ungkapnya.

BACA JUGA: Viral! Sejumlah Siswa SD Demo Bela Oknum Guru Cabul di PN Metro

Menurutnya, aksi demontrasi yang dilakukan anak tersebut merupakan bentuk pelanggaran undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

"Menurut kami, hal ini telah melanggar UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan menyatakan larangan anak mengikuti demo. Anak-anak dilarang untuk terlibat unjuk rasa sesuai dengan Pasal 87 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," terangnya.

"Kejadian di atas adalah kegiatan mobilisasi untuk kedua kalinya, setelah tanggal 26 Februari 2024 yang lalu juga pernah dilakukan kegiatan serupa di Pengadilan Negeri Kelas 1B Kota Metro," imbuhnya.

Gatot juga menerangkan bahwa LPAI Kota Metro telah memberikan surat teguran sebanyak dua kali ke pihak sekolah MIM Hadimulyo Metro.

"Atas kejadian tersebut, LPAI Metro telah memberikan surat teguran pertama dan kedua kepada pihak Kepala Sekolah MIM Hadimulyo. Kami LPAI Kota Metro mengadukan kejadian ini dengan harapan agar pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan terkait siapa 

oknum yang menjadi koordinator dan mendanai kegiatan mobilisasi anak-anak untuk ikut demo di Pengadilan Negeri Metro tersebut," terangnya.

Ia mengaku ironis peristiwa itu terjadi di Kota Metro yang merupakan Kota pendidikan dan peraih predikat Kota Layak Anak (KLA) kategori Nindya. Ia menilai aksi demontrasi pelajar justru terciderai oleh beragam kasus dugaan kekerasan maupun eksploitasi anak serta pelajar.

LPAI berharap, dalang dibalik dugaan mobilisasi pelajar demo dapat segera terungkap agar peristiwa semacam itu tidak kembali terjadi di Bumi Sai Wawai.

"Kami juga berharap agar dilakukan penindakan tegas sesuai dengan hukum dapat dilakukan kepada oknum yang mengkoordinir kegiatan tersebut. Kami siap memberikan keterangan lebih lanjut atau bekerjasama dengan pihak kepolisian dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti terkait kegiatan tersebut di atas," bebernya.

"Kami percaya langkah-langkah tegas dari pihak berwajib akan memberikan efek jera dan pembelajaran bahwa melibatkan anak-anak untuk ikut demo adalah sebuah eksploitasi dan harus dihukum," pungkasnya.

Terpisah, sejumlah Wali Murid MIM Hadimulyo Timur mengungkapkan bahwa tidak ada mobilisasi anak untuk melakukan aksi demontrasi seperti yang viral di media massa.

"Tidak ada mobilisasi sama sekali, ini murni dari kami wali murid. Sebenarnya pribadi kami mengajak anak kami sendiri awalnya mas, namanya anak-anak terus cerita sama temennya bahwa mau hadir," ungkap salah seorang Wali Murid.

"Nah ternyata temannya juga banyak yang mau ikut. Kebetulan pada hari itu kan hujan jadi mau berangkat sendiri-sendiri tidak bisa, akhirnya kami yang ada kendaraan akhirnya kita tebengi," tambahnya.

Mereka mengaku mengajak anaknya menghadiri sidang di FNR di PN Metro untuk memberikan semangat kepada terdakwa.

"Sebetulnya begitu Mas jadi tidak ada mobilisasi, kita juga mengajak anak-anak di luar jam belajar. Sudah selesai ujian, kalau anak-anak yang lain itu kan kita ajak karena libur. Kalau guru malah tidak tahu menahu. Kami sama pihak sekolah juga sudah ditegur," paparnya.

Sementara terkait dengan atribut demo seperti banner dan bendera, sejumlah Wali Murid tersebut mengaku atribut itu telah tersedia sejak awal kemunculan kasus dugaan pencabulan pelajar MIM Hadimulyo Metro..

"Kalau banner sebetulnya itu sudah ada dari awal dulu, bukan kami yang buat. Tidak ada demo, kalau demo itu kan ada tuntutan Mas, kami kan tidak menuntut apa-apa juga. Kita hanya kasih support dan semangat kepada bapak. Mobilisasi Anak itu tidak benar dan tidak ada," tandasnya. (*)

Editor :