• Senin, 01 Desember 2025

DPRD Lampung Finalisasi Raperda Petani, Singkong Diusulkan Jadi Komoditas Unggulan untuk Stabilkan Harga

Senin, 01 Desember 2025 - 17.25 WIB
10

Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas. Foto: Sandika/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas, menegaskan bahwa singkong didorong menjadi salah satu komoditas unggulan daerah dalam Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang saat ini tengah difinalisasi.

Ia menilai, jika perda ini disahkan, polemik harga singkong yang terjadi hampir setahun terakhir akan membaik karena adanya pengaturan hukum yang lebih kuat.

Mikdar mengatakan, keluarnya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang tata niaga singkong menjadi salah satu capaian penting yang didorong oleh Pansus. Ia mengungkapkan, hingga saat ini sebagian besar pengusaha sudah mengikuti ketentuan harga yang ditetapkan gubernur, meskipun sebelumnya sempat meminta relaksasi potongan untuk Desember dan Januari.

“Alhamdulillah, ini patut kita syukuri. Para pengusaha rata-rata telah mengikuti keputusan gubernur terkait harga. Memang mereka sempat meminta relaksasi potongan—Desember 25 persen, Januari 20 persen—dan setelah itu kembali mengikuti ketentuan 15 persen,” ujar Mikdar saat diwawancarai, Senin (01/12/2025).

Menurut Mikdar, dengan selesainya pembahasan dan finalisasi raperda, Pansus Tata Niaga Singkong akan mengakhiri tugasnya. Ia menegaskan bahwa seluruh temuan dan aspirasi petani serta pengusaha selama delapan bulan masa kerja pansus telah disampaikan kepada pihak berwenang, termasuk hingga ke kementerian dan DPR RI.

“Karena raperda sudah masuk tahap akhir dan seluruh rekomendasi pansus sudah tersampaikan, maka sudah tepat pansus mengakhiri tugasnya setelah perda ini diparipurnakan,” jelasnya.

Mikdar memaparkan sejumlah langkah yang telah dihasilkan pansus, antara lain:

1. Mendorong penambahan dan penyaluran pupuk subsidi untuk petani singkong.

2. Mendorong larangan terbatas (lartas) impor tapioka, yang dinilai merugikan harga singkong lokal.

3. Mendorong lahirnya Pergub pengaturan harga singkong, yang kini sudah dijalankan pengusaha.

4. Mendorong masuknya singkong sebagai komoditas unggulan daerah dalam raperda perlindungan dan pemberdayaan petani.

“Ini semua menjadi catatan penting kerja pansus. Terutama soal pupuk subsidi dan lartas impor tapioka, serta Pergub yang sekarang sudah berjalan. Puncaknya, kita dorong singkong masuk sebagai komoditas unggulan dalam raperda,” ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa perda ini nantinya akan memberikan kepastian hukum lebih kuat dibanding pergub. Jika pergub hanya memuat sanksi administratif, maka perda memberikan ruang sanksi yang lebih tegas bagi pelaku usaha maupun petani yang melanggar ketentuan.

“Dengan perda, aturan mainnya berubah. Ada sanksi yang lebih tegas. Tapi tentu kita berharap tidak ada pengusaha atau petani yang melanggar,” ujarnya.

Dalam raperda tersebut, pansus juga merekomendasikan pembentukan kemitraan yang lebih baik antara pengusaha dan petani. Tujuannya agar pembinaan berlangsung optimal, kualitas singkong meningkat, dan tidak ada lagi penolakan singkong di pabrik karena tidak memenuhi standar.

Mikdar menyebutkan bahwa raperda kini memasuki tahap akhir setelah uji publik dilakukan bersama seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, organisasi masyarakat, dan perwakilan petani.

“Insya Allah dalam 1–2 minggu ini raperda sudah diparipurnakan. Setelah itu dikirim ke kementerian untuk dievaluasi. Jika tidak bertentangan dengan aturan di atasnya, maka bisa langsung ditetapkan,” jelasnya.

Ia meyakini, jika perda disahkan, pendapatan petani singkong akan meningkat dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi Lampung.

“Dengan singkong masuk komoditas unggulan dan adanya perlindungan hukum yang lebih kuat, kita yakin pendapatan petani meningkat dan pertumbuhan ekonomi Lampung ikut naik,” tegasnya.

Akademisi Fakultas Hukum sekaligus Tim Ahli Perundang-undangan DPRD Lampung, Iwan Satriawan, turut menegaskan bahwa komoditas singkong telah masuk dalam naskah akademik sebagai bagian dari komoditas unggulan yang harus mendapatkan perlindungan pemerintah.

“Bentuk perlindungan lebih teknis nantinya akan diatur melalui peraturan gubernur atau peraturan kepala daerah,” jelas Iwan.

Ia menyebut, bentuk perlindungan tersebut mencakup bantuan subsidi, stabilitas harga, hingga penataan alih fungsi lahan pertanian. Menurutnya, alih fungsi lahan yang masif menjadi pemukiman dapat mengurangi luas lahan produksi dan berdampak pada ekologi serta ruang terbuka hijau (RTH). (*)