Petani Was Was Harga Gabah Anjlok Rp 4.500 per Kg di Lampung Timur
Kupastuntas.co, Lampung Timur - Satu bulan lagi petani di Desa Braja Emas, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (Lamtim) akan merayakan panen padi secara masal (panen raya).
Namun sejumlah petani disana merasa was was dengan anjloknya harga gabah, sebab jika nanti waktu panen terjadi harga gabah di bawah Rp5.000 per kilogram (Kg) maka petani diambang kerugian.
Beberapa petani terlihat berdiskusi di pinggir sawah, mereka membahas atau saling tukar informasi soal harga gabah, mereka begitu was was mendengar informasi harga gabah dari sawah di harga 4.500 per Kg.
"Kalau sekarang harga sudah 4.500 per Kg, jangan-jangan nanti pas tempat kita panen harga turun lagi, bisa bisa tidak balik modal kita," ucap seorang pria bernama Gunawan kepada rekannya saat ngobrol di pinggir sawah untuk melihat tanaman padi.
Saat diwawancarai Gunawan mengatakan, jika benar harga gabah dari sawah nantinya masih tembus di bawah Rp5.000 per kg petani akan rugi, setidaknya harga gabah minimal Rp5.500 per kg maka petani akan dapat untung.
Baca juga : Harga Gabah di Petani Lampung Turun Jadi Rp7.958,62 per Kg
Gunawan merincikan biaya operasional dari penggarapan lahan hingga biaya perawatan tanaman padi untuk lahan sagu hektare bisa tembus Rp13.200.000. semangat hasil produksi untuk satu hektare rata rata 5.200 Kg.
Jika harga gabah Rp4.500 per Kg maka dalam satu hekate estimasi mendapat uang Rp23.400.000, dipotong biaya masa tanam dan pengolahan tersebut sisa Rp10.200.000.
"Kalau dihitung harian petani hanya memiliki pendapatan Rp102.000 per hari. Bayangkan tidak ada pekerjaan lain, itu belum dihitung tenaga sendiri," kata Gunawan.
Sementara Kepala Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Braja Emas, Triono mengatakan, padi yang siap panen di Desa Braja Emas seluas 402 hektare, rencana panen raya jatuh di bulan April.
Selain berubah rubahnya harga gabah yang menjadi keluhan petani persoalan pupuk subsidi. Menurutnya pemerintah benar memberikan pupuk subsidi namun tetap tidak seimbang karena petani tetap membeli pupuk non subsidi.
Karena kata Triono, untuk satu hekatre petani membutuhkan pupuk urea sebanyak 250 Kg, namun yang disubsidi pemerintah hanya 105 KKg. Untuk Poska satu hekatre petani butuh 250 Kg yang disubsidi hanya 88 Kg.
"Artinya lebih dari 50 persen pupuk yang digunakan petani non subsidi, kami berharap pemerintah bisa menambah kuota pupuk subsidi," kata Triono.
Menurutnya, petani sudah mendapat dampak perubahan harga dan berubahnya harga turun ketika panen hal tersebut menjadi keluhan petani. Ditambah dengan persoalan pupuk subsidi yang kuotanya selalu kurang. (*)
Berita Lainnya
-
Warga Temukan Distributor Rokok Ilegal di Lamtim. Bea Cukai Bandar Lampung: Segera Lapor dan Bawa Sampel
Selasa, 07 Januari 2025 -
Tiga Induk Badak di SRS TNWK Berpotensi Hamil di 2025, drh. Dedi: Perlu Perluasan Teritorial
Selasa, 07 Januari 2025 -
Ngaku Tanahnya Diserobot Pemerintah Desa, Dua Warga Labuhan Maringgai Lamtim Lapor Polda
Minggu, 05 Januari 2025 -
Alsintan Bantuan Pemerintah di Lampung Timur Disewakan Hingga ke Palembang
Sabtu, 04 Januari 2025