Malam Penjaga Ladang di Tepi Hutan Way Kambas
Demi pertahankan tanamannya dari gangguan gajah liar, petani di Lampung Timur rela berjaga di kebun semalaman. Foto: Agus/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Lampung Timur - Malam datang perlahan di Desa Muara Jaya, Kecamatan Sukadana. Langit pekat tanpa bintang, hanya seberkas cahaya samar dari rembulan yang tertutup awan. Di kejauhan, hutan Taman Nasional Way Kambas berdiri sunyi, gelap, dan beraroma lembab. Angin malam berhembus, membawa suara dedaunan yang beradu seperti bisikan alam yang tak henti.
Di tepi peladangan singkong, sebuah gubuk kayu berdiri sederhana. Di dalamnya, Sukiman (50) duduk bersandar, menatap kegelapan di arah hutan. Malam ini, seperti malam-malam lainnya, ia tidak beristirahat. Ia berjaga, menjaga ladang dari kawanan gajah liar yang kerap turun mencari makan.
“Kalau tidak dijaga, habis tanaman kami dirangsek ya dimakan gajah,” kata Sukiman dengan nada datar, suaranya tenggelam di antara deru angin malam. Jumat (7/11/2025).
sekitar pukul 17.00, Sukiman baru pulang dari ladang. Tubuhnya penat, namun waktu istirahat tak panjang. Setelah mandi dan makan, pukul 18.30 ia kembali berangkat ke pinggir hutan—membawa petasan, senter, sarung, dan sebungkus nasi berisi lauk seadanya.
“Petasan buat nakutin gajah. Senter buat penerangan. Sarung buat ngelawan dingin,” ujarnya sambil tersenyum kecil. Baginya, semua perlengkapan itu sama pentingnya dengan cangkul di siang hari.
Di gubuk itu, Sukiman tidak sendiri. Ada sekitar 4 petani lain yang ikut berjaga malam. Mereka berbincang pelan, menyeruput kopi, dan menatap ke arah pepohonan. Kadang tawa kecil pecah, tapi segera reda ketika terdengar ranting patah dari seputaran peladangan.
Hembusan angin semakin kencang. Dedaunan bergesekan, menimbulkan suara lirih seperti gesekan pepohonan. Di bawah cahaya senter, kabut tipis turun perlahan, menyelimuti ladang singkong yang berjejer rapi hingga ke tepi semak.
Para petani itu menunggu sejak pukul tujuh malam hingga menjelang subuh. Jika tak berjaga, bukan hanya singkong yang lenyap—tapi juga harapan hidup keluarga mereka. “Sekali gajah masuk, bisa habis satu hektar dalam semalam,” ujar Sukiman.
Meski sadar akan bahaya, mereka tak punya pilihan. “Pernah ada yang meninggal diseruduk gajah,” kenang Sukiman lirih. “Tapi kalau tidak dijaga, kami pun yang rugi.”
Sukiman adalah anggota satgas penghalau gajah liar, sebuah kelompok bentukan warga. Tidak ada seragam, tidak ada upah. Mereka menjaga dengan keberanian dan doa, menjadi pagar hidup di antara manusia dan alam liar.
“Kami ini cuma petani. Tapi malam-malam kami harus seperti penjaga hutan,” tutur Sukiman, matanya menatap jauh ke arah pepohonan.
Sekitar pukul sembilan malam, udara berubah. Angin berhenti sesaat, seolah memberi tanda. “Itu, rombongan gajah datang,” bisik salah satu petani. Dari arah hutan, suara ranting patah terdengar beruntun.
Rombongan gajah liar muncul di pinggir hutan yang di pimpin oleh satu gajah paling dewasa, diikuti beberapa ekor lainnya. Senter diarahkan ke arah tubuh abu-abu yang bergerak perlahan menuju peladangan.
Beberapa petani menyalakan petasan. Ledakannya memecah sunyi malam, membuat gajah-gajah itu berhenti, lalu perlahan mundur ke arah pepohonan.
Ketegangan mereda. Angin kembali berembus, membawa aroma tanah yang basah dan asap petasan yang menipis di udara. Sukiman menghela napas panjang. “Syukur, malam ini aman,” katanya pelan.
Menjelang pukul empat pagi, langit mulai memudar keabu-abuan. Jangkrik kembali bersuara, menandai akhir malam. Sukiman duduk bersandar di tiang gubuk, matanya lelah tapi tenang. “Beginilah hidup kami,” ujarnya. “Kalau bukan kami yang jaga, siapa lagi? Ladang ini bukan sekadar tanaman, tapi hidup kami.”
Penjagaan gajah liar demi mempertahankan tanaman sudah di lakukan oleh petani penyangga hutan Way Kambas sejak puluhan tahun dan sampai malam ini mereka tetap melakukan penjagaan tanaman nya dari serangan gajah gajah liar. (*)
Berita Lainnya
-
Toko Sembako di Desa Labuhanratu Lampung Timur Terbakar, Diduga Akibat Korsleting Listrik
Kamis, 06 November 2025 -
Nelayan Lansia Asal Lampung Timur Hilang di Laut, 4 Hari Pencarian Masih Nihil
Sabtu, 01 November 2025 -
HIPMI Lampung Timur Ungkap Dugaan Monopoli Proyek oleh Perusahaan Asal Luar Daerah
Sabtu, 01 November 2025 -
Polisi Sita Rp 60 Juta dari 3 Tersangka Kasus Korupsi Bendungan Marga Tiga Lamtim
Jumat, 31 Oktober 2025









