• Rabu, 10 Desember 2025

Proses APBD Lamteng 2026 Hanya 13 Hari, Pengamat: Terlalu Cepat dan Tidak Wajar, Rentan Korupsi

Rabu, 10 Desember 2025 - 14.09 WIB
26

Pengamat Sosial sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Yusdianto. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Proses penyusunan dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lampung Tengah (Lamteng) Tahun Anggaran 2026 dinilai berjalan terlalu cepat dan tidak wajar.

Hal ini menjadi sorotan tajam dari kalangan akademisi, khususnya Pengamat Sosial sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, Rabu (20/12/2025).

Berdasarkan data yang dihimpun, rangkaian pembahasan APBD Lamteng 2026 berlangsung hanya dalam hitungan hari. Persetujuan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dilaksanakan pada 14 November 2025.

Sepekan kemudian, tepatnya 21 November 2025, Pemerintah Daerah Lamteng menyerahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD 2026 kepada DPRD.

Tidak berhenti di situ, pada 27 November 2025, kedua pihak kemudian menyetujui Raperda APBD 2026 tersebut.

Dengan demikian, seluruh proses mulai dari pembahasan hingga ketok palu hanya memakan waktu sekitar 13 hari durasi yang menurut para pengamat hampir mustahil menghasilkan dokumen anggaran yang komprehensif dan berkualitas.

Yusdianto menyebut rangkaian percepatan tersebut sebagai praktik yang tidak sehat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

"Secara prosedur administratif mereka memang ‘selamat’ karena ketuk palu dilakukan sebelum 30 November. Namun secara tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), proses ini buruk karena menghilangkan ruang partisipasi publik dan mengabaikan pendalaman materi anggaran,” ujarnya.

Baca juga : Pembahasan APBD 2026 Lamteng Berlangsung Singkat, Hanya 6 Hari 

Ia menegaskan bahwa anggaran daerah yang nilainya mencapai triliunan rupiah tidak seharusnya diputuskan dalam rentang waktu secepat itu.

"Minimnya waktu pembahasan sangat berpotensi melahirkan inefisiensi, ketidaktepatan program, bahkan peluang terjadinya praktik korupsi," ungkapnya.

Yusdianto juga menyoroti bahwa penyusunan APBD seharusnya mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2025 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2026.

Aturan tersebut menekankan pentingnya penyusunan anggaran yang transparan, akuntabel, partisipatif, berorientasi pada hasil sinkron dengan prioritas daerah dan nasional.

"Pedoman tersebut secara rinci mengatur tahapan penyusunan APBD, alokasi pendapatan dan belanja, sinkronisasi dengan RKPD dan RPJMD, mekanisme penganggaran program prioritas, hingga pelaksanaan serta pengendalian APBD, " jelasnya.

Menurutnya, ketika seluruh proses diselesaikan dalam waktu yang sangat mepet, hal itu mengindikasikan adanya “skenario asal-asalan” atau bahkan membuka ruang terjadinya praktik pat gulipat antara eksekutif dan legislatif.

Ia menambahkan, proses penyusunan APBD yang tidak wajar dan dilakukan terburu-buru akan menimbulkan berbagai persoalan, di antaranya, kualitas dokumen APBD menjadi buruk, karena tidak melalui analisis mendalam.

Lalu pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan partisipasi masyarakat, yang seharusnya mendapatkan ruang untuk memberikan masukan.

Meningkatkan risiko korupsi dan penyelewengan anggaran, mengingat lemahnya pengawasan dalam waktu singkat.

"Serta implementasi APBD tidak jelas atau tidak wajar, karena perencanaan tidak matang, dan program pembangunan menjadi tidak signifikan, bahkan tidak mendukung pembangunan berkelanjutan, " terangnya.

Yusdianto menegaskan bahwa proses penyusunan APBD bukan sekadar formalitas menggugurkan kewajiban sebelum tenggat waktu, melainkan instrumen penting yang menentukan arah pembangunan daerah satu tahun ke depan.

"Pembahasan anggaran harus dibuka seluas-luasnya untuk publik, dilakukan dengan serius, bukan hanya formalitas yang digesa agar selesai sebelum batas waktu administratif. Jika tidak, risiko penyimpangan akan selalu mengintai,” pungkasnya. (*)