Benny Karya Limantara: KUHAP Baru Momentum Reformasi atau Sekadar Wajah Baru dari Sistem Lama
Akademisi Universitas Bandar Lampung sekaligus seorang advokat, Dr. Benny Karya Limantara. Foto: Ist
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengesahan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru oleh DPR RI dinilai sebagai salah satu
perubahan paling signifikan dalam hukum pidana Indonesia sejak 1981. Namun,
implementasinya disebut masih menyisakan tanda tanya besar.
Hal itu disampaikan akademisi Universitas Bandar Lampung
sekaligus seorang advokat, Dr. Benny Karya Limantara, yang menilai bahwa
perubahan KUHAP bukan sekadar revisi teknis, tetapi perombakan mendasar
terhadap cara negara menjalankan proses peradilan pidana.
Menurutnya, sejak empat dekade lalu penegakan hukum Indonesia
bekerja dengan “mesin tua” KUHAP 1981, yang disebut sudah tidak kompatibel
dengan perkembangan teknologi, dinamika sosial, dan kebutuhan perlindungan hak
asasi manusia.
“KUHAP baru 2026 bukan hanya perubahan norma. Pertanyaannya,
apakah undang-undang baru ini benar-benar akan mengubah wajah penegakan hukum
di Indonesia?” tanya Benny saat dimintai tanggapan Jumat (21/11/25).
Benny mengatakan secara normatif KUHAP baru membawa banyak
kemajuan. Mulai dari penguatan perlindungan terhadap tersangka, terdakwa,
saksi, hingga korban. Mekanisme penahanan diperjelas dan ruang penyalahgunaan
kewenangan dipersempit. Integrasi teknologi seperti rekaman penyidikan dan
bukti digital juga dianggap memberi warna baru dalam proses hukum.
Secara filosofis, KUHAP baru disebut berupaya mengembalikan
hukum acara pidana ke tujuan utamanya, yaitu melindungi warga dari
kesewenang-wenangan negara. “Ini patut diapresiasi,” ujarnya.
Namun Benny mengingatkan, sejarah pembaruan hukum di Indonesia
menunjukkan bahwa perubahan norma tidak otomatis mengubah praktik di lapangan.
Menurutnya masalah penegakan hukum selama ini tidak hanya terletak pada aturan,
tetapi pada lemahnya implementasi.
Ia mengingatkan sejumlah persoalan yang berpotensi menghambat
pelaksanaan KUHAP baru, tanpa pelatihan nasional yang menyeluruh, norma
progresif dalam KUHAP baru dikhawatirkan justru salah dipahami atau bahkan
diabaikan.
KUHAP yang menuntut rekaman pemeriksaan dan bukti digital
dikatakan belum tentu bisa diterapkan merata, mengingat perangkat tidak
tersedia di seluruh wilayah.
“Masih ada aparat yang menganggap keberhasilan penyidikan diukur
dari cepatnya penangkapan, bukan kualitas prosesnya. Paradigma ini harus
berubah,” kata Benny.
Benny menegaskan bahwa masyarakat menaruh harapan besar terhadap
KUHAP baru, yang diharapkan mampu menghadirkan rasa keadilan substantif.
Harapan itu meliputi korban mendapatkan ruang lebih manusiawi, tersangka tidak
ditahan sewenang-wenang, dan hukum tidak lagi tajam ke bawah.
Namun, ia juga menilai sejumlah ketentuan masih menuai kritik.
Wewenang penyidik dalam penahanan dan penggeledahan dianggap masih belum
diawasi secara ketat. Mekanisme restorative justice juga dinilai rawan
menimbulkan kompromi yang tidak sehat. Bahkan beberapa pasal berpotensi diuji
di Mahkamah Konstitusi.
Benny menilai pemerintah dan institusi penegak hukum harus
memastikan enam langkah konkret dilakukan sebelum KUHAP baru berlaku efektif
pada 2 Januari 2026, yakni:
1. Pelatihan nasional wajib bagi seluruh aparat penegak hukum.
2. Penyusunan SOP baru yang selaras dengan KUHAP 2026.
3. Modernisasi infrastruktur IT peradilan pidana.
4. Penguatan mekanisme pengawasan independen.
5. Sosialisasi publik mengenai hak-hak warga.
6. Monitoring implementasi pada periode awal pasca-berlaku.
“Jika langkah-langkah ini tidak dilakukan, KUHAP baru hanya akan
menjadi undang-undang modern dengan perilaku lama,” tegasnya.
Benny menyebut bahwa KUHAP baru merupakan momentum langka untuk
menghadirkan sistem peradilan pidana yang lebih adil, transparan, dan
manusiawi. Namun, hal itu hanya bisa terwujud jika ada kemauan politik dan
keberanian institusional untuk berubah.
“Tanpa itu, KUHAP baru hanyalah wajah baru dari sistem lama. Dan
masyarakat akan kembali menunggu keadilan yang tak kunjung tiba,” pungkasnya.
(*)
Berita Lainnya
-
Komisi III DPR RI Tinjau Kesiapan Polda, Kejati, dan BNNP Lampung Hadapi Penerapan KUHP Baru
Jumat, 21 November 2025 -
Efektivitas KUHAP Tergantung Komitmen Aparat Penegak Hukum
Jumat, 21 November 2025 -
Pelaku Pengecoran Solar di Lampung Beli Barcode Ilegal dari Medsos
Kamis, 20 November 2025 -
Tak Ikuti Pergub Lampung, Tiga Pabrik Singkong Diberi Teguran Tertulis
Kamis, 20 November 2025









