• Jumat, 09 Mei 2025

Sindikat Jual-Beli Benur di Pesisir Barat Lampung (Bagian 2) Tangkap Pengusaha Benih Lobster Ilegal

Selasa, 06 Juli 2021 - 06.44 WIB
1.2k

Pengusaha yang mengirim benih lobster secara ilegal keluar daerah maupun keluar negeri, hingga kini belum ada yang pernah tersentuh hukum atau ditangkap.

Kupastuntas.co,Pesisir Barat - Pengusaha yang mengirim benih lobster secara ilegal keluar daerah maupun keluar negeri, hingga kini belum ada yang pernah tersentuh hukum atau ditangkap. Selama ini aparat baru menangkap nelayan dan pengepul benur.

Baca juga : Sindikat Jual-Beli Benur di Pesisir Barat Lampung (Bagian 1) Nelayan Tangkap 400-500 Benih Lobster per Hari

Kasat Reskrim, AKP Made Silva Yudiawan mendampingi Kapolres Lampung Barat,  AKBP Rachmad Tri Haryadi mengatakan, aktivitas penangkapan benih lobster secara ilegal di wilayah Kabupaten Pesisir Barat sudah terjadi sejak tahun 2019. 

Meskipun nelayan tahu penangkapan benur merupakan perbuatan melawan hukum yang sanksinya cukup berat, namun nelayan hingga kini tetap melakukannya karena tergiur tingginya harga jual benur.

AKP Yudiawan menerangkan, sejak tahun 2019 pihaknya telah menangani delapan kasus pengiriman benur ilegal dan mengamankan sembilan orang tersangka. Barang bukti yang diamankan sebanyak 85.257 ekor benih lobster dengan nominal mencapai Rp12 miliar lebih.

Menurut AKP Yudiawan, dengan diamankannya beberapa tersangka tersebut diharapkan menjadi peringatan keras bagi masyarakat baik nelayan maupun pengepul untuk tidak lagi menangkap atau membeli benih lobster.

Ditanya pengusaha yang bermain dalam pengiriman benur, Ia menjelaskan sesuai hasil pemeriksaan terhadap para tersangka, sistem pengiriman benih lobster tidak terstruktur. 

"Jadi mereka tidak tahu siapa (pengusaha) yang membeli benur. Karena sistemnya terputus-putus, tahu-tahu sudah ada yang menjemput. Namanya juga bisnis terlarang, mereka tidak memikirkan siapa pembelinya yang penting dapat duit," terang dia, Senin (5/7).

Ia melanjutkan, pihaknya terus melakukan sosialisasi dan himbauan terhadap nelayan di Pesisir Barat agar tidak melakukan penangkapan benur lagi. Namun kesadaran masyarakat yang memang masih kurang, sehingga larangan tersebut tidak terlalu digubris.

Ditanya dugaan keterlibatan oknum yang memback up pengiriman benur, AKP Yudiawan menyatakan pihaknya tidak bisa memastikan apakah ada oknum yang terlibat langsung atau tidak.

“Meskipun saat penangkapan di luar daerah ada indikasi keterlibatan oknum. Kalau di Lampung Barat belum diketahui apakah ada oknum terlibat atau tidak,” imbuhnya.

Kepala Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Provinsi Lampung, Rusnanto menerangkan, sepanjang tahun 2021 pihaknya sudah menggagalkan penyelundupan benih bening lobster (BBL) asal Lampung ke berbagai daerah sebanyak 477.800 ekor.

"Penggagalan penyelundupan BBL yang kami catat terjadi pada 6 Mei sebanyak 221.000 ekor, 15 Mei sebanyak 178.000 benih, 6 Juni langsung dari Bareskrim 72.000 benih dan terakhir pada 20 Juni sebanyak 6.800 benih," kata Rusnanto.

Ia mengungkapkan, sebagian besar yang diselundupkan BBL jenis Pasir  mencapai 95 persen, yang memiliki nilai pasaran di Singapura mencapai Rp100 ribu per ekor. Sisanya BBL jenis Mutiara. 

"Kalau nilai pasarannya dulu rata-rata mencapai Rp150 ribu per ekor, tapi pasaran di Singapura Rp100 ribu untuk jenis Pasir. Sementara pasaran di nelayan hanya mencapai Rp10 sampai Rp15 ribu. Jadi lumayan beda jauh," ujarnya.

Ia mengakui, perairan pesisir di Lampung menjadi daerah endemik BBL jenis Pasir, terutama di daerah Pesisir Barat. Untuk BBL jenis Mutiara berada di Pangandaran, Banten, dan Cianjur. 

Rusnanto melanjutkan, pihaknya bersama Bareskrim Mabes Polri sebagai ketua satgas pencegahan penyelundupan BBL serta aparat penegak hukum lainnya terus berupaya meminimalisir terjadinya penyelundupan komoditas laut yang memiliki nilai konsumsi dan ekonomi tinggi tersebut.

"Kami dari BKIPM ikut pengawasan tapi secara lokasi kewenangan kami di daerah pabean seperti bandara, pelabuhan laut, penyeberangan, dan instalasi karantina. Kalau di luar itu ada Ditjen PSDKP serta yang umum ada polisi, dan tentara," bebernya.

Ia membeberkan, sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 disebutkan masyarakat yang ingin melakukan budidaya atau melalulintaskan lobster harus memiliki izin yang dikeluarkan oleh Dirjen yang membidangi. 

"Kalau mau budidaya harus ada izin dari Dirjen Budidaya dan harus di provinsi daerah tangkapan.  Kemudian jika mau di lalulintaskan ada ketentuan yaitu untuk jenis Pasir harus diatas 150 gram dan Mutiara diatas 200 gram dan tidak bertelur," papar dia.

Rusnanto memastikan, semua BBL yang berhasil diamankan langsung dilepasliarkan di lautan yang sudah ditetapkan dan sesuai dengan aturan yang ditetapkan. 

"Yang sudah ditetapkan oleh Dirjen Tangkap untuk pelepasliaran ada di laut Kiluan dan di Lampung Timur. Namun jika kondisi tidak memungkinkan karena jarak yang jauh, pelepasliaran boleh di lokasi terdekat asal sesuai dengan habitat seperti yang kemarin dilakukan di Pantai Mutun," ujarnya.

Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Lampung pada periode Januari-Juni 2021 mengungkap 3 kasus pengiriman BBL ilegal di wilayah perairan Polda Lampung. Sebanyak enam orang tersangka diamankan bersama barang bukti 263.534 ekor BBL dengan nominal Rp39, 5 miliar.

Kasubdit Gakkum Ditpolair Polda Lampung AKBP Riza Pahlevi mengatakan, semua tersangka yang diamankan saat ini sedang dalam proses hukum.

“Untuk penegakan hukum kasus BBL ilegal tidak hanya dilakukan Polairud Polda Lampung saja, bisa dilakukan Polres jajaran khususnya yang memiliki wilayah perairan dan DKP Provinsi Lampung,” tegasnya. (*)


Berita ini sudah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas edisi Selasa (6/7/2021).

Editor :