• Kamis, 13 November 2025

Soal Antrean Solar, Pengamat: Lampung Perlu Alokasi Khusus untuk Kendaraan Transit

Kamis, 13 November 2025 - 15.18 WIB
15

Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Asrian Hendi Caya. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menerima tambahan kuota bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi sebanyak 11.505 kiloliter (KL) dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk tahun 2025.

Tambahan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama sektor transportasi dan usaha kecil yang masih bergantung pada BBM bersubsidi.

Namun, meski kuota sudah ditambah, antrean panjang kendaraan besar terutama truk masih sering terjadi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Lampung.

Menanggapi hal itu, Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Asrian Hendi Caya, menilai bahwa peningkatan kuota belum tentu menjadi solusi efektif jika tidak disertai dengan pengawasan dan perencanaan alokasi yang tepat.

Menurutnya, posisi Lampung sebagai jalur lintas utama antara Pulau Jawa dan Sumatra menjadikan permintaan BBM di daerah ini jauh lebih tinggi dibandingkan provinsi lain.

"Lampung adalah jalur perlintasan nasional. Apalagi dengan tarif tol yang semakin tinggi, banyak kendaraan umum seperti truk yang memilih melewati jalur non-tol. Hal ini menambah permintaan BBM di Lampung dari kendaraan yang sekadar melintas,” jelas Asrian, Kamis (13/11/2025).

Ia menilai pembatasan penggunaan solar hanya untuk kendaraan lokal menjadi kebijakan yang kurang tepat, mengingat Lampung merupakan pintu gerbang lintas darat Jawa Sumatra.

"Pembatasan permintaan BBM hanya untuk kendaraan lokal jadi kurang pas. Untuk Lampung yang merupakan jalur lintas, seharusnya mendapat alokasi yang lebih agar tidak mengganggu transportasi lokal,” ujarnya.

Asrian menambahkan, tambahan alokasi solar memang langkah positif, namun perlu dipastikan apakah penambahan tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan aktual kendaraan lokal maupun transit.

"Tambahan alokasi solar adalah solusi, tapi belum tentu memecahkan masalah. Ini harus dimonitor dengan baik agar tidak mengganggu kelancaran transportasi barang dan orang, apalagi menjelang akhir tahun yang identik dengan libur Natal dan Tahun Baru,” ungkapnya.

Ia mengingatkan, jika distribusi barang terganggu akibat kelangkaan solar, dampaknya bisa menyebabkan inflasi, sementara gangguan perjalanan akan menimbulkan ketidakefisienan ekonomi serta gesekan sosial di masyarakat.

"Gangguan distribusi barang akan berdampak pada inflasi, dan gangguan perjalanan akan menciptakan ketidakefisienan serta keresahan sosial yang ujungnya juga berdampak pada ekonomi,” pungkasnya. (*)