• Jumat, 09 Mei 2025

Jalan Tol Lampung Belum Aman (Bagian 3) Evaluasi SDM Pengelolaan JTTS

Rabu, 16 Juni 2021 - 07.46 WIB
338

Pengamat Ekonomi dari Central for Urban And Regional Studies (CURS), Erwin Oktaviano, Pengamat Kebijakan Publik Dedi Hermawan. Foto: Doc/Kupastuntas.co

Bandar Lampung, Kupastuntas.co - SDM pengelolaan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ruas Bakauheni-Pematang Panggang harus dievaluasi. SDM yang ada saat ini belum mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada pengguna jalan. Fasilitas pendukung yang ada masih minim, memicu tingginya angka kecelakaan di jalan tol.

Pengamat Ekonomi dari Central for Urban And Regional Studies (CURS), Erwin Oktaviano mengatakan kinerja pengelola JTTS harus dilakukan evaluasi agar ada perbaikan pelayanan kepada pengguna jalan tol Lampung kedepan. 

Menurut Erwin, fasilitas pendukung yang diberikan pengelola JTTS masih sangat minim, sehingga memicu terjadi angka kecelakaan yang cukup tinggi.

Baca juga : Jalan Tol Lampung Belum Aman (Bagian 1) 56 Nyawa Melayang Sia-sia

“Jajaran manajemen dan kinerja pengelola jalan tol Lampung perlu dievaluasi. Seperti masih minimnya fasilitas pendukung jalan tol Lampung yang dibangun,” kata Erwin, Selasa (15/6). 

Erwin menilai, selama ini pengelola tol hanya mengutamakan pembangunan jalan. Sedangkan pembangunan fasilitas pendukung lainnya dilakukan menyusul dan hingga kini belum memadai.

“Tentunya dengan kondisi yang ada saat ini patut menjadi perhatian untuk melakukan evaluasi.  Karena kita sebagai pengguna jalan tol saat ingin berhenti dari satu rest area ke rest area yang lain itu jaraknya masih cukup jauh. Sehingga saat kita ingin beristirahat harus  menempuh jarak yang terlalu jauh. Sementara rasa kantuk tidak bisa dihindarkan. Itu mungkin yang menyebabkan terjadinya angka kecelakaan yang cukup lumayan. Karena rest area belum beroperasi secara seharusnya,” papar Erwin.

Erwin juga mengkritisi tarif tol yang diterapkan oleh pengelola JTTS JTTS yang mencapai sebesar Rp900 per kilometer. Menurut Erwin tarif tol ini harus dipertimbangkan kembali, dan bukan malah dinaikkan pada 23 Juni 2021 mendatang.

Erwin mengungkapkan, pengguna jalan tol Lampung sejauh ini masih jarang, sehingga dianggap penerapan tarif yang besar tersebut belum efektif secara menyeluruh.

Sehingga pada akhirnya saat ini pengguna jalan tol masih pada masyarakat ekonomi menengah ke atas. Sementara bagi yang belum mampu tentu berpikir ulang masuk tol karena biaya operasionalnya akan lebih tinggi dibanding jalan biasa.

“Ini bisa menjadi pertimbangan bagi pengelola jalan tol untuk mempertimbangkan lagi tarifnya, karena setahu saya yang di Jawa pun tidak sebesar itu. Misalnya kita dari Cibubur ke Cibinong dengan jarak 10-15 km itu cuma Rp5.000,” jelasnya.

Baca juga : Jalan Tol Lampung Belum Aman (Bagian 2) Pengelola JTTS Lalai

Ia berpendapat, penerapan tarif tol yang tinggi sebaiknya diberlakukan pada daerah-daerah perkotaan yang kondisi ekonomi masyarakatnya sudah mapan. Sementara di daerah terpencil seperti di Tulangbawang Barat, Menggala itu sebaiknya diperkecil tarif tolnya. 

“Jakarta menuju Merak itu tidak kurang dari Rp60 ribu. Sementara kita dari Bandar Jaya ke Bandar Lampung itu hampir Rp50 ribu. Padahal jaraknya lebih jauh Jakarta ke Merak,” ungkapnya.

Pernyataan sama disampaikan Pengamat Kebijakan Publik yang juga Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) dari Universitas Lampung (Unila), Dedi Hermawan bahwa kinerja pengelola JTTS harus dievaluasi sehingga ada perbaikan pelayanan terhadap pengguna jalan tol.

Ia mengatakan, tingginya angka kecelakaan di JTTS wajib dilakukan evaluasi secara menyeluruh, apakah ini kelemahan dari kinerja pengelola JTTS atau ada faktor lain seperti human error dan kondisi jalan. 

"Banyaknya angka kecelakaan yang terjadi harusnya menjadi evaluasi bagi pengelola jalan tol. Evaluasi tersebut untuk dilakukan perbaikan di semua fasilitas, agar masyarakat dapat berkendara dengan aman dan nyaman," jelas Dedi.

Menurutnya, JTTS masih banyak menimbulkan masalah seperti jalan yang bergelombang serta masih minimnya penerangan jalan. Hal tersebut menjadi masalah serius dan harus mendapat respon dengan cepat oleh pengelola jalan tol.

"Ini perlu direspon cepat oleh PT Hutama Karya, karena tidak boleh nyawa manusia melayang karena kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Saya melihat pengelola jalan tol belum maksimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, yang dibuktikan dengan banyaknya kecelakaan,” terangnya.

Menurutnya, jika tinggi angka kecelakaan di jalan tol dipengaruhi oleh human error, maka pengelola harus mencarikan treatment atau perlakuan untuk menanganinya. Namun jika dipengaruhi oleh ketidaklengkapan fasilitas, maka pengelola harus mencarikan jalan keluarnya.

"Pastikan dulu bahwa standar kebijakan pelayanan sudah maksimal mulai dari jalannya sendiri, kelengkapan rambu-rambu, penerangan jalan standar itu harus dipastikan tersedia. Jadi pengelola harus bertanggung jawab penuh untuk memastikan itu sudah prima dan tersedia supaya kecelakaan tidak terjadi," katanya.

Dedi mengingatkan pemerintah dan pengelola jalan tol untuk sementara tidak berfikir untuk menaikkan tarif tol, jika pelayanan yang diberikan kepada pengguna jalan belum maksimal.

"Keselamatan masyarakat itu harus diutamakan, berbayar itu dihitung kira-kira berapa kebutuhan wajarnya. Gratis saja pemerintah harus bertanggung jawab apalagi berbayar, maka pengelola harus memberikan pelayanan yang berkualitas," imbuhnya.

Dedi meminta PT Hutama Karya melakukan evaluasi terhadap pengelolaan jalan tol Lampung yang ada saat ini. Negara harus hadir memastikan apakah jalan tersebut dikelola dengan benar, karena jaminannya adalah nyawa. Jangan sampai nyawa melayang akibat kelalaian dalam pengelolaan jalan tol.

"Nanti hasil evaluasi akan di follow up dengan kebijakan dan problemnya dari mana. Jika dari SDM, maka SDM harus dievaluasi apakah direposisi atau peningkatan kompetensi atau pelatihan dan bisa juga treatment. Hasil evaluasi tentu akan ditindaklanjuti dengan kebijakan," ujar Dedi. (*)

Berita ini sudah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas edisi Rabu (16/6/2021).

Editor :