Kisah 2 Dusun di Tanggamus Terjebak Jalan Rusak Bertahun-tahun Menanti Kepedulian Pemkab
Kondisi jalan di Dusun III dan IV, Pekon Sanggi Unggak, Kecamatan Bandar Negeri Semoung, Kabupaten Tanggamus. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Tanggamus - Kabut pagi masih menggantung di perbukitan Bandar Negeri Semoung ketika suara roda motor pelan terdengar dari arah Dusun III Way Tuba, Minggu (23/11/2025).
Jalan yang seharusnya menjadi nadi pergerakan dua dusun, Dusun III dan IV di Pekon Sanggi Unggak, Kecamatan Bandar Negeri Semoung, Kabupaten Tanggamus, justru tampak seperti luka lama yang tak pernah sembuh, berlubang, tergenang dan rusak parah selama bertahun-tahun tanpa tersentuh anggaran pembangunan pemerintah.
Setiap kali hujan turun, lubang-lubang besar berubah menjadi kolam yang menutupi kedalaman jalan. Jalan menjadi licin dan berbahaya.
Pengendara tidak pernah tahu apakah ban motor akan selamat melewatinya atau justru tenggelam dalam kubangan tanah.
"Begitu hujan, lubang-lubang itu penuh air. Bahayanya bukan main. Ini jalan utama kami, tapi rusaknya seperti bukan milik siapa-siapa,” kata Marjan, warga Dusun III, yang hampir setiap hari melintasi jalan tersebut.
Padahal, ruas jalan ini merupakan penghubung vital bagi dua dusun yang bergantung penuh pada akses darat.
Anak-anak sekolah, pengangkut hasil pertanian, pedagang kecil, hingga warga yang membutuhkan pertolongan medis cepat, semuanya melalui jalur yang sama, jalur yang kini lebih mirip perangkap daripada jalan kabupaten.
Kerusakan jalan tidak hanya menghambat mobilitas, tetapi juga menghantam ekonomi warga. Buah pisang, kelapa dan saat musim durian dan duku, yang dibeli atau dikumpulkan warga untuk dijual ke pengepul sering terlambat sampai.
Musim hujan membuat banyak ojek enggan membawa hasil panen karena risiko terjatuh sangat besar.
"Kadang ojek motor tidak mau ambil barang kami. Terlalu licin, terlalu banyak lubang,” ungkap Marjan.
Alhasil, buah pisang dan kelapa dan buah-buahan lainnya sering rusak atau busuk sebelum sempat dijual, menyebabkan petani harus menanggung kerugian berulang.
Ironisnya, meski kerusakan sudah berlangsung bertahun-tahun dan kondisi semakin memburuk, jalan itu tidak pernah mendapatkan perbaikan resmi dari pemerintah.
Tidak ada alat berat, tidak ada pengecekan, tidak ada proyek anggaran yang turun. Yang ada justru gotong royong warga.
Dengan cangkul, karung, dan batu seadanya, mereka bergiliran menimbun titik-titik yang paling berbahaya.
Marjan bahkan menyemen satu titik rawan secara mandiri dari uang tabungannya sendiri.
"Ini saya cor sendiri. Nabung sedikit-sedikit buat beli semen,” katanya, menunjukkan tambalan kecil.
Inisiatif ini layak dihargai, namun sekaligus menyayat hati, yakni masyarakat memperbaiki jalan yang sejatinya merupakan kewajiban pemerintah daerah.
Pembangunan tidak boleh berhenti di pusat kecamatan atau kota kabupaten sementara desa-desa dibiarkan terisolasi dengan infrastruktur yang hancur.
Bila rakyat harus memperbaiki jalan sendiri, untuk apa pemerintah menerima anggaran miliaran rupiah tiap tahun atas nama pembangunan?
"Kondisi Dusun III dan IV ini cermin betapa lemahnya perhatian pemerintah daerah,” kata Rohim, ketua RT setempat.
"Ketika kami menambal jalan dengan tangan sendiri, pejabat hanya sibuk menambal citra dengan janji-janji," keluhnya.
Arsyad, warga lainnya menceritakan bagaimana ia pernah menjadi korban kecelakaan akibat jalan curam dan berlubang.
"Saya pernah jatuh karena lubangnya dalam dan jalan menurun. Sampai harus dibawa ke rumah sakit,” ujarnya.
Bagi warga, kecelakaan bukan lagi kemungkinan, tapi ancaman harian. "Setiap kali warga melewati jalan ini, itu sudah ancaman bagi keselamatan," katanya.
Sebagian warga mengaku tidak memahami sepenuhnya siapa yang bertanggung jawab secara administratif atas pembangunan jalan tersebut. Namun mereka tetap melapor dan berharap kepada pemerintah Pekon, kecamatan, hingga kabupaten.
"Kami tidak tahu siapa yang berwenang, tapi pemerintah adalah tempat kami berharap,” kata Pulung, tokoh masyarakat setempat.
Kini, harapan itu mengerucut pada satu nama Bupati Tanggamus Mohammad Saleh Asnawi.
"Kami mohon kepada Pak Bupati. Tolong jalan kami ini dibangun. Kami sudah terlalu lama menunggu," kata Marja, Rohim, Arsyad dan Pulung bersamaan.
Ketika matahari tenggelam di balik bukit, cahaya keemasan memantul di genangan air yang menutup lubang-lubang jalan.
Anak-anak pulang mengaji harus berjinjit melewati tanah becek. Para petani menuntun motor mereka pelan-pelan agar buah yang dibawa tidak jatuh. Namun yang tak pernah hilang adalah harapan.
Harapan bahwa suatu hari, ketika pemerintah benar-benar turun melihat kondisi Dusun III dan IV, jalan yang selama ini menyiksa warga akan berubah menjadi akses layak yang membuka masa depan baru bagi dua dusun yang lama terpinggirkan ini. (*)
Berita Lainnya
-
Satgas Pangan Temukan Harga Beras Premium di Atas HET di Tanggamus
Kamis, 20 November 2025 -
Dana Transfer Daerah untuk Tanggamus Diproyeksi Anjlok Rp318 Miliar
Kamis, 20 November 2025 -
Disiplin ASN Lemah, Banyak Pegawai Pemkab Tanggamus Menghilang Setelah Absen
Kamis, 20 November 2025 -
Swadaya Sembilan Pekon Buka Akses Jalan Pesisir Pematangsawa Tanggamus
Rabu, 19 November 2025









