• Jumat, 21 November 2025

Benny Karya Limantara: KUHAP Baru Momentum Reformasi atau Sekadar Wajah Baru dari Sistem Lama

Jumat, 21 November 2025 - 08.27 WIB
15

Akademisi Universitas Bandar Lampung sekaligus seorang advokat, Dr. Benny Karya Limantara. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru oleh DPR RI dinilai sebagai salah satu perubahan paling signifikan dalam hukum pidana Indonesia sejak 1981. Namun, implementasinya disebut masih menyisakan tanda tanya besar.

Hal itu disampaikan akademisi Universitas Bandar Lampung sekaligus seorang advokat, Dr. Benny Karya Limantara, yang menilai bahwa perubahan KUHAP bukan sekadar revisi teknis, tetapi perombakan mendasar terhadap cara negara menjalankan proses peradilan pidana.

Menurutnya, sejak empat dekade lalu penegakan hukum Indonesia bekerja dengan “mesin tua” KUHAP 1981, yang disebut sudah tidak kompatibel dengan perkembangan teknologi, dinamika sosial, dan kebutuhan perlindungan hak asasi manusia.

“KUHAP baru 2026 bukan hanya perubahan norma. Pertanyaannya, apakah undang-undang baru ini benar-benar akan mengubah wajah penegakan hukum di Indonesia?” tanya Benny saat dimintai tanggapan Jumat (21/11/25).

Benny mengatakan secara normatif KUHAP baru membawa banyak kemajuan. Mulai dari penguatan perlindungan terhadap tersangka, terdakwa, saksi, hingga korban. Mekanisme penahanan diperjelas dan ruang penyalahgunaan kewenangan dipersempit. Integrasi teknologi seperti rekaman penyidikan dan bukti digital juga dianggap memberi warna baru dalam proses hukum.

Secara filosofis, KUHAP baru disebut berupaya mengembalikan hukum acara pidana ke tujuan utamanya, yaitu melindungi warga dari kesewenang-wenangan negara. “Ini patut diapresiasi,” ujarnya.

Namun Benny mengingatkan, sejarah pembaruan hukum di Indonesia menunjukkan bahwa perubahan norma tidak otomatis mengubah praktik di lapangan. Menurutnya masalah penegakan hukum selama ini tidak hanya terletak pada aturan, tetapi pada lemahnya implementasi.

Ia mengingatkan sejumlah persoalan yang berpotensi menghambat pelaksanaan KUHAP baru, tanpa pelatihan nasional yang menyeluruh, norma progresif dalam KUHAP baru dikhawatirkan justru salah dipahami atau bahkan diabaikan.

KUHAP yang menuntut rekaman pemeriksaan dan bukti digital dikatakan belum tentu bisa diterapkan merata, mengingat perangkat tidak tersedia di seluruh wilayah.

“Masih ada aparat yang menganggap keberhasilan penyidikan diukur dari cepatnya penangkapan, bukan kualitas prosesnya. Paradigma ini harus berubah,” kata Benny.

Benny menegaskan bahwa masyarakat menaruh harapan besar terhadap KUHAP baru, yang diharapkan mampu menghadirkan rasa keadilan substantif. Harapan itu meliputi korban mendapatkan ruang lebih manusiawi, tersangka tidak ditahan sewenang-wenang, dan hukum tidak lagi tajam ke bawah.

Namun, ia juga menilai sejumlah ketentuan masih menuai kritik. Wewenang penyidik dalam penahanan dan penggeledahan dianggap masih belum diawasi secara ketat. Mekanisme restorative justice juga dinilai rawan menimbulkan kompromi yang tidak sehat. Bahkan beberapa pasal berpotensi diuji di Mahkamah Konstitusi.

Benny menilai pemerintah dan institusi penegak hukum harus memastikan enam langkah konkret dilakukan sebelum KUHAP baru berlaku efektif pada 2 Januari 2026, yakni:

1. Pelatihan nasional wajib bagi seluruh aparat penegak hukum.

2. Penyusunan SOP baru yang selaras dengan KUHAP 2026.

3. Modernisasi infrastruktur IT peradilan pidana.

4. Penguatan mekanisme pengawasan independen.

5. Sosialisasi publik mengenai hak-hak warga.

6. Monitoring implementasi pada periode awal pasca-berlaku.

“Jika langkah-langkah ini tidak dilakukan, KUHAP baru hanya akan menjadi undang-undang modern dengan perilaku lama,” tegasnya.

Benny menyebut bahwa KUHAP baru merupakan momentum langka untuk menghadirkan sistem peradilan pidana yang lebih adil, transparan, dan manusiawi. Namun, hal itu hanya bisa terwujud jika ada kemauan politik dan keberanian institusional untuk berubah.

“Tanpa itu, KUHAP baru hanyalah wajah baru dari sistem lama. Dan masyarakat akan kembali menunggu keadilan yang tak kunjung tiba,” pungkasnya. (*)