• Kamis, 28 November 2024

Terdakwa Hayati Divonis 5 Tahun di Kasus Korupsi Retribusi Sampah Bandar Lampung

Kamis, 21 September 2023 - 17.01 WIB
169

Terdakwa Hayati, saat menjalani sidang di PN Tanjungkarang, Kamis (21/9/2023). Foto: Yudi/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Terdakwa Hayati divonis 5 Tahun penjara, atau lebih tinggi dari tuntutan jaksa atas keikutsertaannya dalam perkara korupsi retribus sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2019-2021.

Persidangan digelar oleh Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang dengan agenda pembacaan putusan pada Kamis (21/9/2023) dimulai pukul 14.15 WIB.

Dalam perkara ini terdakwa Hayati yang merupakan bendahara pembantu pada DLH Bandar Lampung, mendapatkan vonis lebih tinggi dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dimana Hayati dituntut 4 tahun 6 bulan.

Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Lingga Setiawan dalam bacaannya menyatakan terdakwa Hayati terbukti bersalah telah melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Juncto Pasal 18 Ayat (1), Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Dengan menimbang hal yang memberatkan yakni tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, dan terdakwa tidak menjalankan tugas dengan sepatutnya," kata Majelis Hakim.

Baca juga : Sidang Korupsi Retribusi Sampah, Terdakwa Hayati Dituntut4 Tahun 6 Bulan Penjara

Kemudian hal yang meringankan dalam proses persidangan terdakwa berperilaku baik, terdakwa belum pernah di hukum dan terdakwa menyesali perbuatannya juga telah mengembalikan sebagian kerugian negara.

"Oleh karena itu, menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Hayati selama 5 tahun, dan denda sejumlah Rp200 Juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," kata Hakim dalam putusannya.

Meskipun telah divonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa, dalam hukuman pengembalian uang pengganti kerugian negara terdakwa hayati, Majelis Hakim membebankan terhadapnya uang pengganti yang lebih rendah dari tuntutan yakni sebesar Rp984 Juta dikurangi uang pengganti yang telah dikembalikan sebesar Rp108 Juta.

"Sehingga uang pengganti kerugian negara yang harus dibayat oleh terdakea yakni sebesar Rp 876 Juta paling lama satu bulan setelah putusan ini memperoleh hukum tetap, jika tidak dibayar maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pangganti tersebut, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mempunyai cukup harta maka digantikan denga penjara selama 1 Tahun dan 6 BulanBulan," jelas Majelis Hakim.

Kemudian Majelis Hakim menetapkan penangkapan dan penahanan yang telah dijalani dan menetapkan terdakwa tetap ditahan.

Mendengar putusan tersebut baik terdakwa Hayati dan Penasihat Hukumnya menyatakan menerima putusan tersebut. "Saya mnerima putusan tersebut yang mulia," kata Hayati.

Sementara Jaksa Penuntut Umum, Endang Supriadi di depan Majelis Hakim mengatakan pihaknya akan berpikir terlebih dahulu "Pikir-pikir dulu yang mulia," kata JPU Endang.

Sebelumnya oleh JPU terdakwa Hayati dinyatakan bersalah dan disangkakan telah melanggar Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Terdakwa Hayati dituntut dengan hukuman pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, kemudian diberikan hukuman tambahan yakni berupa denda sebesar Rp500 juta subsidaer 6 bulan kurungan penjara.

Dan juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran pengganti kerugian negara sebesar Rp1.747 miliar. Namun terdakwa hayati sudah menitipkan uang pengganti sebesar Rp108 Juta.

Akan tetapi karena terdakwa telah menitipkan sebagian uang pengganti tersebut, maka sisa yang harus dibayarkan yakni sebesar Rp1,639 miliar.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Lingga Setiawan dalam bacaannya menjatuhkan pidana penjara yang lebih tinggi dari tuntutan Jaksa. (*)