• Minggu, 13 Juli 2025

Melihat Anggaran Kegiatan DPR RI Lampung (Habis) Belum Ada Sumbangsih Berarti untuk Lampung

Jumat, 26 Maret 2021 - 07.55 WIB
151

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, Ketua KNPI Lampung, Ilham A Rasul , Peneliti Formappi Lucius Karus. Foto: Doc/Kupastuntas.co

Bandar Lampung, Kupastuntas.co - Anggota DPR RI asal Provinsi Lampung belum memberikan sumbangsih yang berarti bagi masyarakat Lampung, meskipun mereka mendapat anggaran reses yang begitu besar.

Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Lampung, Ilham A Rasul mengatakan DPR RI dapil Lampung belum memberikan sumbangsih yang berarti untuk masyarakat di Provinsi Lampung, khususnya bagi kaum pemuda.

Baca juga: Melihat Anggaran Kegiatan DPR RI Lampung Bagian 1, Satu Legislator Kantongi 17,5 Miliar

"Kita nyaris tidak pernah mendapat undangan dari DPR RI dapil Lampung, ketika reses maupun sinergi program, itu tidak ada," ujar Ilham, Kamis (25/3).  Dia berharap, setiap anggota DPR RI bisa menampung aspirasi dari kaum muda di Lampung.

Ketua KNPI Kota Bandar Lampung, Iqbal Ardiansyah menambahkan, sejauh ini belum ada sentuhan atau perhatian DPR RI untuk para pemuda.

"Jadi pemuda di Lampung belum merasakan program mereka. Contohnya saya sebagai ketua yang unsurnya kepemudaan, belum pernah diundang saat DPR reses untuk menyerap aspirasi pemuda," ucap Iqbal.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Lampung juga mengaku sangat jarang diajak berkomunikasi atau dialog dengan anggota DPR RI dapil Lampung.

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan dari 20 anggota DPR RI dapil Lampung, sebagian besar belum pernah mengajak berdialog dengan Walhi.

Baca juga: Melihat Anggaran Kegiatan DPR RI Lampung Bagian 2, Dimodali 470 Miliar, Tapi Kinerjanya Melempem

“Beberapa anggota DPR RI pernah mengajak berdialog seperti Sudin, tetapi itu saat periode sebelumnya terkait tambang pasir laut di Kabupaten Lamsel. Tapi hanya aspirasi saja, tidak ada eksekusi,” kata Irfan, kemarin.

Kemudian Taufik Basari yang beberapa kali mengajak dialog bertemu dengan petani. "Sampai saat ini hanya dua orang itu yang pernah berkomunikasi, yang lain tidak pernah. Kalau pun ada dengan Mukhlis Basri, tetapi saat ikut serta dalam forum saat seminar nasional," lanjut Irfan.

Menurut Irfan, untuk aspirasi masyarakat di Lampung menjadi legalitas nasional masih jauh. “Hanya pernah masuk rancangan UU Masyarakat Hukum Adat di program legislasi nasional, yang saat itu pernah Walhi sampaikan ke Taufik Basari,” imbuhnya.

Irfan melanjutkan, untuk realisasi hasil reses belum ada. Belum ada aspirasi yang disampaikan direalisasikan menjadi atensi oleh DPR RI.

“Ini terjadi mungkin dikarenakan jarangnya berkomunikasi baik formal dan non formal dengan DPR RI. Karena sangat jarang DPR RI melakukan reses ke Lampung, yang tertuju ke kawan-kawan organisasi. Paling acara seremonial yang hanya memberikan bantuan-bantuan alat-alat pertanian atau perikanan,” papar dia.

Di lokasi terpisah, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Lampung, Bahruddin mengatakan anggota DPR RI ikut berperan dan berpartisipasi dalam menjaga kerukunan umat beragama melalui sosialisasi empat pilar kebangsaan.

"Kita bersyukur dan apresiasi apa yang sudah dilakukan oleh teman-teman DPR RI maupun instansi yang lain yang ikut serta dalam urusan menjaga dan merawat kerukunan umat beragama di Lampung," katanya.

Namun, ia belum bisa memastikan apakah sosialisasi yang dilakukan oleh anggota DPR RI tersebut sudah berdampak positif dan efektif dalam menjaga keberagaman.

"Kita belum pernah melakukan evaluasi jika mau menilai efektif atau tidak, tentu harus ada tolak ukurnya apakah itu efektif atau tidak. Namun setiap yang dilakukan dengan tujuan baik pasti dampaknya juga baik," ujarnya.

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan, selama ini tidak pernah ada transparansi soal dana reses yang diterima dan dikelola anggota DPR, karena tidak pernah ada laporan dalam penggunaannya.

Hal itu terjadi karena anggota DPR RI tidak harus membuat sistem laporan keuangan dalam penggunaan dana reses tersebut, seperti pejabat publik lainnya yang harus melaporkan penggunaan anggarannya.

“Khusus DPR, dana reses yang mereka terima itu dipakai tanpa perlu melaporkan untuk apa uang itu digunakan. Aturan itu saya kira yang membuat berapapun jatah yang didapat DPR dipakai habis, termasuk kalaupun uang itu tidak digunakan untuk keperluan seperti dimaksudkan dalam perencanana,” ujar Lucius.

“Penggunaan anggaran, sebebas DPR, karena pelaporannya yang tidak akuntabel. Cukup menunjukkan foto pertemuannya dengan konstituen, dengan menunjukkan berita. Bukti-bukti yang diserahkan itu saja, sebenarnya tidak bisa dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban dan alasan pencairan dana reses berikutnya,” lanjutnya.

Menurut Lucius, aturan itu sengaja dibuat anggota DPR, karena tidak mau dibuat ribet dalam penggunaan anggaran yang diterima. “DPR dilindungi oleh aturan itu, tidak perlu melaporkan penggunaan anggaran yang diterima. Itu ada di UU MD3, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Menteri Keuangan, saya lupa,” ungkapnya.

Lucius melanjutkan, aturan itu memberikan keistimewaan bagi DPR untuk membuat mereka berbeda dengan pejabat lain, yang harus mengumpulkan kuitansi, bukti dan sebagainya sebagai bukti penggunaan uang negara dan dilaporkan ke negara.

Lucius meminta aturan itu harus diubah. “Itu dari dulu yang kita dorong, DPR harus mampu mempertanggungjawabkan dana yang diterima dari negara sampai sekecil-kecilnya. Dan mengembalikan ke negara jika dana itu tidak digunakan,” papar dia.

Lucius menambahkan, sampai kini pihaknya tidak pernah bisa mendapat hasil reses yang dilakukan oleh DPR. Seperti berapa aspirasi yang diserap, aspirasi apa saja, dan bagaimana aspirasi itu diperjuangkan. Padahal, maksud penyerapan aspirasi itu agar menjadi dasar DPR dalam menjalankan tugasnya di parlemen.

“Jadi memang output yang dihasilkan dari reses dibandingkan anggaran yang dialokasikan saya kira sangat timpang. Sulit sekali untuk mengatakan bahwa ada alasan yang menguatkan negara mengeluarkan anggaraa yang begitu besar, untuk pekerjaan-pekerjaan DPR yang nyaris sulit untuk kita ditemukan hasilnya,” ucap Lucius.

Lucius menegaskan, tidak ada data yang bisa diakses terkait aspirasi apa saja yang dibawa DPR dari daerah pemilihannya untuk diperjuangan di gedung DPR.

Baca juga: Melihat Anggaran Kegiatan DPR RI Lampung Bagian 3, Reses DPR Hanya Seremoni

“Bagaimana anggoota DPR memperjuangan aspirasi itu juga tidak kelihatan, hasilnya apa lagi. Sulit untuk kita ketahui apakah aspirasi yang mereka bawa dari dapil itu diperjuangan sampai kemudian menjadi sebuah kebijakan,” imbuhnya.

Ia mendorong agar aturan pertanggungjawan keuangan DPR harus diubah, tidak boleh ada special atau kekhususan hanya karena DPR punya kwenangan untuk membuat aturan. Karena itu akan menguntungkan diri sendiri, dan dana bisa digunakan sesuka anggota DPR.

“Yang paling sering dilakukan dana itu kan jadi dana politik pribadi, untuk kepentingan pemilu berikutnya. Misalnya seperti mendekati pemilih, bagi-bagi ke pemilih, tapi menggunakan istilah reses. Anggota DPR yang akan maju berikutnya, akan lebih banyak menggunakan uang reses untuk kepentingan kampanye politik,” terang dia. (*)

Berita ini sudah terbit di surat kabar harian Kupas Tuntas edisi Jumat (26/3/2021).

Editor :