• Senin, 08 Desember 2025

DPRD Lampung Minta Tata Kelola Hutan Diperketat: Jangan Tunggu Jadi Korban Bencana

Senin, 08 Desember 2025 - 14.36 WIB
30

Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Fatikhatul Khoiriyah dan Anggota Komisi I DPRD Lampung, Budiman AS. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - DPRD Provinsi Lampung menegaskan pentingnya tata kelola hutan yang terukur, berkelanjutan dan berorientasi jangka panjang sebagai upaya pencegahan bencana serta perlindungan ekosistem di daerah.

Hal ini disampaikan Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Fatikhatul Khoiriyah menyusul meningkatnya kasus kerusakan hutan dan maraknya pembalakan liar di sejumlah wilayah, termasuk Pesisir Barat.

Menurutnya, pengelolaan hutan bukan sebatas persoalan lingkungan, tetapi berkaitan langsung dengan keselamatan manusia, suplai air, ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan, hingga keberlangsungan keanekaragaman hayati Lampung.

Fatikhatul menyampaikan bahwa rentetan bencana di Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara menjadi bukti nyata bagaimana kerusakan hutan dapat menimbulkan berbagai bencana ekologis yang berdampak langsung kepada kehidupan masyarakat.

"Tata kelola hutan bukan sekadar menanam pohon atau menjaga kawasan, tetapi memastikan ekosistem berjalan sesuai fungsinya sebagai penyangga kehidupan manusia,” ujarnya, saat diwawancarai, Senin (08/12/2025).

Lampung memiliki sejumlah kawasan hutan lindung dan konservasi, termasuk area yang bersinggungan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), habitat satwa endemik mulai dari harimau sumatra, gajah, hingga spesies burung langka.

Menurutnya, kerusakan habitat akan memicu terganggunya rantai ekosistem, memaksa satwa keluar dari wilayah hidupnya, hingga menimbulkan konflik dengan manusia dan berpotensi menghilangkan spesies dari alam Lampung.

"Tata kelola hutan yang baik adalah investasi ekologis. Ia menjaga ketersediaan air, mencegah abrasi, mengurangi risiko longsor dan banjir, serta memberi ruang hidup bagi satwa,” jelas Fatikhatul.

Ia juga mendesak agar penindakan terhadap pembalakan liar tidak berhenti pada pelaku lapangan. Jaringan perizinan, distribusi kayu, hingga pihak yang memperoleh keuntungan dari aktivitas ilegal harus menjadi target penindakan.

"Tidak cukup hanya menangkap penebang. Persoalan tata kelola hutan harus menyentuh aktor utamanya, termasuk pengendali, pemberi izin, dan jejaring perdagangan ilegal,” katanya.

Selain itu, Fatikhatul menilai jika pemeliharaan hutan harus diiringi dengan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui pemberdayaan kelompok tani hutan, ekowisata berbasis konservasi, hingga pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagai alternatif ekonomi.

"Keberlanjutan lingkungan dan ekonomi harus berjalan berdampingan,” sambungnya.

Sementara Anggota Komisi I DPRD Lampung, Budiman AS, mengapresiasi langkah cepat kepolisian dalam menindak dugaan ilegal logging di Pesisir Barat.

Ia mendesak agar proses pembuktian dilakukan tuntas dan transparan sebagai bentuk efek jera.

"Kalau terbukti harus dikenakan sanksi sesuai aturan. Dampaknya luar biasa bagi masyarakat, dan butuh puluhan tahun untuk memulihkan hutan yang sudah ditebang,” tegasnya.

Budiman menilai, kasus di Pesisir Barat harus menjadi pintu masuk untuk meningkatkan pengawasan di seluruh kabupaten di Lampung. DPRD juga meminta Dinas Kehutanan tidak hanya diam, tetapi aktif melakukan audit, verifikasi lapangan, dan pengawasan terhadap seluruh izin pemanfaatan kawasan.

"Mungkin saja ada pembalakan liar di daerah lain. Ini tidak boleh dibiarkan. Dinas kehutanan harus turun dan memastikan pengelolaan dilakukan sesuai ketentuan,” ujarnya.

DPRD menegaskan Lampung memiliki modal ekologis besar melalui hutan lindung dan kawasan konservasi yang tersebar di banyak wilayah. Namun modal itu tidak akan berarti tanpa tata kelola yang tegas, terukur, dan berorientasi keberlanjutan.

"Kita harus bergerak sebelum terlambat. Hutan bukan warisan untuk dihabiskan, tetapi amanah untuk dijaga. Lampung punya peluang menjadi contoh tata kelola hutan yang baik, bukan sekadar menunggu menjadi korban,” pungkasnya. (*)