• Rabu, 19 November 2025

Mendagri: Perlindungan Lahan Sawah Syarat Utama Dukung Ketahanan Pangan Nasional

Rabu, 19 November 2025 - 11.37 WIB
14

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, menegaskan pemerintah daerah (pemda) harus membuat kebijakan untuk melindungi persawahan di wilayah masing-masing.

Tito menyampaikan bahwa pelindungan lahan sawah merupakan syarat utama dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Hal pertama yang harus dipastikan adalah luas lahan tidak berkurang, sehingga ditetapkan konsep lahan sawah yang dilindungi (LSD).

Hal itu disampaikan Tito saat memimpin Rapat Koordinasi Pembahasan Penataan Ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Alih Fungsi Lahan, Lahan Baku Sawah (LBS), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), serta mitigasi bencana hidrometeorologi tingkat provinsi, kabupaten, dan kota yang digelar secara hybrid dari Ruang Sidang Utama, Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

“Inti dasar rapat ini adalah penataan ulang rencana tata ruang wilayah yang terkait dengan lahan baku sawah, lahan pertanian pangan berkelanjutan, serta kawasan pertanian pangan berkelanjutan. Intinya itu. Tindak lanjutnya adalah daerah harus membuat kebijakan untuk melindungi persawahan yang sudah ada,” kata Tito dilansir Kompas.com, Rabu (19/11/2025).

Ia menjelaskan, salah satu visi utama Presiden RI Prabowo Subianto adalah mewujudkan swasembada pangan. Presiden Prabowo berulang kali menegaskan bahwa kemerdekaan sebuah negara tidak hanya diukur dari lepasnya kolonialisme, tetapi juga dari kemampuannya memberi makan rakyat tanpa bergantung pada impor.

Oleh karena itu, berbagai upaya untuk mendorong produksi pangan terus dilakukan, mulai dari penguatan lahan, irigasi, pupuk, hingga alat dan mesin pertanian (alsintan).

Lebih lanjut, Tito menyampaikan bahwa penguatan sektor lahan dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu mengoptimalkan lahan pertanian yang sudah ada dan membuka sawah baru di wilayah yang sebelumnya bukan persawahan.

Optimalisasi ini menjadi fokus penting dalam meningkatkan produksi beras dalam negeri, sejalan dengan arahan Presiden agar pasokan pangan nasional tetap aman. Dalam konteks tersebut, penataan tata ruang menjadi langkah krusial untuk memastikan kebijakan berjalan efektif.

“Kita harus betul-betul memahami hal ini. Ada tindak lanjut yang perlu dilakukan, di antaranya revisi RTRW. Kami mengapresiasi daerah yang sudah melakukan revisi tersebut,” ujar Tito.

Ia meminta pemda memastikan luas lahan sawah tidak berkurang akibat alih fungsi yang tidak terkendali. Lahan yang sudah ada harus dipertahankan dan tidak dikonversi menjadi kawasan komersial atau industri. Karena itu, revisi RTRW harus memberikan porsi yang jelas bagi KP2B, termasuk memastikan LBS tervalidasi dengan baik melalui data lapangan maupun citra satelit.

“Citra satelit dapat digunakan untuk membuat peta yang bisa diperbesar secara detail. Peran Badan Informasi Geospasial (BIG) sangat penting untuk melakukan rekonsiliasi dan verifikasi data, tidak hanya mengandalkan survei lapangan atau peta yang dibuat berdasarkan data daratan,” jelas Tito.

Untuk mempercepat proses tersebut, Kemendagri bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Pertanian (Kementan), BIG, dan instansi terkait akan membentuk satuan tugas (satgas) gabungan untuk mengawal revisi tata ruang daerah.

Tito juga mendorong terciptanya iklim kompetitif antardaerah. Pemerintah pusat akan memberikan penghargaan dan insentif bagi daerah yang cepat menyelesaikan revisi tata ruang dan menunjukkan komitmen terhadap pelindungan lahan sawah.

“Daerah yang belum melakukan revisi pasti akan kami kejar. Kami juga akan menciptakan iklim kompetitif, misalnya awal tahun depan kami memberi penghargaan kepada daerah yang cepat melakukan revisi atau provinsi yang paling banyak menyelesaikannya,” tegasnya. (*)