• Selasa, 08 Juli 2025

Sahriwansah CS Jalani Sidang Perdana Korupsi Retribusi Sampah, Berikut Dakwaannya

Kamis, 08 Juni 2023 - 17.39 WIB
1.1k

Mantan Kepala DLH Bandar Lampung Sahriwansah, Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH, Haris Fadilah, dan Pembantu Bendahara Penerima DLH, Hayati, saat jalani sidang perdana di PN Tipikor Tanjung Karang, Kamis (8/6/2023). Foto: Martogi/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sahriwansah CS jalani sidang perdana perkara korupsi retribusi sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung di PN Tipikor Tanjung Karang, Kamis (8/6/2023).

Adapun sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Lingga Setiawan yang merupakan Ketua PN Tanjung Karang.

Ketiga terdakwa yakni mantan Kepala DLH Bandar Lampung Sahriwansah, Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH, Haris Fadilah, dan Pembantu Bendahara Penerima DLH, Hayati.

Dalam dakwaannya, JPU Sri Aprilinda Dani menyatakan ketiga terdakwa terlibat dalam kasus korupsi retribusi sampah selama TA 2019-2021.

Dimana, ketiganya dinilai melakukan pemungutan retribusi pelayanan kebersihan di Kota Bandar Lampung tidak sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan. Namun, hasil pemungutan tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi atau orang lain

Baca juga : Rumah Mantan Kadis DLH Sahriwansah Tersangka Korupsi Retribusi Sampah Digeledah Kejati Lampung

"Bahwa terdakwa Sahriwansah selaku Kepala Dinas DLH Kota Bandar Lampung pada bulan Januari 2019 sampai dengan bulan Desember 2021. Yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara berdasarkan Pasal 35 Ayat (2) UU No 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana, melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum melakukan pemungutan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan di Kota Bandar Lampung," Ujar Jaksa Sri Aprilinda Dani saat membacakan dakwaan.

"Tidak sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan dan menggunakan hasil pemungutan retribusi pelayanan kebersihan untuk kepentingan pribadi atau orang lain yang bertentangan dengan Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 Ayat (1), (3) dan Ayat (5) Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Persampahan, serta Pasal 16 Ayat (1) dan (2)Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara," sambungnya.

JPU menjelaskan, sejak Tahun 2019 saat terdakwa Sahriwansah menjabat Kepala DLH Bandar Lampung, terdakwa melaksanakan rapat koordinasi dengan seluruh Kepala UPT pengelolaan sampah Kecamatan pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung.

Dalam rapat tersebut, terdakwa Sahriwansah meminta seluruh Kepala UPT pengelolaan sampah di 20 Kecamatan di Bandar Lampung untuk membuat data potensi retribusi di wilayahnya masing. Namun, terdakwa tidak mendaftarkan hasil pendataan tersebut ke pemerintah setempat.

Akhirnya, potensi pendapatan real dari hasil pemungutan retribusi pelayanan persampahan di Bandar Lampung terjadi tumpah tindih atau ketidakjelasan.

Untuk diketahui, dalam pemungutan retribusi sampah di Bandar Lampung Tahun 2019-2021, DLH dikenakan target pemasukan retribusi. Namun, target tidak pernah tercapai selama tiga tahun berjalan.

Adapun target yang dimaksud yakni, Tahun 2019 target senilai Rp12.050.000.000 dan realisasi hanya Rp6.979.724.400. Lalu, Tahun 2020 target senilai Rp15.000.000.000, realisasi senilai Rp7.193.333.000. Kemudian, Tahun 2021 target senilai Rp30.000.000.000 realisasi Rp8.200.000.000.

Jaksa juga mengatakan, Sahriwansah bersama anak buahnya juga membuat karcis palsu dan tidak menyetorkan uang retribusi sampah sah yang ditarik di 20 Kecamatan Se-Kota Bandar Lampung sejak Tahun 2019 hingga 2021. Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp6.925.815.000.

Atas hal tersebut, para terdakwa pun disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3, Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Sebagaimana perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. 

Menanggapi surat dakwaan tersebut, terdakwa Sahriwansah menyatakan tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. 

"Kami tidak ajukan eksepsi Yang Mulia, nanti saja kita lihat di persidangan selanjutnya," ucap Penasihat Hukum Sahriwansah, Nanang Solihin. (*)


Video KUPAS TV : Proyek Rigid Beton senilai Rp24 Miliar di Lamteng Bahayakan Pengendara