Densus 88 Bawa 2 Oknum Brimob Lampung ke Mabes Polri, Ken Setiawan: Anggota Polri Terpapar Terorisme Bukan Hal Baru

Ilustrasi
Kupastuntas.co, Bandar
Lampung - Densus 88 Anti Teror membawa dua oknum Brimob Polda Lampung yang
diduga pemasok senpi dan amunisi ke terduga teroris IT ke Mabes Polri
Jakarta. Keduanya masih akan dilakukan pemeriksaan secara intensif.
Pemeriksaan dilakukan
untuk mendalami sejauh mana keterlibatan keduanya dalam jaringan terorisme.
Sumber Kupastuntas.co di
Polda Lampung mengatakan, kedua oknum Brimob Polda Lampung yang sempat
diamankan dan diperiksa di Mako Brimob Polda Lampung sudah dibawa ke Mabes
Polri Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
“Keduanya sudah langsung dibawa ke Jakarta oleh Tim Densus 88. Biasanya memang seperti itu, setiap terduga teroris atau pihak lain yang diduga terlibat terorisme akan dibawa ke Mabes Polri untuk diperiksa lebih detail,” kata sumber ini, Selasa (15/11) malam.
Sumber ini
mengungkapkan, setelah pemeriksaan yang dilakukan cukup, baru akan dilakukan
ekspos kepada publik terkait kasus yang sedang ditangani. “Kalau pemeriksaan
sudah selesai, baru kemudian dilakukan ekspos. Kemungkinan ekspos akan
dilakukan setelah perhelatan KTT G20 selesai,” ujarnya.
Kepala Biro Penerangan
Masyarakat (Karopenmas) Mabes
Polri, Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan, saat ditelepon pada Selasa malam
(15/11) tidak menjawab.
Sementara
itu, Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Nurul Azizah kepada wartawan
mengatakan, pihaknya hingga kini masih berkomunikasi dengan Densus 88 Anti
Teror. "Belum ada infonya," ujar Kombes Nurul Azizah, Selasa (15/11).
Nurul
mengungkapkan, pihaknya tengah berupaya menyelidiki informasi tersebut. Dia
menjelaskan, informasi keterlibatan oknum anggota Brimob Polda Lampung ke
terduga teroris itu masih belum diterima. "Kami sudah mintakan
update-update, tetapi belum pada masuk," jelasnya.
Pendiri Negara Islam
Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, mengatakan fenomena anggota polisi
terpapar paham terorisme bukan hal baru. Ken mengatakan, banyak kasus terorisme
yang melibatkan oknum aparat kepolisian seperti Sofyan Tsauri. Bahkan ada
anggota polisi di Jambi yang bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan
Suriah (ISIS).
Ken menjelaskan,
berbagai latar belakang yang menyebabkan anggota polisi terpapar terorisme,
seperti faktor pertemanan sampai belajar dengan guru yang
salah.
Menurut Ken, dua oknum
anggota polisi di Lampung yang ditangkap oleh Densus 88 Antiteror Polri diduga
merupakan jaringan lama seperti bom Bali.
Ia menerangkan, keduanya
terpapar terorisme dikarenakan faktor pergaulan dan bisa juga karena faktor
ekonomi.
“Tidak mungkin dia
menyerahkan senjata begitu saja dengan orang yang tidak jelas. Paling tidak dia
sudah berafiliasi secara pemikiran lewat pertemanan. Pasti ada unsur
kepercayaan,” ujar Ken, Selasa (15/11) malam.
Ken mengungkapkan,
aparat penegak hukum menjadi target bagi para teroris agar dapat menguasai
persenjataan. Sebab, untuk melakukan kudeta mustahil tanpa aparat.
“Orang yang terafiliasi
dengan jaringan terorisme orientasinya adalah kekuasaan, dan salah satu cara
merebut kekuasaan dengan mudah yaitu lewat kudeta. Dan cara untuk kudeta yaitu
minimal dia berinteraksi dengan aparat sehingga memiliki akses senjata. Akses
senjata ini berbahaya sekali,” ungkapnya.
Ken menyarankan, harus
ada ketegasan dari pimpinan Polri untuk melakukan pembinaan terhadap
personelnya di lapangan. Sebab, menurutnya, tugas polisi memberantas
kemungkaran sudah dinilai jihad.
“Pimpinan di tingkat
Polri ini harus mengevaluasi, paling tidak ada pembinaan bagaimana seorang
aparat hidup bermasyarakat, bagaimana batasan-batasannya,”
ucapnya.
Ia berharap, seorang polisi cukup menjadi sosok yang melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. “Ini yang tidak dipahami karena berguru dengan orang yang salah, berteman dengan orang yang salah, sehingga ia terpapar terorisme sampai melawan pimpinan karena dianggap pimpinannya tidak satu pemahaman,” pungkasnya.
Pengamat Hukum Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, mengatakan Polri harus melakukan skrining ke personel lainnya untuk mendeteksi secara dini apakah masih ada yang terlibat jaringan terorisme atau tidak. Sehingga tidak mencederai dan merusak institusi Polri.
"Tindakan pemberantasan tidak hanya dilakukan terhadap pihak luar, penting juga menyasar pihak internal khususnya institusi kepolisian. Jangan sampai Polri yang seharusnya sebagai garda terdepan memberantas terorisme, radikalisme dan intoleransi, justru secara internal malah disusupi dan terpapar," ucapnya.
Menurut Yusdianto, institusi Polri perlu berbenah dan membuat formula khusus untuk memastikan anggota-anggotanya tidak ada lagi yang terpapar terorisme.
Ia mengungkapkan, Polri sudah semestinya melakukan antisipasi secara masif untuk mencegah paham-paham terlarang menyusupi personel Polri.
"Perlu kerja keras dari institusi Polri untuk benar-benar membersihkan dan menelusuri apakah yang diduga terlibat hanya dua orang saja atau ternyata sudah masuk ke semua jenjang institusi Polri," ujarnya.
Yusdianto menegaskan, jika memang dua oknum polisi tersebut terlibat dalam terorisme, harus diberikan tindakan tegas hingga hukuman setimpal.
"Kalau memang terlibat saya kira tidak hanya diberhentikan dari institusi Polri, tetapi perlu juga diberikan hukuman yang setimpal seperti pidana," imbuhnya.
Menurut Yusdianto, Polri perlu melibatkan BNPT untuk mencegah agar paham-paham terlarang tidak menyusupi anggotanya. (*)
Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi, Rabu 16 November 2022 dengan judul "Densus 88 Bawa 2 Oknum Brimob Lampung ke Mabes Polri"
Berita Lainnya
-
Kejati Tetapkan Subandi Bachri Tersangka Korupsi Proyek Gerbang Rumah Dinas Bupati Lamtim
Senin, 16 Juni 2025 -
Faishol Djausal dan Taufik Hidayat Kembalikan Berkas Pendaftaran Ketua Umum KONI Lampung
Senin, 16 Juni 2025 -
Lima Remaja Ditetapkan Tersangka Kasus Tawuran Bersenjata di Bandar Lampung
Senin, 16 Juni 2025 -
Program Magister Administrasi Pendidikan FKIP UNILA Kunjungi Komisi V DPRD Lampung Bahas Isu Pendidikan
Senin, 16 Juni 2025