• Selasa, 21 Oktober 2025

Lukman Hakim: Kadis Pendidikan Harus Punya Pengalaman Mengajar

Selasa, 21 Oktober 2025 - 11.52 WIB
260

Mantan Wali Kota Metro, Lukman Hakim saat menyoroti Selter Kepala Disdikbud Kota setempat. Foto: Arby/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Seleksi terbuka jabatan Pejabat Tinggi Pratama Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kota Metro mendadak menjadi pusat perhatian publik.

Di tengah citra Metro sebagai Kota Pendidikan, proses yang semestinya memperkuat marwah pendidikan malah memantik kekhawatiran terkait apakah yang dipilih adalah pemimpin yang benar-benar memahami kelas, guru, dan murid atau sekadar birokrat yang piawai mengurus berkas.

Mantan Wali Kota Metro, Lukman Hakim, buka suara dan memberi catatan tajam. Menurutnya, Kadisdikbud selayaknya berasal dari jalur yang linier dengan dunia pendidikan alias mantan guru, kepala sekolah, atau praktisi pendidikan yang pernah menapaki ruang kelas.

Menurut Lukman Hakim, penilaian seperti ini bukan romantisme belaka, melainkan kebutuhan nyata agar kebijakan berdampak di ranah belajar-mengajar.

“Kalau menurut saya tentu harapannya, kepala daerah akan memprioritaskan figur yang berakar di pendidikan. Seperti misalnya mantan guru atau mantan kepala sekolah yang telah malang melintang dan peka terhadap dinamika pembelajaran. Karena, memimpin dinas berarti mewadahi komunitas guru. Bila tak memahami dunia mereka, akan gagap memimpin,” kata Lukman Hakim dalam wawancara eksklusif bersama Kupas Tuntas di rumahnya, Selasa (21/10/2025).

Mantan Walikota Metro dia periode itu bahkan menyoroti rekam jejak para calon yang lebih dari sekadar ijazah. Ia bahkan memberi pendapat untuk tak segan menolak pendekatan yang hanya mengandalkan tumpukan ijazah atau hasil tes administratif.

“Bukan semata gelar S2 sampai S3, tetapi rekam pengabdian dan jam terbang di pendidikan. Karena pemimpin pendidikan harus punya pengalaman langsung seperti mengajar, mengelola satuan pendidikan, atau mendampingi guru sehingga paham problem riil dari kurikulum sampai sarana-prasarana. Tanpa substansi itu, kebijakan hanya akan terlihat sebagai angka di anggaran, bukan perubahan di kelas," ungkapnya.

Ketika mekanisme seleksi dipertanyakan, Lukman Hakim menaruh kecurigaan pada proses yang diduga dapat tercemar kepentingan. Ia mengingatkan bahwa uji kompetensi administratif penting, tetapi tak cukup untuk memilih kepala dinas yang harus mampu mengangkat mutu pembelajaran.

“Saya melihat proses sering dibebani kepentingan yang di luar tanggung jawab jabatan. Jangan sampai muncul ancaman kehilangan marwah, karena Metro selama beberapa periode digadang sebagai laboratorium inovasi sekolah dengan program Jam Belajar Masyarakat, Rumah Pintar, dan kebijakan lain yang menyentuh akar pendidikan sempat menjadi kebanggaan," bebernya.

Dirinya juga memberikan gambaran soal caranya menentukan calon terbaik saat dirinya memimpin Kota Metro dahulu. Ia bahkan siap menolak gagasan untuk mencari jauh alias mencari calon pemimpin dari luar dunia pendidikan.

"Metro ini memiliki banyak guru senior, kepala sekolah aktif, dan mantan kepala sekolah yang memiliki kapasitas memimpin dinas. Ada opsi birokratis seperti memohon penugasan dari provinsi atau melibatkan akademisi dari perguruan tinggi untuk memperkuat kapasitas dinas. Intinya, masalahnya bukan ketiadaan talenta melainkan kemauan memilih yang tepat," paparnya.

Lukman Hakim juga memberikan pesan yang lugas agar semua pihak yang terlibat dalam mengawal Selter dapat menggunakan amanah sebagai ibadah, bukan sebagai alat kepentingan sempit.

Ia mendesak panitia seleksi dan PPK untuk menimbang rekam kinerja dan keberpihakan kepada proses belajar-mengajar, bukan sekadar kemampuan administratif.

“Pilih orang yang tepat di dunia pendidikan, mengerti substansi, punya rekam kinerja, dan mampu bekerja sama dengan Wali dan Wakil untuk mengangkat mutu layanan,” pesannya.

Menurutnya, mengapa hal tersebut penting bagi Metro saat ini, lantaran pilihan kepala dinas pendidikan bukan soal personal semata, Kadis kedepan yang bertanggungjawab dalam menentukan arah kebijakan langsung ke sekolah, para guru, dan puluhan ribu murid.

"Jika yang dipilih adalah figur yang tidak paham dunia kelas, risiko stagnasi dan kebijakan yang kosong menjadi nyata. Maka berdampak pada sebuah kemunduran yang akan terasa lama dan sulit diperbaiki. Saya mengingatkan publik bahwa pada akhirnya pilihan itu berada di tangan Wali Kota dan PPK, dan publik berhak menuntut proses yang transparan dan bermartabat," tandasnya.

Seleksi terbuka adalah kesempatan untuk memperkuat legitimasi dan kualitas kepemimpinan pendidikan di Metro. Jika benar-benar ingin meneguhkan kota sebagai Kota Pendidikan yang cerdas, maka proses ini harus melahirkan figur yang bukan hanya pandai mengelola birokrasi, tapi juga peka terhadap suara kelas, guru, dan murid.

Suara Lukman Hakim, mantan Wali Kota yang pernah membawa Metro pada langkah-langkah pendidikan progresif, mengingatkan bahwa pilihan ini bukan kosmetik birokrasi, melainkan investasi jangka panjang bagi masa depan pendidikan di Metro. (*)