• Rabu, 22 Oktober 2025

Dua BUMD Lampung Didesak Bangkit Lewat Reformasi Tata Kelola dan Bisnis Profesional

Rabu, 22 Oktober 2025 - 15.38 WIB
14

Pengamat ekonomi Lampung, Erwin Octavianto. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sejak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menghentikan penyertaan modal dari APBD kepada dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni PT Wahana Raharja (WR) dan PT Lampung Jasa Utama (LJU), keduanya kini dihadapkan pada kenyataan sulit bertahan dengan sumber daya sendiri di tengah persoalan internal yang kompleks.

Pengamat ekonomi Lampung, Erwin Octavianto, menilai, setelah enam tahun kebijakan tanpa subsidi berjalan, kondisi kedua BUMD tersebut justru menunjukkan belum adanya kesiapan manajerial dan finansial untuk benar-benar mandiri.

“Langkah Pemprov menarik dukungan APBD itu sudah benar. Tapi persoalannya, kesiapan internal dua BUMD ini belum matang. Mereka masih terjebak dalam masalah lama yang menghambat transformasi,” ujar Erwin saat dimintai tanggapan Rabu (22/10/25).

Ia menilai, WR dan LJU masih beroperasi dalam bayang-bayang masalah hukum dan lemahnya tata kelola perusahaan.

WR tengah menghadapi putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 497 K/PDT.SUS-PHI/2025 terkait hak buruh yang belum dibayarkan. Akibatnya, sejak Agustus 2025, operasional perusahaan sempat terhenti.

Sedangkan LJU terbebani kasus skandal dana Participating Interest (PI) di anak usahanya, PT Lampung Energi Berjaya (LEB), yang membuat rekening dibekukan dan kegiatan usaha terganggu.

“Kasus-kasus itu menunjukkan bahwa manajerial dan keuangan di BUMD bukan cuma soal laporan untung-rugi, tapi soal integritas, tata kelola, dan kesinambungan bisnis,” tegasnya.

Erwin menilai kondisi ini seharusnya menjadi momentum refleksi bagi direksi baru dua BUMD tersebut untuk melakukan perbaikan menyeluruh.

Menurutnya, WR dan LJU kini harus membuktikan bahwa mereka bisa menjadi entitas bisnis profesional, bukan lagi lembaga penerima subsidi.

“Kalau hanya menunggu dana APBD kembali, mereka tidak akan pernah tumbuh. Justru ini waktunya membangun bisnis yang kompetitif, efisien, dan terbuka pada kemitraan dengan swasta,” katanya.

Ia menambahkan, arah bisnis ke depan bagi dua BUMD itu seharusnya fokus pada dua sektor strategis Lampung: logistik dan pengelolaan aset produktif.

WR dapat mengembangkan layanan logistik pelabuhan dan hinterland, sementara LJU bisa memperkuat sektor energi terbarukan serta optimalisasi aset daerah yang selama ini terbengkalai.

“Lampung punya pelabuhan, arus barang besar, tapi belum ditopang oleh sistem logistik modern. WR bisa ambil peran di situ. Sedangkan LJU bisa memanfaatkan aset energi dan properti daerah untuk menjadi sumber PAD baru,” jelasnya.

Erwin menyarankan direksi baru WR dan LJU segera menetapkan agenda pembersihan (clean-up) selama 100 hari kerja pertama.

Langkah ini meliputi penyelesaian hak buruh WR, audit aset, pembenahan rekening bermasalah, dan penyelesaian sengketa PI di LEB agar kepercayaan publik dan mitra bisnis dapat pulih.

Selain itu, ia juga mendorong penyusunan rencana bisnis jangka menengah (3–5 tahun) yang realistis, tanpa bergantung pada subsidi, serta berorientasi pasar dan profitabilitas.

“Tetapkan target keuangan jelas: return on asset (ROA), return on equity (ROE), hingga dividen PAD. Semua harus berbasis kemampuan pasar, bukan harapan dana hibah,” ujarnya.

Dalam jangka panjang, kata Erwin, kedua BUMD perlu membuka diri terhadap skema kemitraan bisnis seperti joint venture, public-private partnership (PPP), atau kerja sama teknis dengan swasta untuk memperkuat modal dan teknologi.

Ia juga menyoroti pentingnya transparansi laporan keuangan dan audit independen agar masyarakat dapat memantau kinerja perusahaan secara terbuka.

Erwin berharap, dengan tata kelola yang bersih, efisiensi tinggi, dan orientasi bisnis yang jelas, WR dan LJU tidak hanya bisa bertahan tanpa APBD, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi daerah.

“Kita ingin dua BUMD ini berubah dari beban fiskal menjadi motor PAD, membuka lapangan kerja, dan ikut mendorong sektor logistik serta energi Lampung. Kalau masih menunda pembenahan, maka kebijakan Pemprov 2019 akan berakhir pada stagnasi, bukan kemandirian,” pungkasnya. (*)