• Minggu, 29 September 2024

Pertamina Kaji Ganti Rugi Dampak Pencemaran Limbah Minyak di Lamtim

Rabu, 20 Juli 2022 - 07.25 WIB
761

Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - PT Pertamina akan mengkaji kemungkinan pemberian ganti rugi sebagai dampak pencemaran limbah minyak mentah yang mencemari perairan di Lampung Timur.

PT Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) saat ini masih fokus melakukan pergantian terhadap pipa bawah laut yang berusia tua, guna menghindari adanya kebocoran susulan yang bisa mengakibatkan pencemaran limbah minyak mentah.

"Untuk pipa bawah laut Krisna B-Cinta P1 yang 20 inci sudah terpasang sejak tahun 1981. Pipa tersebut masuk kedalam prioritas perencanaan dan penggantian," ungkap Head Of Communication, Relations and CID Zona 6 PT PHE OSES, Indra Darmawan, Selasa (19/7/2022).

Indra mengaku tengah melakukan persiapan untuk kegiatan engineering, procurement dan construction (EPC) sehingga perbaikan bisa dilakukan secepatnya.

Menurutnya, untuk persiapan administrasi dan perencanaan teknis harus dilakukan dengan sangat hati-hati mengingat tantangan pekerjaan pemasangan pipa bawah laut sangat besar dan tidak mudah.

Indra mengatakan, meski telah berusia 41 tahun namun ia meyakini jika pipa tersebut masih dalam keadaan baik dan bisa digunakan.

"Berdasarkan studi sisa umur layanan dengan menggunakan data hasil inspeksi dari riser dengan metode NDT, hasilnya masih baik," kata dia.

Ditanya soal ganti rugi untuk nelayan yang terdampak pencemaran limbah minyak, Indra mengaku belum bisa menjelaskan secara spesifik. Sebab, tengah fokus terhadap pemulihan lingkungan pasca kebocoran pipa.

"Fokus kita saat ini untuk meminimalisir dampak. Mohon doa dan kerjasamanya. Untuk ganti rugi kita bicarakan tahap per tahap, untuk yang sekarang fokus di depan mata dulu," katanya.

Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung, Emilia Kusumawati, mengungkapkan bahwa Direktur Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat LB3 dan Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengirimkan surat kepada PT PHE OSES.

Surat dengan Nomor: S.137/PLTTDLB3/TD/PLB.4/7/2022 tanggal 13 Juli 2022 tentang Penanggulangan Kedaruratan berupa Tumpahan Minyak Bumi di area Anjungan KRIP Jalur Subsea Pipeline Krina B-Cinta P1 Wilayah Kerja PT PHE OSES.

"Jadi dalam surat tersebut sudah disebutkan bahwa KLHK meminta PHE OSES melakukan tindakan mitigasi dalam rangka pencegahan terjadi kembali pencemaran minyak bumi dengan beberapa cara," kata Emilia, Selasa (19/7/2022).

Cara tersebut diantaranya penjadwalan pemeliharaan pipa minyak bumi meliputi jangka pendek, menengah dan panjang. Kemudian Operasi pemboran lepas pantai dan perawatan sumur, berdasarkan Standar Nasional Indonesia 13-6910-2022 perihal operasi pemboran darat dan lepas pantai yang aman di Indonesia.

Selanjutnya memonitoring dalam bentuk inspeksi rutin maupun inspeksi berkala non rutin.

"Selain itu, KLHK juga meminta PHE OSES menyampaikan laporan detail pelaksanaan penanggulangan tumpahan minyak," ujar Emilia.

Selanjutnya PHE OSES juga diminta menyampaikan metode dan standar operasional prosedur (SOP) pelaksanaan penanggulangan kedaruratan.

Serta laporan penanggulangan kedaruratan ini dikirim paling lambat 25 Juli 2022 dengan ditembuskan kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung.

Diberitakan sebelumnya, limbah minyak mentah PT Pertamina yang mencemari perairan di Lampung Timur ikut berdampak terhadap Kelompok Budidaya Udang yang terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai. Mereka mengalami penurunan produksi cukup drastis akibat udang yang ada di kolam ikut tercemar limbah.

Pengurus Kelompok Budidaya Mina Surya Lestari di Labuhan Maringgai, Dedi Cahyadi, mengatakan akibat limbah minyak itu, kelompok budidaya udang mengalami penurunan produksi cukup signifikan.

"Sumber air tambak udang kan dari laut. Karena air laut tercemar limbah minyak maka ikut berdampak ke tambak kita. Sehingga teman-teman kelompok budidaya udang mengalami penurunan produksi," kata Dedi.

Dedi mengungkapkan, para petambak mengeluhkan banyaknya udang yang mati di tambaknya. "Dampaknya sampai kematian udang di tambak. Air yang menghitam membuat nafsu makan udang menurun hingga menimbulkan kematian pada udang," ungkapnya.

 Ia mengatakan, kematian udang bisa mencapai 80 persen per tambak/kolam. "Untuk luas keseluruhan tambak disini ada sekitar 11 hektar milik pribadi maupun sewa. Kurang lebih ada sekitar 70 kolam," ujarnya.

Menurut Dedi, tercemarnya air laut oleh limbah minyak sangat berpengaruh terhadap produktivitas udang. "Jelas ada dampak, karena ini kan budidaya udang, sumbernya air, jelas ada perubahan. Kalau air laut kita sudah tercemar, terus bagaimana dengan yang di tambak? Kita ini kan gimana caranya udang itu sehat," imbuh Dedi.

Ia melanjutkan, jika kondisi air laut yang masuk ke tambak tidak sehat, bagaimana udang bisa produktif? “Pokoknya sejak ada pencemaran itu sekarang produktivitas udang menurunnya sangat drastis," sambungnya.

Dedi menambahkan, awalnya ia menganggap gumpalan hitam menyerupai aspal (limbah minyak) tersebut merupakan sampah dari nelayan. "Semula kami anggap aspal biasa atau sampah dari nelayan. Tapi ketika ombak besar, angin kencang, makin banyak limbah itu," terang Dedi. (*)

Artikel ini telah terbit pada Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Rabu, 20 Juli 2022 dengan judul "Pertamina Kaji Ganti Rugi Dampak Pencemaran Limbah Minyak di Lamtim"