• Senin, 07 Oktober 2024

Lampung Peringkat 2 Politik Uang Tertinggi, Pengamat: Pengawasan Bawaslu Belum Efektif

Senin, 14 Agustus 2023 - 17.38 WIB
175

Ilustrasi

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) merilis 5 provinsi dengan praktik politik uang paling tinggi. Provinsi Lampung masuk pada peringkat ke-2.

Menanggapi hal itu, berbagai pihak memiliki pandangan masing-masing soal politik uang tersebut.

Pengamat politik FISIP Universitas Lampung (Unila) Syarif Makhya mengatakan, bahwa pemeringkatan yang dilakukan oleh Bawaslu RI yang menempatkan Lampung masuk ke peringkat ke-2 politik uang terbanyak menunjukkan pengawasan Bawaslu Lampung belum efektif.

"Pencegahan politik uang tidak efektif. Bawaslu RI memberi nilai Lampung nomor 2 sebagai provinsi yang rawan terhadap politik uang pada pemilu 2024. Modusnya antara lain dalam bentuk pemberian langsung, memberi barang dan memberikan janji. Ini bentuk konkrit kalau selama ini pencegahan yang dilakukan Bawaslu tidak efektif," tegasnya. Senin (14/8/2023).

Syarif menjelaskan, terdapat tiga faktor yang mendorong terjadinya politik uang, yaitu hak pilih masyarakat terutama dilapisan masyarakat bawah, cenderung tidak otonom dalam menentukan hak politiknya, mereka tidak mandiri dan begitu mudah dipengaruhi oleh pemberian uang atau janji-janji politik.

BACA JUGA: Duh! Lampung Peringkat ke-2 Paling Rawan Politik Uang di Pemilu 2024

"Kedua, tidak ada pendidikan politik untuk masyarakat untuk mencerdaskan pemilih, sehingga pengetahuan politiknya sangat rendah  dan perilakunya sangat pragmatis. Ketiga, persaingan politik menjadi liar, tidak adil dan brutal pada akhirnya sangat ditentukan oleh kekuatan politik uang," ujarnya.

Di lain pihak, Ketua Bawalsu Provinsi Lampung Iskardo P Panggar mengatakan, politik uang adalah racun demokrasi, ia mengajak kepada partai politik untuk fokus terhadap visi misi dan program yang ditawarkan kepada masyarakat.

"Bawaslu Lampung memperkuat gerakan anti politik uang dengan memperkuat pengawasan partisipatif dengan sebanyak-banyaknya stakeholder, semisal sudah melakukan MoU dengan 49 lembaga dan akan terus ditingkatkan," ujar Iskardo saat dihubungi Senin (14/8/2023).

Hal itu dilakukan kata Iskardo, agar edukasi baik ke kontestan dan konstituen benar-benar massif terhadap bahayanya politik uang.

"MUI juga sudah mengharamkan adanya politik uang dalam kontestasi politik," tandasnya.

Sementara Koordinator Divisi Partisipasi Masyarakat (Parmas) KPU Provinsi Lampung Antoniyus mengatakan, fenomena politik uang memang telah sejak lama ada di Provinsi Lampung.

Hal itu terjadi katanya, karena baik masyarakat ataupun kontestan pemilu Caleg, Cagub atau bahkan Capres masih memilih politik uang sebagai cara dalam berpolitik.

"Fenomena politik uang itu bukan hanya muncul pada kali ini saja tetapi ini sudah lama di Lampung.  Ini persoalan integritas dari pemilih dan juga peserta pemilu. Para Caleg dan Calon Kepala Daerah dalam turun kelapangan bukan mencari simpati melainkan dengan memberikan secara pragmatis," tandasnya.

"Hal ini setali tiga uang dengan masyarakat. Disatu sisi calon ini melalukan praktik money politik, disisi lain masyarakat menerima itu," tandasnya lagi.

Selain itu, penyebab lain kata Anton juga penegakan hukum hampir tidak ada yang bisa diproses karena money politik.

"Oleh karena itu apa yang harus dilakukan KPU? dengan cara melakukan sosialisasi pendidikan pemilih mengajak kepada masyarakat untuk mengedepankan integritas dalam memilih, jika ingin demokrasi yang melahirkan pemimpin berkualitas maka masyarakat jangan memilih yang memberi uang," tandasnya.

Ia menuturkan, partai politik juga Cagub, Caleg, Capres harus simpati pada persoalan perbaikan demokrasi. Dengan tidak mengajarkan masyarakat secara pragmatis yang efeknya menjadi politik berbiaya mahal.

"Yang memberikan efek apabila sudah terpilih akan mencari keuntungan diluar hak dan kewajiban mereka," tutupnya.

Kemudian Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPW PKS Lampung Aep Saripudin mengatakan, penyabab tingginya politik uang di Lampung karena faktor kemiskinan yang tinggi.

"Penyebabnya tingkat kemiskinan yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah. Pemerintah dan steakholder lainnya harus terus memberikan pendidikan politik secara intensif kepada masyarakat, khususnya masyarakat perdesaan," ucapnya.

Hal yang menjadi masalah kata Aep soal aturan tegas mengenai money politik, bahwa saat ini laporan politik uang kerap bertumburan dengan waktu yang terbatas.

"Itu juga menjadi problem, aturannya tidak tegas memberi sanksi bagi pelaku politik uang dan kadaluarsanya laporan politik uang karena berbatas waktu," tutupnya. (*)

Video KUPAS TV : Lintasan Baru Uji Praktek Sim C Mulai Diberlakukan