Lampung Tengah Terperangkap Siklus Korupsi, Pengamat Sebut Sistem yang Rusak, Bukan Sekadar Individu
Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL) sekaligus advokat, Dr. Benny Karya Limantara. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kabupaten Lampung Tengah kembali tercoreng kasus korupsi. Dari Bupati Andi Achmad (2008) hingga Bupati Ardito Wijaya (2025), pola penyalahgunaan APBD dan pinjaman daerah nyaris sama, seolah kabupaten ini terjebak dalam siklus korupsi yang tak berujung.
Pengamat hukum menilai, akar masalah bukan individu, melainkan sistem yang lemah dan budaya politik anggaran yang rusak.
Kasus terbaru menjerat Bupati Ardito Wijaya dan beberapa anggota DPRD yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait dugaan suap pengesahan rancangan APBD pada Rabu 10 desember 2025.
Fenomena ini mengulang skandal sebelumnya, mulai dari penyimpangan APBD pada masa Bupati Andi Achmad (2008) hingga kasus suap persetujuan pinjaman PT SMI yang menjerat Bupati Mustafa dan puluhan anggota DPRD (2018).
Menanggapi hal ini, pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL) sekaligus advokat, Dr. Benny Karya Limantara, menegaskan persoalan Lampung Tengah bukan sekadar kesalahan individu.
"Yang rusak adalah struktur kekuasaan lokal, budaya politik anggaran, dan lemahnya sistem pengawasan. Pergantian aktor hanya melahirkan pelaku baru dalam panggung yang sama,” kata Benny saat dimintai tanggapan, Rabu (10/12/2025).
Benny menilai persetujuan APBD dan pinjaman daerah menjadi titik rawan korupsi karena regulasi menempatkan DPRD sebagai pemegang kunci persetujuan, sementara kepala daerah membutuhkan dukungan politik.
"Ketika kepentingan ekonomi, proyek infrastruktur, dan kepentingan elektoral terhubung, ruang negosiasi ini mudah berubah menjadi ruang transaksional,” ujarnya.
Kasus Mustafa pada 2018, menurut Benny, menjadi bukti bagaimana pinjaman daerah bisa disulap menjadi komoditas politik. Ironisnya, lima tahun kemudian skema serupa muncul kembali dengan aktor berbeda.
"Ini bukan kebetulan. Ini sistem yang melegitimasi transaksi,” tegasnya.
Benny juga menyoroti lemahnya pengawasan internal. Inspektorat daerah dinilai belum independen, BPK baru turun setelah kerugian terjadi, dan kementerian terkait hanya menilai kelayakan teknis, bukan integritas pejabat. Bahkan intervensi KPK bersifat reaktif, bukan pencegahan.
“Jalur korupsi yang terbuka sejak 2008 belum pernah tertutup,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa modus korupsi di tiga periode tersebut hampir sama. Ada kebutuhan politik, pinjaman atau anggaran besar, negosiasi antara eksekutif dan legislatif, serta muncul uang pelicin sebagai “pelumas” persetujuan. Pelaku dan partai boleh berbeda, tetapi modusnya seperti fotokopi. Bahkan broker politik, kontraktor, dan jejaring rente sebagian tetap orang-orang lama.
“Jika hanya mengandalkan OTT, Lampung Tengah akan terus berada dalam siklus kasus yang berulang setiap lima hingga tujuh tahun. Yang dibutuhkan adalah operasi pembenahan sistem, bukan sekadar tangkap tangan,” tegasnya.
Benny mengusulkan tiga langkah besar untuk memperbaiki sistem diantaranya reformasi total mekanisme persetujuan pinjaman daerah, termasuk pengesahan teknis oleh komite independen, pembahasan disiarkan terbuka, dan integritas pejabat menjadi komponen penilaian.
Lalu digitalisasi penuh pengelolaan APBD, agar setiap perubahan anggaran terekam, dipublikasi, dan dapat diawasi warga secara real-time dan pengawasan publik sebagai garda terdepan, melibatkan media, masyarakat sipil, dan akademisi dalam audit sosial.
“Hukum progresif harus hadir sebagai kekuatan moral untuk mengubah kebiasaan politik yang membatu,” tegas Benny.
Ia menekankan, Lampung Tengah membutuhkan lebih dari sekadar vonis. Perubahan budaya juga harus terjadi anggaran publik bukan komoditas politik, pinjaman daerah bukan arena perburuan rente, dan jabatan publik bukan jalan pintas memperkaya diri.
"Selama ruang transaksional itu tetap ada, kasus 2008, 2018, dan 2025 hanya akan menjadi rangkaian episode yang menunggu pemeran baru,” pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Pembahasan APBD 2026 Lamteng Berlangsung Hanya 6 Hari, Pengamat: Jangan Sampai Lobi-lobi di Balik Meja Terjadi
Kamis, 11 Desember 2025 -
Deretan Kontroversi Ardito Wijaya, Dari Joget Tanpa Masker hingga Terjaring OTT KPK
Rabu, 10 Desember 2025 -
Terjaring OTT KPK, Total Harta Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Capai Rp12,85 Miliar
Rabu, 10 Desember 2025 -
KPK OTT Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, Terkait Dugaan Suap Pengesahan RAPBD
Rabu, 10 Desember 2025









