• Senin, 18 November 2024

Bisnis Listrik di Kecamatan Dente Teladas (Bagian III) Kobus Jual Listrik ke Petambak Masuk Pidana

Rabu, 21 April 2021 - 07.49 WIB
347

Foto: Ist.

Bandar Lampung, Kupastuntas.co - Tindakan Koperasi Bima Utama Sakti (Kobus) menjual daya listrik ke 3.000 petambak di Desa Bratasena Adiwarna dan Desa Bratasena Mandiri, merupakan tindakan melawan hukum dan masuk pidana.

Kepala Komite Nasional Keselamatan Untuk Instalasi Listrik (Konsuil) Wilayah Lampung, Yuria Putra Tubarad mengatakan, koperasi tidak boleh menjual daya listrik kepada ribuan petambak. Apalagi, sampai menarik sendiri tagihan listriknya.

"Tidak boleh itu (Koperasi jual listrik). Sepengetahuan saya itu tidak bisa, kalau bisa terjadi seperti itu tetapi PLN tidak melakukan tindakan tegas ke koperasi ya kenapa? Itu kan menyalahi aturan. Pidana itu," tegas Yuria, kemarin.

Baca juga:Bisnis Listrik di Kecamatan Dente Teladas (Bagian I) LPLN Seret Nama GM PLN Lampung

Menurut Yuria, ketentuan yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik sudah diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Setiap pelaku usaha ketenagalistrikan harus mengikuti aturan tersebut, tidak boleh ada pengistimewaan.

Yuria menegaskan, pihak koperasi (Kobus) hanya boleh menggunakan daya listrik yang diberikan PT PLN Lampung untuk konsumsi sendiri, dan bukan untuk dijual ke masyarakat petambak.

“Jika memang telah ada pelanggaran terkait pemanfaatan tenaga listrik tersebut, sudah harusnya diberi tindakan tegas oleh PLN,” ujar Yuria.  

Menurut Yuria, harus ada pembenahan di internal PT PLN UID Lampung. Jika persoalan koperasi bisa menjual daya listrik ke petambak tidak diselesaikan, lanjut Yuria, bisa menjadi preseden buruk dalam bisnis daya listrik khususnya di Provinsi Lampung.

“Yang jadi persoalan itu karena sudah ada kesalahan, apa tindak lanjut dari kesalahan yang dilakukan koperasi itu. Pelanggaran menjual daya listrik oleh koperasi itu pidana. Kalau kepala PLN melindungi orang seperti itu, maka dia bisa turut serta, atau setidak-tidaknya dia merestui. Itu bisa kejaksaan turun," tandasnya.

Ketua Perkumpulan Kontraktor Konstruksi Umum dan Ketenagalistrikan Indonesia (Pakklindo) Provinsi Lampung, Ferdi Gunsan menerangkan, selama lima tahun terakhir untuk pemasangan daya listrik kategori sambungan rumah (SR) dilelang oleh PT PLN yang ada di UP3 Metro, Tanjung Karang, dan Kotabumi.

Hanya perusahaan-perusahaan yang punya izin usaha atau SBU (Sertifikat Badan Usaha) SR yang bisa mengikuti lelang tersebut.

“Perusahaan-perusahaan inilah yang punya kuota daya listrik berapa dan di wilayah mana. Setiap warga yang mau pasang listrik harus daftar online, tidak bisa ke perorangan atau koperasi. Perusahaan pemenang tender (dapat kuota) inilah yang akan keluarkan KwH. PLN cuma mengecek dan verifikasi data rumahnya, seperti apakah boleh dipasang atau tidak di wilayah itu dan pernah macet bayar tagihan atau tidak di titik itu,” papar Ferdi Gunsan.

Menurut Ferdi, jika PT PLN UP3 Metro memberikan daya listrik ke Kobus, semestinya itu bukan untuk dijual ke masyarakat atau petambak. Ia menegaskan, kontraknya semestinya hanya memberikan fasilitas untuk digunakan anggota koperasi.

“Kalau sampai koperasi jual daya listrik itu tidak boleh. Apalagi sampai menagih iuran listrik dari para petambak,” tegas Ferdi.

Ferdi juga mempertanyakan apakah dasar yang dipakai PT PLN UP3 Metro memberikan daya listrik ke Kobus sudah sesuai prosedur yang berlaku. Dan apakah semua uang yang ditarik dari petambak oleh Kobus itu sudah disetorkan ke PT PLN.

“Kalau kontrak daya listriknya 1,1 juta VA (1 Mega) itu harus dipakai sendiri. Tidak melanggar aturan jika PT PLN menunjuk langsung koperasi itu sebagai pengguna. Yang menjadi masalah kalau dijual ke warga, itu tidak boleh. Kalau menjual ke warga, pakai instalasi punya siapa. Kalau instalasinya punya PT PLN itu salah,” papar Ferdi.

Ferdi berharap, polemik jual beli daya listrik melibatkan Kobus dengan PT PLN UP3 Metro bisa dibongkar sampai tuntas. Apalagi, jika sampai melibatkan PT PLN UID Lampung. Sehingga tidak menimbulkan kecemburuan bagi pelaku-pelaku ketenagalistrikan yang lain.

Ferdi meminta ada pengusutan secara tuntas oleh pihak-pihak terkait dalam kasus tersebut. Ia menyarankan, harus dicari tahu ada permainan tidak dalam prosedur pemberian daya listrik ke koperasi. Harus diusut pula KwH tidak diberikan, namun warga dipungut tagihan listrik oleh Kobus apakah hal itu dibenarkan.

Menurutnya, tindakan itu sama saja mengakali, karena koperasi dalam mencari duit sudah salah jalur. Tindakan tersebut sudah masuk pungutan liar.

Baca juga: Bisnis Listrik di Kecamatan Dente Teladas (Bagian II) Kobus Jual Listrik ke 3.000 Petambak

“Harus diinvestigasi ada tidak kongkolikong koperasi untuk mendapatkan daya listrik 1,1 VA itu. Kok seberani itu koperasi jual listrik ke petambak. Dasarnya apa untuk perhitungan penarikan bayaran daya listrik selama 15 hari sekali, kalau tidak ada KwH. Harus dibongkar dulu permasalahan ini sampai terang benderang,” ujar Ferdi.

Ferdi menyarankan PT PLN mengajak para anggota asosiasi perusahaan listrik yang bergerak di bidang sambungan rumah agar bersama-sama bekerja sesuai aturan. “Jangan sampai menyalahi aturan dalam pemberian daya listrik ke perusahaan. Sehingga tidak ada yang merasa dirugikan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Koperasi Bima Utama Sakti (Kobus) I Gede Bagiasa Artana mengatakan, pemasangan listrik ke petambak dilakukan untuk menjembatani kebutuhan listrik anggota maupun luar anggota Kobus.

Ia menerangkan, sebelumnya sudah ada kesepakatan penyambungan listrik sementara antara Kobus dengan PT PLN, sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan listrik para petambak.

Hal itu dilakukan pasca Kobus menyelesaikan hubungan kemitraan kerjasama dengan perusahaan listrik swasta.

“Karena orientasi kita listrik untuk anggota yang semuanya adalah petambak, dengan jumlah mencapai 3 ribu. Maka kami berkoordinasi dengan PLN untuk memberikan pelayanan listrik secara reguler. Listrik adalah nadi bagi petambak, untuk sarana penyaluran air saat panen,” jelas Gede, Senin (19/4).

Gede membeberkan, awalnya kapasitas daya yang dibutuhkan tahap awal yakni 3 juta VA, lalu diberikan solusi oleh PT PLN untuk melakukan penyambungan sementara. PT PLN meminta Kobus menyalurkan listrik ke seluruh anggota.

“Jadi transaksi pembayaran adalah dari Kobus ke PT PLN. Karena dalam penyaluran tersebut tidak by one atau rumah per rumah,” ujarnya. Ia menegaskan, pendaftaran pemasangan listrik melalui koperasi untuk membantu masyarakat yang kurang paham terkait pendaftaran online, dan semua dilakukan sesuai prosedur.

Terkait dengan tarif, Gede menyatakan sama persis dengan tarif token listrik atau pembayaran KwH. “Kalau untuk tarif tidak ada bedanya dengan tarif dari PLN. KwH awal dan akhir. Cuma bedanya mengelola di lokasi tersebut ya Kobus bukan PLN,” papar dia. (*)

Berita ini sudah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Cetak, Rabu (21/4/2021).

Video KUPAS TV : TALKSHOW RAMADAN BERSAMA DPRD LAMPUNG : TATA KELOLA PEREKONOMIAN DAERAH (BAGIAN 1)

Editor :