• Senin, 07 Oktober 2024

Duh! Lampung Peringkat Ke-2 Paling Rawan Politik Uang di Pemilu 2024

Minggu, 13 Agustus 2023 - 13.02 WIB
301

Koordiv Pencegahan Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI Lolly Suhenty saat menjelaskan provinsi paling rawang politik uang lewat kenal Youtube Bawaslu. Foto: Yudha/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) mencatat ada 5 provinsi di Indonesia dengan tingkat kerawanan politik uang paling tinggi.

Koordiv Pencegahan Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, ke-5 provinsi itu diantaranya peringkat pertama Provinsi Maluku Utara, peringkat kedua Lampung, peringkat ketiga Jawa Barat, peringkat keempat Banten, peringkat kelima Sulawesi Utara.

Hal itu disampaikan oleh Lolly dalam acara launching pemetaan kerawanan pemilu dan pemilihan serentak 2024 tematik "isu strategis politik uang", yang berlangsung di Bandung dan ditayangkan secara daring lewat Youtube resmi Bawaslu RI, Minggu (13/8/2023).

"Ini tindak lanjut indeks kerawanan pemilu (IKP) tahun 2022. Dulu kita keluarkan itu untuk menjadi payung besar mitagsi resiko pemilu 2024. Lalu kenapa keluar IKP tematik? karena peraturan tidak berubah tetapi modus semakin beragam. Untuk pemetaan kerawanan pemilu 2024, kita sudah menemukan benang merah kenapa ini harus spesifik," ujar Lolly saat memaparkan penjelasanya dikutip dalam live Youtube resmi Bawaslu RI.

Loly menjelaskan, politik uang menjadi 1 dari  5 isu terbesar kerawanan pemilu dan pemilihan tingkat provinsi.

Ke-5 isu itu diantaranya pertama putusan sanksi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ada 27 perkara. Kedua, gugatan hasil pilkada dan pemilu 26 perkara. Ketiga, pemungutan suara ulang (PSU) 25. Keempat, netralitas aparatur sipil negara (ASN) 22. Kelima, politik uang 22 kasus.

"Di tingkat Kabupaten/Kota isu netralitas ASN 347 kasus, PSU 272 kasus, putusan DKPP 271 kasus, gugatan hasil pilkada 266 kasus. Politik uang menempati posisi ke-5 dengan 256 kasus," ujarnya.

Lolly mengungkapkan terdapat 3 modus utama yang dilakukan oleh pelaku politik uang yaitu dengan cara pemberian langsung, memberi barang, dan memberikan janji.

"Dalam memberi langsung biasanya pembagian uang dengan imbalan memilih, atau voucher kisaran Rp20.000-Rp200.000 yang terjadi pada pemilu 2019 dan pilkada 2020," ungkapnya.

"Pada konteks memberi barang, ada pembagian alat ibadah dengan syarat harus memberikan fotocopy KTP syarat harus memilih bahkan sampai pembagian alat potong mesin rumput," ungkapnya lagi.

Lalu pada konteks memberi janji uang/barang saat masa tenang, menjanjikan pembangunan wilayah, menjanjikan jasa-jasa kepada para pemilih.

Untuk pelaku politik uang itu kata Lolly ada 4 kategori yakni kandidiat, ASN, penyelenggara adhoc, dan simpatisan pendukung.

"Tentunya semakin banyak modus pemberian uang ini, kesulitan kita menangani adalah sulitnya pembuktian dan waktu penanganan terbatas. Ditambah dengan tekanan netizen apalagi saat sudah viral," tutupnya.

Sementara anggota DKPP RI Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, persoalan politik uang bukan hanya dihadapi oleh peserta dengan pemilih, tetapi persoalan bersentuhan langsung antara peserta dan penyelenggara. Sehingga perosalan politik uang tidak mudah untuk diselesaikan.

"Apalagi saat kita indentifikasi politik uang Ini bukan hanya sesuatu yang bersifat empirik, tetapi bersinggungan dengan norma-norma politik uang yang memang belum terselesaikan. Dalam penanganan pelanggaran politik uang, tidak bisa kita lakukan jika tidak ada aturan yang mengatur hal-hal tersebut," ungkapnya.

Problem tersebut kata Ratna, telah ditemukan sejak pemilu 2019, dan telah dilakukan advokasi kepada DPR RI dengan harapan pemilu 2024 kualitas akan lebih baik karena regulasi lebih baik.

"Beberapa permasalahan dalam UU 7 tahun 2017 demikian juga UU 10 tahun 2016 sudah diperbaiki. Jadi tugas kita mengimplementasikan aturan bisa bekerja dengan baik. Pengawas pemilu harus punya regulasi yang kuat agar bisa dipertanggung jawabkan," ujarnya.

Menurut Ratna, hal ini menarik untuk didiskusikan dengan kelemahan aturan undang-undang, bagaimana untuk tetap memastikan isu politik uang di tahun 2024 bisa diatasi bersama-sama dan kekhawatiran tidak terjadi karena ada pemetaan kerawanan politik uang yang dilakukan.

"Meskipun tidak bisa kita pungkiri bahwa daerah dengan kemiskinan tinggi potensi politik uang juga tinggi," tutupnya. (*)

Video KUPAS TV : Revitalisasi Pasar Gintung, Dinas Perdagangan Mulai Mendata Pedagang