• Rabu, 27 November 2024

Dampak El Nino, 592 Hektar Sawah di Pringsewu Kekeringan

Selasa, 05 September 2023 - 16.34 WIB
232

Poniem, Warga Podosari, saat menunjukkan hasil panen padi yang berkualitas buruk. Foto: Manalu/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Pringsewu - Fenomena El Nino (cuaca ekstrim) yang terjadi akibat peningkatan suhu permukaan air di Samudera Pasifik Tengah dan Timur berdampak terhadap kekeringan yang mengakibatkan menurunnya kualitas dari tanaman.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena El Nino di Indonesia akan bertahan hingga Desember 2023.

Di Kabupaten Pringsewu, meskipun terdapat lahan pertanian yang mengalami keringanan namun di perkirakan tidak berpotensi mengalami gagal panen. Meski demikian kurangnya air pada masa generatif padi dapat menurunkan produktivitas padi.

Sekretaris Dinas Pertanian Pringsewu, Mariyanto mengatakan, luas lahan sawah yang terdampak kekeringan seluas 592 hektar (4,7 persen) dari total luas tanam pada musim gadu seluas 12.525 hektar.

"Sampai sejauh ini luas lahan yang terdampak kekeringan tersebut tidak berpotensi mengalami gagal panen," ujar Maryanto, saat dikonfirmasi, Selasa (5/9/2023).

Baca juga : Irigasi Kering, Petani di Metro Pusat Gagal Panen

Menurut Maryanto, produksi padi pada musim tanam rendeng 2023 mencapai 80.182 Ton gabah kering giling (GKG), dan pada musim tanam gadu 2023 diperkirakan mencapai 64.623 Ton GKG.

"Produktivitas padi pada musim rendeng umumnya mencapai 5,5 s.d 5,8 ton/ha dan pada musim gadu produktivitas padi sebesar 4,9 ton sampai dengan 5,2 ton per hektar," katanya.

Guna antisipasi terhadap kekeringan, petani berupaya memanfaatkan sumur bor dan embung sebagai salah satu sumber air untuk mengairi sawah.

"Kerugian yang dirasakan petani pada musim kemarau salah satunya menurunnya produktivitas padi yang diperkirakan  mencapai 0,5 ton GKG per hektar," jelasnya.

Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pertanian memberikan solusi, salah satunya adalah dengan melakukan sosialisasi percepatan tanam untuk mengubah pola tanam pada musim tanam rendeng dan gadu sehingga budidaya tanaman padi terhindar dari puncak kemarau di bulan Agustus - September.

"Jadi langkah yang harus dilakukan petani antara lain melakukan percepatan tanam, melakukan mekanisasi pertanian mulai dari pengolahan tanam hingga panen untuk memangkas waktu budidaya tanaman," tukasnya.

Sementara salah satu petani yang merasakan dampak musim kemarau adalah Poniem (57) warga Pekon Podosari, Kecamatan Pringsewu mengungkapkan, akibat musim kemarau hasil panen padi dari sawah yang dia garap menurun drastis.

"Saya punya sawah 1/4 hektar, sebelum kemarau dapat 20 kandi (karung), tapi sekarang ini hasilnya cuma 6 karung," kata Poniem.

"Kalau musim kemarau seperti ini, tikus juga jadi leluasa menggerogoti tanaman padi," ujarnya.

Sementara itu, musim kemarau juga berdampak kepada petani ikan tawar. Seperti yang diutarakan Bambang Warga Pagelaran, Kabupaten Pringsewu.

"Kami kesulitan untuk  pembibitan ikan karena kekurangan pasokan air, dan saat ini sudah banyak kolam ikan yang mengalami kekeringan akibat kemarau," tutupnya. (*)