• Minggu, 12 Oktober 2025

Kaburnya Napi Kotabumi: Sukses Penangkapan, Gagal Pengawasan, Oleh: Riki Purnama

Minggu, 12 Oktober 2025 - 13.51 WIB
536

Riki Purnama Wartawan Kupas Tuntas di Lampung Utara. Foto: Kupastuntas.co

‎Kupastuntas.co, Lampung Utara - Dua narapidana Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Kotabumi dilaporkan berusaha kabur, namun akhirnya berhasil ditangkap kembali oleh petugas.

‎Salah satu di antaranya kini harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit, meski sejumlah warga mengaku sempat melihatnya dalam kondisi baik-baik saja saat penangkapan berlangsung.

‎‎Kepala Rutan Kelas IIB Kotabumi Marthen Butar Butar dalam rilisnya menyatakan akan memperketat pengawasan dan memperbaiki prosedur pengamanan.

‎‎"Kami akan memperketat lagi, melakukan olah TKP dan mensterilkan area blok,” ujarnya.

‎‎Namun, yang menarik justru narasi yang berkembang di berbagai media: keberhasilan petugas dalam menangkap kembali napi yang kabur lebih ditonjolkan dibanding fakta lemahnya pengawasan yang memungkinkan pelarian itu terjadi.

‎‎Hal ini justru menutupi akar persoalan sebenarnya, yakni kelalaian dan lemahnya disiplin petugas pengamanan.

‎‎Sebagai lembaga tertutup, publik tidak bisa melihat langsung seperti apa kondisi di dalam Rutan. Padahal, untuk keluar dari kamar tahanan saja seorang narapidana harus mendapat izin resmi dari petugas.

‎‎Klinik pengobatan pun letaknya cukup jauh dan melewati beberapa pintu keamanan.

‎‎Maka, wajar jika publik mempertanyakan: bagaimana mungkin seorang napi bisa kabur jika semua prosedur berjalan sesuai SOP?

‎‎Beberapa sumber juga menyebut, saat kejadian, petugas klinik tidak berada di tempat karena sudah pulang. Jika hal ini benar, maka jelas ada unsur kelalaian yang tak bisa dianggap sepele. 

‎‎Kelemahan sistem pengawasan seperti ini bisa terulang kapan saja jika tidak segera dievaluasi.

‎‎Lebih ironis lagi, tindakan dari pihak Rutan sering kali baru muncul setelah kasus ramai diberitakan media.

‎‎Ini mencerminkan lembaga yang reaktif dan defensif, bukan proaktif dalam menjaga keamanan maupun transparansi publik.

‎‎Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, seharusnya menjadikan kasus ini sebagai alarm keras untuk melakukan audit menyeluruh terhadap sistem keamanan, disiplin petugas, dan manajemen komunikasi publik.

‎‎Jika tidak ada langkah tegas, bukan tidak mungkin kasus serupa akan kembali terulang. (*)