• Selasa, 18 November 2025

Pengamat: Penindakan Narkoba Lebih Sering Hanya Pada Kurir, Jarang Menyentuh Bandar Besar

Selasa, 18 November 2025 - 13.35 WIB
14

Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Peredaran narkoba di Lampung dinilai memasuki fase mengkhawatirkan. Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara menyebut Lampung kini menjadi salah satu wilayah yang paling rentan karena posisinya sebagai pintu gerbang distribusi Sumatera–Jawa.

Menurut Benny, persoalan narkotika di Lampung tidak bisa hanya dilihat dari sisi penegakan hukum. Ada persoalan struktural yang membuat jaringan sindikat mudah bertahan dan berkembang.

“Lampung adalah jalur transit strategis. Celah pengawasan di pelabuhan dan jalur tikus masih tinggi. Masyarakat secara ekonomi rentan sehingga mudah direkrut sebagai kurir, dan ada indikasi permainan oknum. Ini masalah struktural, bukan sekadar teknis,” ujar Benny saat dimintai tanggapan Selasa (18/11/25).

Ia menilai penegakan hukum yang ada saat ini berjalan secara normatif, tetapi belum mampu memberi perubahan substantif. “Hukum berjalan, tapi tidak transformatif,” kata dia.

Benny mengakui aparat penegak hukum seperti BNNP Lampung dan Polda Lampung sudah melakukan banyak pengungkapan. Namun, menurutnya efektivitas penanganan masih jauh dari optimal.

“Penindakan lebih sering berhenti pada kurir dan pengguna, jarang menyentuh bandar besar. Koordinasi lintas lembaga juga belum sepenuhnya solid,” jelasnya.

Ia menilai jurang antara aturan dan praktik lapangan masih lebar. Program rehabilitasi dan pencegahan juga belum massif, padahal bagian ini sangat krusial dalam pendekatan keadilan substantif.

“Selama strategi hanya fokus pada lapisan bawah, hasilnya tidak akan signifikan. Kita butuh terobosan, bukan rutinitas penangkapan,” ujarnya.

Benny menilai Lampung membutuhkan strategi baru yang lebih progresif. Ia mengusulkan sejumlah langkah, seperti:

* Fokus penindakan pada bandar besar dan jaringan transnasional.

* Penyadapan yang lebih intensif serta pelacakan transaksi keuangan bekerja sama dengan PPATK.

* Pengawasan ketat di Pelabuhan Bakauheni dan jalur perairan dengan dukungan teknologi seperti AI, CCTV, X-Ray gate, dan kapal patroli.

* Pemerintah daerah memperkuat koordinasi dan menambah anggaran pencegahan.

* Pendidikan hukum substantif di sekolah dan kampus dengan model kurikulum antinarkoba yang relevan dengan kondisi sosial Lampung.

* Rehabilitasi berbasis komunitas untuk pengguna agar tidak selalu berujung kriminalisasi.

Menurut Benny, hukuman narkotika secara normatif sudah berat, namun tidak otomatis memberi efek jera.

“Yang dihukum berat biasanya kurir yang sebenarnya pihak paling lemah. Bandar besar sering kali lolos. Ditambah lagi, lapas masih menjadi pusat kendali jaringan. Jadi wajar hukuman tidak memberi efek jera,” tegasnya.

Ia menambahkan, faktor ekonomi membuat masyarakat tetap berani mengambil risiko menjadi kurir meski hukuman tinggi.

Benny memaparkan sejumlah penyebab mengapa narkoba semakin marak di Lampung. Selain kondisi ekonomi yang membuat masyarakat mudah direkrut sindikat, celah pengawasan perairan dan pelabuhan juga masih terbuka.

Ia menilai lemahnya sistem pemidanaan turut memperparah situasi karena lapas justru kerap dimanfaatkan jaringan untuk mengatur distribusi narkoba.

“Selama masih ada permainan oknum dan pendekatan kebijakan tidak komprehensif, peredaran narkoba akan terus berkembang,” paparnya.

Benny menegaskan perlunya transformasi penanganan narkotika di Lampung. Hukum progresif, katanya, menuntut keberanian aparat dan pemerintah untuk menembus batas formal dan fokus pada akar masalah, bukan hanya tindakan permukaan.

“Follow the money, perkuat pengawasan pelabuhan berbasis teknologi, dan bangun sistem rehabilitasi yang lebih manusiawi. Tanpa itu, Lampung akan terus berada dalam kondisi darurat narkoba,” tutupnya. (*)