Kasus Korupsi Bimtek, Eks Kadis PMD Lampura Abdurahman Hadirkan Saksi Ahli Hukum Pidana
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Tim penasihat hukum (PH)
terdakwa Abdurahman CS eks Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD)
Kabupaten Lampung Utara menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari Fakultas
Hukum Universitas Lampung Heni Siswanto dalam agenda sidang pembuktian
keterangan saksi, di Pengadilan Negri (PN) Tanjung Karang, Kamis (4/1/2024).
Ahli Heni Siswanto yang dihadirkan oleh tim PH Abdurahman CS
untuk meringankan dakwaan dari Jaksa Penutup Umum (JPU). Abdurahman sebelumnya
didakwa menerima gratifikasi bimbingan teknis (Bimtek) Kepala Desa sebesar Rp25
juta.
Dalam menjawab pertanyaan tim penasihat hukum Heni Siswanto
mengatakan bahwa pejabat pemerintahan itu memiliki kewajiban untuk menjalankan
kegiatan, meskipun ada atau tidaknya anggaran dalam menjalankan kegiatan.
Dalam konteks kasus ini, eks Kadis PMD Lampung Utara
Abdurahman bersama dengan Kabid PMD Adi Saputra dibantu oleh Kasi Ngadiman
mengumpulkan dana dari sejumlah Kepala Desa (Kades) untuk mengadakan kegiatan
bimtek Kades.
"Pemberi hadiah atau penerima hadiah jika sesuai dengan
tupoksinya tidak masalah, apabila pemberian itu diluar dari tupoksinya maka itu
yang jadi bermasalah," kata dia dalam ruang sidang.
BACA JUGA: Kasus
Korupsi Dana Bimtek, Kadis PMD Lampura Minta Hakim Batalkan Dakwaan
Saat ditanya lagi oleh tim PH Abdurahman CS, apakah bila
suatu lembaga negara tidak memiliki biaya untuk mengadakan kegiatan namun
terdapat pihak lain yang memberikan biaya apakah hal itu diperbolehkan atau
tidak.
"Sepanjang kursi jabatanya itu sesuai tupoksi, maka dia
mempunyai kewenangan kegiatan itu harus jalan ada atau tidaknya anggaran. dalam
konteks ini Kepala Desa 'urunan' mengumpulkan uang untuk diajarkan," kata
dia.
Ahli juga menjelaskan, seorang pejabat pemerintahan tidak
boleh menerima hadiah dalam menjalankan tugasnya, karena pejabat negara telah
digaji oleh negara, namun dalam konteks ini penyuap yang meminta agar pejabat
yang menyelewengkan.
"Dalam kasus ini, penguasa itu diminta diselewengkan,
dan itu yang diinginkan oleh sang penyuap itu. Seharusnya pejabat itu tidak
boleh melakukan itu, tetapi karena ada pemberian ada janji maka pejabat itu
melakukannya," bebernya.
"Bapak ibu sekalian bisa melihat apakah pejabat ini
menjalankan atau tidak yang diminta oleh pihak ketiga ini. Kalau dia dijalankan
ini bukan tentang menerima hadiah atau tidak, karena uang operasional uang
jalan itu bukan hadiah, itu bagian dari pelaksanaan kegiatan itu. Jika pejabat
itu tidak hadir, jadi masalah diacara tersebut," tegasnya.
Sebelumnya, Kadis Abdurahman Kabid Adi Saputra dan Kasi
Pemdes Ngadiman DPMD Lampura diperkarakan atas dugaan tindak pidana korupsi
pada kegiatan Bimtek Pratugas Kades.
Yang mana pelaksanaan diikuti oleh 202 Desa dengan menyetorkan
uang sebesar Rp7.500.000 dari setiap Desa.
Bimtek Pratugas Kades dan Pembekalan wawasan kebangsaan se
Lampura itu dilaksanakan pada hari Sabtu-Minggu (26/27 Maret 2022) di Hotel
Harison Bandar Lampung.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk menambah wawasan dan pembekalan Kepala Desa dengan pemateri kegiatan berasal dari Bina Pemerintahan Desa Mendagri, Kasatgas DD, Kejari, Polres, Inspektorat Lampura dan IPDN Tim Pusdikter AD Ngamprah Bandung.
Abdurahman Minta Kasus Dihentikan Karena Korupsi di Bawah Rp
50 Juta
Saksi ahli hukum pidana Heni Siswanto dicecar pertanyaan oleh
majelis hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Diketahui Heni jadi saksi
ahli kasus dugaan korupsi bimbingan teknis (bimtek) pra tugas kepala desa
terpilih di Lampung Utara tahun anggaran 2022, Kamis (4/1/24).
Heni dihadirkan oleh penasehat hukum terdakwa Eks Kepala
Dinas PMD Lampung Utara Abdurahman CS.
Hakim, pada mulanya bertanya, apakah gratifikasi dan korupsi
ada batasan nominal jumlah dalam aspek hukum.
"Apakah gratifikasi ada nominal batasan, misalnya Rp 5
juta?," tanya hakim.
Menjawab pertanyaan tersebut, Heni Siswanto menegaskan bahwa
tidak ada batasan.
"Pelaku gratifikasi meski kurang dari lima juta, selama
memenuhi unsur gratifikasi, maka tetap terbilang gratifikasi," kata Heni.
Lanjut Heni, unsur tersebut ialah berkenaan dengan adanya
janji dan imbalan yang diberikan dan didapat penerima gratifikasi.
"Sehingga meski hanya Rp 5 juta jika unsur gratifikasi
sesuai, maka tetap gratifikasi, begitu yang mulia," jelas dia.
Pertanyaan itu diketahui merespon argumen penasehat hukum
pada sidang sebelumnya yang berpendapat proses hukum kasus itu bisa dihentikan
karena Abdurahman didakwa menerima gratifikasi hanya sebesar Rp 25 juta.
Dengan nominal itu, atau tepatnya korupsi di bawah Rp 50 juta
bisa mendapatkan keadilan restoratif justice sehingga tidak dibawa ke
pengadilan.
Sebelumnya diberitakan, penasihat hukum (PH) Abdurahman CS
meminta kasus yang menjerat kliennya dihentikan, karena menurutnya berdasarkan
surat dari Kejagung RI kasus korupsi yang merugikan negara dengan nilai dibawah
Rp50 juta harus dihentikan.
"Terdakwa ini hanya menyangkut masalah tipikor yang
nilainya hanya Rp25 juta. Padahal sesuai surat dari Kejagung RI jika nilainya
dibawah Rp50 juta, maka perkara ini tidak boleh diteruskan," ujarnya,
Kamis (2/10/2023). (*)
Berita Lainnya
-
Hadiri Pembukaan Turnamen Futsal Ardjuno Cup Bukit Kemuning, Arinal Djunaidi Janji Bangun Gedung Futsal Jika Terpilih
Rabu, 13 November 2024 -
Kasus Dugaan Penganiayaan, Pengacara Korban Desak Polisi Tetapkan Kades Mekar Asri Lampura Jadi Tersangka
Rabu, 30 Oktober 2024 -
Melalui Indibiz, Witel Lampung Berikan Solusi Integritas Sektor Pendidikan
Rabu, 30 Oktober 2024 -
Kasus Dugaan Penganiayaan Kades Mekar Asri Lampura, Korban Desak APH Bertindak Tegas
Jumat, 25 Oktober 2024