• Sabtu, 18 Januari 2025

Soal Pengembalian Temuan Rp 1,3 Miliar Kerugian Negara, LSM LAKI Lampura: Cacat Hukum

Senin, 26 Juli 2021 - 10.32 WIB
623

Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Lampura, Alian Arsyil

Kupastuntas.co, Lampung Utara - Dalam pemberitaan Kupastuntas.co sebelumnya (22/06/2021), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lampung Utara, Syahrizal Adhar telah merekomendasikan kepada PPK terhadap  temuan kelebihan pembayaran pada proyek 2018 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp1.330.743.013,57 dan meminta pihak rekanan memproses penyetoran ke Kas Daerah Lampura.

Hal tersebut menimbulkan kontroversi di kalangan kontraktor proyek 2018 bahkan sebanyak 11 rekanan proyek fisik tersebut merasa telah diperas untuk mengembalikan kerugian negara tanpa adanya Nilai Hasil Pemeriksaan (NHP) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI yang jelas.

Baca juga : Temuan BPK Rp1,3 Miliar Kerugian Negara, Kadis PUPR: Segera Dikembalikan

Menanggapi hal tersebut, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Lampura juga menambahkan bahwa dasar hukum yang digunakan oleh BPK seperti apa sehingga proyek yang telah lama selesai baru dilakukan audit BPK RI.

"Oknum pejabat Lampura tertidur pulas, Kinerja pemeriksaan fisik dinas PUPR tahun 2018 itu dilakukan tanggal 02 Mei 2021 dan diduga cacat hukum dan tidak prosedural karena semestinya pemeriksaan pekerjaan dilakukan di setelah setahun berjalan,"  jelas Alian Arsyil, Senin (26/07/2021).

"Pada dasarnya rekanan sangat keberatan audit BPK RI tersebut dilaksanakan setelah 3 tahun proyek 2018 selesai, dan tanpa melibatkan rekanan atau pihak PPK dan PPTK serta pengawas," sambungnya.

Lanjutnya, seharusnya saat mereka akan turun ke lapangan (pemeriksaan) harus ada pemberitahuan ke PPK, PPTK, Pengawas dan Kontraktor dan setelah dicek bersama apabila ada temuan maka diberikan penjelasan berupa NHP.

"Jadi penjelasan dari NHP ini maka bila ada kekurangan volume dicari kesepakatan untuk masalah tersebut antara PPK dan Kontraktor apakah akan dikerjakan kembali atau mengembalikan kerugian negara sesuai NHP, setelah disepakati maka diterbitkan LHP, harusnya demikian prosedur nya," imbuh Alian.

Namun yang terjadi di Lampura sebaliknya, Diduga kuat adanya pembodohan terhadap seluruh kontraktor dan ASN terutama PPK, PPTK, Pengawas dan Kepala Badan dengan di berikan ketakutan hal ini akan dibawa ke APH.

"Tanpa disadari rekanan Lampura telah di rampok 1,3 M pada pekerjaan fisik 2018, poinnya harus diingat pemeliharaan pekerjaan fisik itu 3 sampai 6 bulan diluar itu bukan lagi apalagi kalau sudah 3 tahun berjalan," pungkas Alian.

Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lampung Utara, Syahrizal Adhar menyampaikan apabila ada keberatan akan pemeriksaan tersebut langsung saja ke BPK.

"Kalau masalah itu saya belum komen dulu, kalo dianggap cacat hukum atau sebagai nya langsung ke BPK saja," pungkas Syahrizal sambil berlalu. (*)

Editor :