• Kamis, 20 November 2025

Buntut Penyimpangan Solar di SPBU Lamtim, Pertamina dan APH Didesak Perketat Pengawasan

Kamis, 20 November 2025 - 16.11 WIB
41

Ketua Komisi I DPRD Lampung, Garinca Reza Pahlevi dan Anggota Komisi I DPRD Lampung, Budiman AS. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel memastikan adanya pelanggaran serius dalam penyaluran biosolar subsidi di SPBU 24.341.128 Desa Srimenanti, Kecamatan Bandar Sribhawono, Kabupaten Lampung Timur.

Temuan itu diungkap setelah tim Pertamina melakukan pengecekan lapangan pasca-viral video warga yang menggerebek praktik pengecoran solar di SPBU tersebut.

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Garinca Reza Pahlevi, menilai temuan tersebut harus menjadi alarm serius bagi pemerintah daerah, aparat penegak hukum (APH), hingga Pertamina untuk memperketat pengawasan. Menurutnya, praktik serupa sangat mungkin terjadi di SPBU lain.

"Pemerintah daerah melalui kewenangan perizinannya harus berani mencabut izin SPBU yang terbukti melakukan pelanggaran. Evaluasi dan peringatan keras perlu diberikan, bahkan distribusi dapat dihentikan sementara oleh Pertamina agar ada efek jera,” tegas Garinca, saat diwawancarai, Kamis (20/11/2025).

Ia juga meminta aparat kepolisian menindak tegas oknum pelaku maupun pihak SPBU yang terlibat. Penegakan hukum dinilai penting agar praktik serupa tidak kembali terulang.

"Kami mengimbau agar kepolisian bertindak tegas. Oknum yang terlibat harus diproses, dan SPBU lain bisa belajar,” lanjutnya.

Sebagai tindak lanjut, Komisi I DPRD Lampung dalam kunjungan ke Polda Lampung dalam waktu dekat akan meminta penguatan penindakan terhadap penyalahgunaan distribusi solar.

Garinca menyebut langkah antisipasi perlu diperketat agar persoalan kelangkaan dan antrean solar tidak semakin parah.

Senada, Anggota Komisi I DPRD Lampung, Budiman AS, menyatakan keprihatinannya terhadap dampak sosial-ekonomi akibat antrean panjang di SPBU yang dipicu penyimpangan distribusi solar.

Ia menilai masyarakat, khususnya pengemudi dan pelaku usaha, menjadi pihak yang paling dirugikan.

"Pengemudi kehilangan waktu dan pendapatan, sementara barang-barang seperti hasil pertanian dan sayuran berisiko rusak sebelum sampai ke tujuan. Ini bisa memicu kenaikan harga dan mengganggu perekonomian daerah,” jelas Budiman.

Ia menambahkan, antrean kendaraan juga menghambat aktivitas warga dan pemilik toko di sekitar SPBU. Jika tidak segera diatasi, kondisi ini dapat berdampak pada stabilitas inflasi daerah.

"Tidak mungkin pengecoran dalam jumlah besar terjadi tanpa kerja sama pihak SPBU. Standar pembelian sudah menggunakan barcode yang terbatas. Artinya kalau tetap bisa dilakukan, pasti ada permainan orang dalam. Karena itu, baik oknum pengecor maupun SPBU harus diberi sanksi tegas,” terangnya.

Budiman berharap Pertamina bersama APH memperketat pengawasan distribusi biosolar subsidi dan menindak tegas setiap pelanggaran untuk memastikan solar benar-benar diterima masyarakat yang berhak. (*)