Pemotongan TPP Dinilai Reaktif, Pengamat: Jangan ASN Jadi Korban Efisiensi Anggaran
Pemerhati ekonomi dan kebijakan publik daerah, Erwin Octavianto. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Rencana sejumlah pemerintah daerah di Provinsi Lampung untuk memangkas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) atau Tunjangan Kinerja (Tukin) Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun 2026 dinilai sebagai langkah yang terlalu reaktif dan berisiko terhadap kinerja aparatur di lapangan.
Kebijakan tersebut muncul setelah pemerintah pusat mengumumkan akan melakukan pengurangan Dana Transfer ke Daerah (TKD) tahun depan. Kondisi itu membuat sebagian besar daerah harus melakukan penyesuaian anggaran, termasuk pada pos belanja pegawai.
Pemerhati ekonomi dan kebijakan publik daerah, Erwin Octavianto, menilai pemangkasan TPP seharusnya menjadi opsi terakhir, bukan langkah awal dalam merespons tekanan fiskal daerah.
"TPP bukan hanya bagian dari gaji ASN, tapi juga alat motivasi dan penggerak kinerja birokrasi. Kalau dipotong, efeknya bukan cuma pada kesejahteraan pegawai, tapi juga pada semangat kerja dan kualitas pelayanan publik,” kata Erwin, saat dimintai tanggapan, Rabu (12/11/2025).
Ia menjelaskan, banyak ASN di kabupaten/kota di Lampung yang sudah bekerja dengan fasilitas terbatas dan beban kerja tinggi, terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan pelayanan dasar.
Karena itu, pemotongan TPP justru bisa menurunkan moral kerja serta melemahkan pelayanan masyarakat.
Baca juga : Dampak Efisiensi Anggaran, TPP ASN Lampung Barat Dipotong 30 Persen
Erwin menilai, kebijakan tersebut juga akan berdampak pada daya beli ASN yang selama ini menjadi salah satu penopang perputaran ekonomi di daerah.
"Sebagian besar ASN berpenghasilan menengah ke bawah dan menggantungkan pendapatannya dari TPP. Kalau TPP dipotong, otomatis konsumsi rumah tangga menurun. Dampaknya bisa terasa ke UMKM dan pedagang kecil,” terangnya.
Menurut Erwin, sebelum memutuskan pemangkasan TPP, pemerintah daerah semestinya melakukan langkah efisiensi lain, seperti memangkas anggaran perjalanan dinas, kegiatan seremonial, proyek nonprioritas, serta optimalisasi pengadaan barang dan jasa melalui sistem digital.
“Kalau hal-hal seperti itu belum dilakukan, tapi TPP yang duluan dipotong, berarti daerah masih salah urut dalam skala prioritas efisiensi,” tegasnya.
Ia menambahkan, dalam kondisi fiskal yang ketat, Pemda perlu berani menata ulang postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) agar kebijakan efisiensi tidak selalu dibebankan kepada ASN.
Selain itu, kata dia, komunikasi yang terbuka antara pemerintah daerah dan ASN juga penting dilakukan agar aparatur memahami situasi tanpa harus kehilangan semangat kerja.
“Kalau kondisi fiskal memang tertekan, sampaikan secara jujur dan terbuka kepada ASN. Jangan langsung ambil keputusan sepihak yang bisa menurunkan moral,” ujarnya.
Erwin menegaskan, pemotongan TPP bukan solusi jangka panjang dalam menghadapi tekanan anggaran. Pemerintah daerah justru perlu memperkuat reformasi pendapatan dan efisiensi sistem birokrasi agar anggaran bisa dikelola lebih adil dan produktif.
“Anggaran yang sehat bukan yang besar, tapi yang dikelola dengan adil dan berdampak. Kalau semangat ASN padam karena kebijakan yang tidak sensitif, pelayanan publik akan ikut meredup, dan itu jauh lebih berbahaya dari defisit anggaran itu sendiri,” tutupnya. (*)
Berita Lainnya
-
Zulkarnain Resmi Jabat Kakanwil Kemenag Lampung
Rabu, 12 November 2025 -
Yozi Rizal Sebut Pemotongan Tukin ASN Berpotensi Ganggu Kinerja dan Pelayanan Publik
Rabu, 12 November 2025 -
Pemprov Lampung Pastikan TPP ASN Tak Dilakukan Pemangkasan
Rabu, 12 November 2025 -
Pengamat: Kolaborasi Jadi Kunci Penerapan Harga Acuan Singkong di Lampung
Rabu, 12 November 2025









