• Jumat, 22 November 2024

IRCOM, Merawat di Hulu Memanen di Hilir, oleh Septa Riadi S. TP, MM, M. Si

Selasa, 16 Agustus 2022 - 17.34 WIB
253

Septa Riadi S. TP, MM, M. Si, Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. IPB University. Foto: Dok.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Tidak dapat dipungkiri, indonesia telah ditakdirkan tuhan sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan lebih dari 17.000 pulau besar, maupun kecil, baik yang berpenghuni dan tidak berpenghuni telah membentuk negeri ini menjadi negara bahari.

Sebagai negeri bahari, faktor-fakor lingkungan yang terdiri dari berbagai ekosistem telah menjadi suatu keterpaduan. Di hulu, kita memiliki ekositem hutan hujan tropis dengan segala keanekaragamnan hayatinya.

Dari ekosistem hutan hujan tropis ini menghasilkan ribuan sungai besar dan kecil dan juga membentuk ekosistem tersendiri pada akhirnya sungai-sungai tersebut bermuara ke laut. Di antara lautan dan daratan terdapat ekosistem yang menjadi penyangga yaitu ekosistem pesisir.

Menurut Guru Besar Ekonomi Sumberdaya Kelautan IPB University, Prof. Dr. Ir Tridoyo Kusumastanto, M.S, wilayah pesisir merupakan wilayah yang memiliki atribut yang khas dan memiliki karakter tersendiri.

Ekosistem pesisir memiliki karakter yang kompleks, dimana di dalamnya berlangsung hubungan timbal balik antar komponen penyusun ekosistem terestrial maupun laut.

Baca juga : Menjaga Hutan Menjaga Dunia, oleh Septa Riadi S. TP, MM, M. Si

Hal ini dapat dimengerti mengingat letak wilayah pesisir yang merupakan pertemuan antara sistem daratan dengan sistem perairan laut. Pertemuan antara ekosistem daratan dan lautan inilah yang menyebabkan keragaman ekologi wilayah pesisir menjadi sangat tinggi.

Selain memiliki karakter darat dan laut, wilayah pesisir juga memiliki kekhasan endemik wilayah pesisir yang tidak dijumpai di ekosistem daratan maupun lautan.

Setidaknya tercatat beberapa ekosistem penting di kawasan pesisir, antara lain, ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan rawa pantai, estuaria, terumbu karang, padang lamun, lahan basah, pantai lumpur, pantai berbatu dan ekosistem pelagis dangkal.

Ke seluruh ekosistem tersebut menyimpan sumberdaya hayati yang besar dan sekaligus rentan terhadap perubahan yang melebihi kapasitas daya dukungnya.

Secara historis-demografis, kawasan pesisir merupakan kawasan yang telah lama dihuni oleh manusia, dikarenakan letaknya yang strategis dan subur.

Kawasan pesisir selain menyimpan sumberdaya hayati yang tinggi juga menyediakan berbagai jasa lingkungan, seperti sebagai areal pelabuhan, jalur transportasi, kawasan industri.

Kemudian kawasan pariwisata dan rekreasi, kawasan tambak dan tempat pembuangan limbah. Salah satu kawasan pesisir yang perlu segera mendapat perhatian karena tekanan yang tinggi untuk kepentingan ekonomi adalah delta, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengelolanya secara berkelanjutan.

Namun ekosistem pesisir sangat bergantung dengan ekosistem yang ada di hulu, terutama sungai dan juga hutan atau pemukiman yang ada di sekelilingnya.

Tingginya pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang terjadi dengan sangat masif di berbagai kota di Indonesia telah menyebakan kerusakan daerah penyangga, kerusakan hutan di sekitar sungai telah menyebabkan erosi dan pendangkalan sungai-sungai.

Selain itu, limbah dan sampah rumah tangga dan pabrik secara masif juga telah mencemari sungai-sungai yang ada, sehingga berefek kepada ekosistem pesisir.

Ekosistem pesisir teridiri dari berbagai habitat antar Mangrove, lamun dan juga habitat terumbu karang. Kerusakan ekositem di hulu, secara langsung dan tidak langsung telah menyebakan keruskan ekosistem di hilir.

Laju deforestasi hutan mangrove telah meningkat ratusn persen setiap tahunnya yang secara masif telah meningkatkan abrasi pantai. Data terakhir menyebutkan bahwa laju abrasi pantai telah meningkat 10 kali lipat.

Selain itu, deforetas juga telah menyebabkan intrusi air laut kesumur-sumur penduduk di wilayah pesisir. Yang tidak kalah pentingnya adalah efek ekonomi yang hilang karena menurunnya kualitas sumberdaya hayati.

Mangrove, lamun dan terumbu karang merupakan tempat bertelur, memijah, tempat ikan mencari makan dan  tempat pengasuhan ikan  sehingga berpengaruh kepada jumlah stock ikan yang  dapat dipanen oleh nelayan.

Pendekatan Pengelolaan Berbasis  IRCOM (Integrated River Basin, Coastal and Ocean Management)

IRCOM adalah manajemen pengelolaan sungai, pesisir dan lautan secara terpadu. IRCOM tidak terlepas dari pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), maupun pengelolaan wilayah laut dan lautan yang memeiliki keterkaitan ekologis.

Konsep dasar dari IRCOM ini adalah, bahwa dalam pengelolaan pesisir, kondisi ekologi, ekonomi dan sosial yang dikaji tidak hanya wilayah pesisirnya saja, tetapi juga kondisi yang sama untuk wilayah DAS, karena justru sebagian besar limbah dan partikel tersuspensi yang masuk ke wilayah pesisir berasal dari DAS.

Limbah dan partikel tersuspensi tersebut tidak saja terbawa oleh aliran air pada saat hujan, tetapi secara terus menerus dibuang ke sungai melalui saluran pembuangan limbah, sehingga andilnya sangat besar terhadap pencemaran yang terjadi di wilayah delta.

Selain hal itu, pengelolaan pesisir juga dipengaruhi oleh aktivitas laut atau lautan diantaranya arus, gelombang, polusi maupun bencana yang berasal dari laut dan lautan, perubahan permukaan laut, sehingga perspektif pengelolaan pesisir harus mempertimbangkan laut atau lautan sebagai faktor penting bagi keberhasilan pengelolaan (Kusumastanto, 2008).

Melalui IRCOM, tidak saja akan diketahui tingkat pencemaran yang terjadi di wilayah pesisir, tetapi juga akan diketahui proses-proses alami yang terjadi di sekitar DAS seperti siklus air, transfer material dan energi yang terjadi di sekitar DAS serta pengaruhnya pada wilayah pesisir.

Selain itu, akan diketahui pula aktivitas-aktivitas manusia yang berada di sekitar DAS dan wilayah pesisir yang mempengaruhi proses-proses alami yang terjadi seperti urban development (perumahan, industri dan sebagainya), rural activities (kehutanan, peternakan, pertanian, perikanan, dan sebagainya), serta infrastruktur (irigasi, bendungan, pintu air dan dam).

Dari sisi laut dapat diketahui dan sekaligus direncanakan berbagai implikasi dari kegiatan ekonomi maupun aktivitas laut seperti gelombang, arus serta berbagai aspek perubahan laut yang diakibatkan oleh perubahan iklim (kenaikan level air laut) serta mitigasi bencana yang diakibatkan gempa di laut (dampak tsunami), polusi yang berasal dari laut/lautan.

Pendekatan IRCOM bukan pendekatan yang instan dan singkat, tetapi merupakan sebuah pendekatan yang terintegrasi, menyeluruh dan rinci, karena meliputi beberapa proses perencanaan pengelolaan lingkungan yang mendetail.

Dalam konsep IRCOM, dilakukan beberapa tahapan antara lain analisis kondisi eksisting, identifikasi konflik dan peluang, identifikasi tujuan dan alternatif pengelolaan lingkungan untuk rencana aksi, pengembangan strategi, implementasi dan monitoring serta evaluasi. 

Dengan demikian, maka penanganan permasalahan melalui pendekatan IRCOM sangat penting sekali dilakukan, sehingga akar permasalahan tentang pencemaran air, kondisi alam dan dinamika fisik persebaran bahan pencemar, jenis-jenis pencemaran, penyebab pencemaran dan efek dari pencemaran terhadap mahluk hidup diharapkan dapat terjawab melalui pendekatan ini.   

Sehingga, langkah-langkah yang dapat diambil (effective prevention measures) sebagai sebuah jawaban terhadap penyelesaian permasalahan degradasi pesisir dapat dilaksanakan dengan tepat. 

Pengelolaan yang terpadu antara kawasan pesisir, DAS dan lautan dibutuhkan agar pemanfaatan secara optimal sumberdaya delta dapat dilakukan. Pengelolaan kawasan pesisir, DAS, lautan secara terpadu akan mengkaitkan sistem alam, ekonomi, dan lingkungan serta proses ekologi sehingga tekanan terhadap ekosistem kawasan pesisir, DAS dan laut  yang terkait dengan delta dapat dilakukan secara terintegrasi. (*)