• Kamis, 28 Maret 2024

Komnas HAM Ungkap Bukti Baru di Perkara Brigadir J: Tidak Ada Saksi Hingga Dugaan Kesengajaan CCTV Rusak

Jumat, 05 Agustus 2022 - 17.30 WIB
500

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik. Foto: Dok.detikcom

Kupastuntas.co, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik menyebut tidak ada saksi melihat dugaan pelecehan seksual dari Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, dan dugaan pelecehan masih belum diyakini.

Sebagai penyelidik Komnas HAM bertanya-tanya ada apa? dan Komnas HAM juga mengaku tidak mau menuduh sembarangan.

"Tapi kami menduga, ada yang tidak logis begitu. Kami belum yakin ada Pelecehan, jadi saksi yang menyaksikan penodongan itu tidak ada. Makanya kami juga belum bisa meyakini apakah terjadi pelecehan seksual atau tidak," kata Taufan, dalam diskusi secara Daring, Jumat (5/8/2022).

Dikutip dari detik.com, dugaan pelecehan seksual itu belum bisa dipastikan apakah benar ada atau tidak. Namun Komnas HAM berharap tidak ada penghakiman lebih awal terhadap para pihak diduga terlibat kasus tersebut.

"Nah itu soal kekerasan seksual atau dugaan pelecehan seksual. Semua belum bisa memastikan apakah itu terjadi atau tidak. Makanya saya bilang jangan disebarkan apapun dulu, judgement-nya, kalau menduga oke," ujarnya.

Ia menlanjutkan, namun jika istri Ferdy Sambo tetap diperlakukan sebagai korban dugaan pelecehan seksual, hal itu merupakan amanah dari UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Walaupun kami katakan dalam standar hak asasi internasional yang itu juga diatur oleh Undang-undang TPKS kita, seseorang yang diduga atau dia mengaku atau dia sudah mengadu bahkan sebagai korban pelecehan seksual, meski kita belum bisa mengatakan itu benar atau tidak, dia tetap harus diperlakukan sebagaimana layaknya seorang korban," ujarnya.

Taufan mengusulkan penyidik mendatangkan tim psikologi independen untuk menguji kondisi istri Ferdy Sambo. Hal itu bisa dilakukan karena sudah tiga minggu.

"Kita bisa mengusulkan, tadi malam saya katakan, sebetulnya penyidik sudah bisa mendatangkan tim psikologi independen untuk menguji ulang apa benar dia mengalami PTSD, Post Traumatic Stress Disorder, itu. Apa benar dia alami itu karena sudah tiga minggu," jelasnya.

"Kalau benar ya harus dihormati hak-haknya. Tetapi kalau ternyata tidak, ya maka bisa dimulai pemeriksaan terhadap dirinya termasuk dipanggil oleh Komnas HAM untuk mengetahui ada tidaknya pelanggaran hak asasi, kekerasan seksual itu," timpalnya.

Baca juga : Hambat Pengusutan Perkara Brigadir J, Kapolri Copot Tiga Jenderal Propam Polri

Komnas HAM juga memiliki bukti baru yang menunjukkan Irjen Ferdy Sambo tiba sehari lebih awal di Jakarta ketimbang rombongan istrinya. Bukti tersebut membantah kronologi yang sebelumnya didapat, yaitu mereka tiba pada hari yang sama dan hanya berselang beberapa menit.

"Awalnya kan kita kira sama harinya. Tapi ternyata setelah kita telusuri, kita dapat bukti yang lebih baru. Bukti terbaru itu menunjukkan pulangnya Ferdy Sambo satu hari sebelumnya dengan pesawat," ucap Taufan, dikutip dari kompas.com, Kamis (4/8/2022).

Taufan menjelaskan, Ferdy Sambo tiba di Jakarta pada Kamis (7/7/2022), sehari sebelum peristiwa kematian Brigadir J. Ferdy Sambo bertolak ke Jakarta setelah merayakan peringatan hari pernikahannya dengan sang istri di Magelang, Jawa Tengah.

Adapun istrinya tiba di Jakarta sehari setelah Ferdy Sambo, tepatnya pada hari nahas itu terjadi, yaitu Jumat (8/7/2022), bersama rombongan, termasuk Brigadir J dan Bharada E.

"Yang kami dapatkan tanggal 7 Juli pagi, yang pasti Sambo dan istri)tidak bersama seperti yang selama ini seolah mereka satu rombongan, itu clear," papar Taufan.

Taufan juga menyebut, bukti baru tersebut berhasil dikumpulkan Komnas HAM dari foto-foto kegiatan Ferdy Sambo bersama istri dan para ajudannya di Magelang.

Dari foto tersebut juga terlihat bahwa di Magelang tidak ada masalah apa pun dan semua baik-baik saja sampai tiba di Jakarta.

"Di Magelang tidak terlihat ada masalah apa-apa, mereka rombongan mobil berangkat baik-baik saja, ter-cover semua dalam CCTV," tutur Damanik.

Baca juga : Mabes Polri Amankan 4 Perwira, Diduga Hilangkan Barang Bukti di Perkara Brigadir J

Selain itu, Komnas HAM juga menduga ada unsur kesengajaan soal rusaknya CCTV di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo yang jadi tempat kejadian perkara (TKP) penembakan Brigadir J atau Yosua Hutabarat.

Taufan pun menduga telah terjadi tindakan menghalangi proses hukum atau obstruction of justice dalam kasus penembakan itu. Menurutnya, keterangan berbeda-beda soal rusaknya CCTV itu menjadi indikasi.

"Kok bisa dikatakan rusak dengan keterangan yang berbeda satu dengan lainnya. Yang satu bilang disambar petir, ADC (aide-de-camp/ajudan Ferdy Sambo) bilang sudah rusak sejak lama. Sekarang sudah ada indikasi kuat unsur kesengajaan. Bisa disebut sebagai dugaan obstruction of justice, upaya melawan hukum yang mengganggu proses penegakan hukum," tambahnya.

Taufan menjelaskan, CCTV menjadi barang bukti penting dalam mengungkap peristiwa penembakan Brigadir J. Ia menuturkan klaim polisi soal insiden saling tembak Brigadir J dengan Bharada E perlu dibuktikan.

"Untuk memastikan apakah benar ada tembak-menembak antara Bharada E dengan Yosua? Apakah hanya mereka berdua saja atau bagaimana sesungguhnya peristiwa itu terjadi," ujar dia.

Adapun menurut klaim polisi, penembakan itu berawal dari dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Sambo. Bharada E disebutkan mengetahui peristiwa itu karena istri Sambo berteriak dari dalam rumah.

Brigadir J melepaskan tembakan yang kemudian dibalas oleh Bharada E. Brigadir J pun tewas dalam peristiwa itu.

Saat ini, Komnas HAM melakukan penyelidikan independen terkait penembakan tersebut. Sejumlah pihak, termasuk para ajudan dan ART di rumah dinas Sambo, sudah diperiksa Komnas HAM.

Untuk diketahui, baku tembak yang menewaskan Brigadir Yoshua terjadi di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo di kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sore.

Polisi menyebut baku tembak itu diawali dugaan penodongan dan pelecehan oleh Brigadir Yoshua terhadap istri Irjen Ferdy Sambo. Brigadir Yoshua merupakan personel kepolisian yang ditugaskan sebagai sopir istri Ferdy Sambo.

Dugaan pelecehan itu disebut membuat istri Ferdy Sambo berteriak. Teriakan itu kemudian didengar Bharada E yang bertugas sebagai pengawal Irjen Ferdy Sambo. Bharada E pun bertanya tentang apa yang terjadi tapi direspons dengan tembakan oleh Brigadir Yoshua.

Brigadir Yoshua dan Bharada E kemudian disebut terlibat baku tembak. Brigadir Yoshua tewas dalam baku tembak.

Kasus ini baru diungkap ke publik tiga hari kemudian atau Senin (11/7/2022). Sejumlah pihak, mulai dari Menko Polhukam Mahfud Md hingga Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto, menilai ada kejanggalan dalam kasus ini.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit pun membentuk tim khusus untuk mengusut kasus ini. Selain itu, Komnas HAM dan Kompolnas ikut mengusut sebagai tim eksternal.

Terbaru, Bareskrim telah menetapkan Bharada E sebagai tersangka dugaan pembunuhan. Dia juga telah ditahan. (*)

Berita Lainnya

-->