• Jumat, 19 April 2024

Penegak Hukum Diminta Usut Tuntas Anggaran Seni dan Budaya pada Dua Dinas di Tubaba

Minggu, 28 Juni 2020 - 16.33 WIB
133

Koordinator Presidium KPKAD Lampung, Gindha Ansori Waykanan. Foto: Doc/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Tulangbawang Barat - Terkait dengan anggaran untuk Kesenian dan Kebudayaan yang sama-sama dianggarkan oleh Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) tahun 2019, aparat penegak hukum diminta untuk mengusut tuntas lantaran terendus aroma nepotisme. Sehingga berpotensi menjadi tindak pidana korupsi.

Bagaimana tidak, dana yang digelontorkan dari APBD melalui Disparbudpora Tubaba untuk dikelola studio Khanafi tahun lalu mencapai Rp1,7 Miliar, dan untuk Dewan Kesenian Tubaba berkisar Rp500 juta. Dinas Pendidikan juga menganggarkan Rp600 juta untuk kegiatan Seni dan Budaya.

Baca juga : Aneh, Dua Dinas di Tubaba Ini Sama-sama Anggarkan Kegiatan Seni dan Budaya

Berdasarkan keterangan dari pihak Disparbudpora Tubaba, anggaran tersebut sengaja di plot untuk Dewan Kesenian Tubaba dan Studio Khanafi yang dikelola oleh Semi Ikra Anggara, mengingat Wakil Bupati Tubaba, Fauzi Hasan merupakan pengurus inti Dewan Kesenian Tubaba. Sementara Studio Khanafi merupakan petunjuk dari Bupati Tubaba Hi Umar Ahmad.

Koordinator Presidium KPKAD (Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah) Lampung, Gindha Ansori Waykanan mengungkapkan, anggaran untuk Dinas dan Satker harus mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah.

"Terkait anggaran yang sama di dinas yang berbeda, pada prinsipnya merupakan pemborosan anggaran meskipun hanya berbeda sedikit nomen klaturnya," kata Gindha Ansori kepada Kupastuntas.co, Sabtu (27/6).

"Idealnya dinas dan anggota Badan Anggaran (Banang) DPRD Tubaba sebelum menetapkan anggaran harus diteliti terlebih dahulu apakah anggaran yang sama," sambung Gindha.

Baca juga : Pegiat Seni Pertanyakan Dua Dinas di Tubaba yang Anggarkan Kegiatan Seni dan Budaya

Gindha melanjutkan, dengan adanya dua dinas yang sama kegiatannya, artinya anggaran itu diduga tidak dibahas secara maksimal, karena ini double jenis anggarannya.

"Kalau begitu anggarannya sudah terserap harus dilakukan audit investigasi dan diteliti apakah laporan pertanggung-jawaban kedua dinas ini sama atau tidak," lanjutnya.

Sementara Praktisi Hukum Provinsi Lampung, Sodri Helmi mengatakan, tumpang tindih anggaran atau double anggaran terjadi akibat lemahnya koordinasi dan pemahaman terhadap tupoksi masing-masing Satker. Padahal penyusunan APBD merujuk kepada tupoksi serta target yang jelas.

"Tarik-menarik kepentingan dalam menyusun anggaran terjadi seolah-olah memang tugas Satker tertentu tanpa koordinasi ketika melibatkan Satker lain, sehingga masing-masing Satker menganggarkan dengan indikator dan argumentasi berbeda, padahal untuk kegiatan yang menyerupai. Indikator lain bisa saja karena tujuan eksploitasi anggaran tanpa menghitung manfaat buat masyarakat," paparnya. (*)