• Minggu, 17 November 2024

Kasus Korupsi Bimtek, Eks Kadis PMD Lampura Abdurahman Hadirkan Saksi Ahli Hukum Pidana

Kamis, 04 Januari 2024 - 17.54 WIB
179

Eks Kadis PMD Lampura Abdurahman saat menjalani sidang di Pengadilan Negri (PN) Tanjung Karang, Kamis (4/1/2024). Foto: Yudha/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Tim penasihat hukum (PH) terdakwa Abdurahman CS eks Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Lampung Utara menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Lampung Heni Siswanto dalam agenda sidang pembuktian keterangan saksi, di Pengadilan Negri (PN) Tanjung Karang, Kamis (4/1/2024).

Ahli Heni Siswanto yang dihadirkan oleh tim PH Abdurahman CS untuk meringankan dakwaan dari Jaksa Penutup Umum (JPU). Abdurahman sebelumnya didakwa menerima gratifikasi bimbingan teknis (Bimtek) Kepala Desa sebesar Rp25 juta.

Dalam menjawab pertanyaan tim penasihat hukum Heni Siswanto mengatakan bahwa pejabat pemerintahan itu memiliki kewajiban untuk menjalankan kegiatan, meskipun ada atau tidaknya anggaran dalam menjalankan kegiatan.

Dalam konteks kasus ini, eks Kadis PMD Lampung Utara Abdurahman bersama dengan Kabid PMD Adi Saputra dibantu oleh Kasi Ngadiman mengumpulkan dana dari sejumlah Kepala Desa (Kades) untuk mengadakan kegiatan bimtek Kades.

"Pemberi hadiah atau penerima hadiah jika sesuai dengan tupoksinya tidak masalah, apabila pemberian itu diluar dari tupoksinya maka itu yang jadi bermasalah," kata dia dalam ruang sidang.

BACA JUGA: Kasus Korupsi Dana Bimtek, Kadis PMD Lampura Minta Hakim Batalkan Dakwaan

Saat ditanya lagi oleh tim PH Abdurahman CS, apakah bila suatu lembaga negara tidak memiliki biaya untuk mengadakan kegiatan namun terdapat pihak lain yang memberikan biaya apakah hal itu diperbolehkan atau tidak.

"Sepanjang kursi jabatanya itu sesuai tupoksi, maka dia mempunyai kewenangan kegiatan itu harus jalan ada atau tidaknya anggaran. dalam konteks ini Kepala Desa 'urunan' mengumpulkan uang untuk diajarkan," kata dia.

Ahli juga menjelaskan, seorang pejabat pemerintahan tidak boleh menerima hadiah dalam menjalankan tugasnya, karena pejabat negara telah digaji oleh negara, namun dalam konteks ini penyuap yang meminta agar pejabat yang menyelewengkan.

"Dalam kasus ini, penguasa itu diminta diselewengkan, dan itu yang diinginkan oleh sang penyuap itu. Seharusnya pejabat itu tidak boleh melakukan itu, tetapi karena ada pemberian ada janji maka pejabat itu melakukannya," bebernya.

"Bapak ibu sekalian bisa melihat apakah pejabat ini menjalankan atau tidak yang diminta oleh pihak ketiga ini. Kalau dia dijalankan ini bukan tentang menerima hadiah atau tidak, karena uang operasional uang jalan itu bukan hadiah, itu bagian dari pelaksanaan kegiatan itu. Jika pejabat itu tidak hadir, jadi masalah diacara tersebut," tegasnya.

Sebelumnya, Kadis Abdurahman Kabid Adi Saputra dan Kasi Pemdes Ngadiman DPMD Lampura diperkarakan atas dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan Bimtek Pratugas Kades.

Yang mana pelaksanaan diikuti oleh 202 Desa dengan menyetorkan uang sebesar Rp7.500.000 dari setiap Desa.

Bimtek Pratugas Kades dan Pembekalan wawasan kebangsaan se Lampura itu dilaksanakan pada hari Sabtu-Minggu (26/27 Maret 2022) di Hotel Harison Bandar Lampung.

Kegiatan tersebut bertujuan untuk menambah wawasan dan pembekalan Kepala Desa dengan pemateri kegiatan berasal dari Bina Pemerintahan Desa Mendagri, Kasatgas DD, Kejari, Polres, Inspektorat Lampura dan IPDN Tim Pusdikter AD Ngamprah Bandung. 

Abdurahman Minta Kasus Dihentikan Karena Korupsi di Bawah Rp 50 Juta

Saksi ahli hukum pidana Heni Siswanto dicecar pertanyaan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Diketahui Heni jadi saksi ahli kasus dugaan korupsi bimbingan teknis (bimtek) pra tugas kepala desa terpilih di Lampung Utara tahun anggaran 2022, Kamis (4/1/24).

Heni dihadirkan oleh penasehat hukum terdakwa Eks Kepala Dinas PMD Lampung Utara Abdurahman CS.

Hakim, pada mulanya bertanya, apakah gratifikasi dan korupsi ada batasan nominal jumlah dalam aspek hukum.

"Apakah gratifikasi ada nominal batasan, misalnya Rp 5 juta?," tanya hakim.

Menjawab pertanyaan tersebut, Heni Siswanto menegaskan bahwa tidak ada batasan.

"Pelaku gratifikasi meski kurang dari lima juta, selama memenuhi unsur gratifikasi, maka tetap terbilang gratifikasi," kata Heni.

Lanjut Heni, unsur tersebut ialah berkenaan dengan adanya janji dan imbalan yang diberikan dan didapat penerima gratifikasi.

"Sehingga meski hanya Rp 5 juta jika unsur gratifikasi sesuai, maka tetap gratifikasi, begitu yang mulia," jelas dia.

Pertanyaan itu diketahui merespon argumen penasehat hukum pada sidang sebelumnya yang berpendapat proses hukum kasus itu bisa dihentikan karena Abdurahman didakwa menerima gratifikasi hanya sebesar Rp 25 juta.

Dengan nominal itu, atau tepatnya korupsi di bawah Rp 50 juta bisa mendapatkan keadilan restoratif justice sehingga tidak dibawa ke pengadilan.

Sebelumnya diberitakan, penasihat hukum (PH) Abdurahman CS meminta kasus yang menjerat kliennya dihentikan, karena menurutnya berdasarkan surat dari Kejagung RI kasus korupsi yang merugikan negara dengan nilai dibawah Rp50 juta harus dihentikan.

"Terdakwa ini hanya menyangkut masalah tipikor yang nilainya hanya Rp25 juta. Padahal sesuai surat dari Kejagung RI jika nilainya dibawah Rp50 juta, maka perkara ini tidak boleh diteruskan," ujarnya, Kamis (2/10/2023). (*)