Tiga Tradisi Lampung Barat Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2025
Kabid Kebudayaan Lampung Barat Endang Guntoro Canggu, saat foto bersama dalam acara Sidang Penetapan WBTb Indonesia 2025 yang digelar di Hotel Sutasoma, Jakarta, Jumat (10/10/2025). Foto: Ist
Kupastuntas.co, Lampung Barat - Kabupaten Lampung
Barat kembali menorehkan prestasi membanggakan di tingkat nasional. Tiga
tradisi budaya asal daerah ini resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda
Indonesia (WBTbI) Tahun 2025 oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
Penetapan tersebut diumumkan secara resmi oleh Tim
Ahli WBTbI bersama Direktorat Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian
Kebudayaan RI melalui Sidang Penetapan WBTb Indonesia 2025 yang digelar di
Hotel Sutasoma, Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Pengumuman hasil sidang dibacakan langsung oleh
Direktur Warisan Budaya Kementerian Kebudayaan RI, I Made Dharma Suteja, dan
menetapkan 12 tradisi dari Provinsi Lampung sebagai bagian dari WBTbI 2025.
Dari jumlah tersebut, tiga di antaranya berasal dari Kabupaten Lampung Barat.
Tiga tradisi yang kini diakui sebagai warisan budaya
nasional itu adalah Sekhaddam, Takhi Halibambang, dan Teteduhan, yang
masing-masing memiliki nilai filosofis, estetika, dan sejarah yang tinggi dalam
kehidupan masyarakat adat Saibatin di Bumi Sekala Brak.
Sebelumnya, pada 5 Oktober 2025, tim WBTb Provinsi
Lampung telah mempresentasikan paparan akhir di hadapan 20 orang Tim Ahli WBTbI
dan jajaran Direktorat Jenderal Pelindungan Kebudayaan di Hotel Sutasoma,
Jakarta Selatan. Paparan tersebut menjadi tahap penentuan sebelum tradisi resmi
ditetapkan sebagai WBTb Indonesia.
Tim WBTbI Provinsi Lampung dalam paparan itu terdiri
dari Kepala Bidang Kebudayaan Provinsi Lampung Dra. Heni Astuti, M.IP, Kepala
BPK Wilayah VII Bengkulu–Lampung Rois Leonard Arios, S.Sos, Kabid Kebudayaan
Kabupaten Lampung Barat Endang Guntoro Canggu, S.H., M.M., Kabid Kebudayaan Kabupaten
Lampung Timur Reny Octaria, S.A.N., serta Tim Ahli WBTbI Provinsi Lampung.
Tradisi pertama yang ditetapkan adalah Sekhaddam,
alat musik tiup bambu tunggal yang sarat nilai sastra lisan seperti Hahiwang
dan Ngehahado. Berbeda dari suling pada umumnya, Sekhaddam bukan sekadar alat
musik, melainkan medium ekspresi batin yang menggambarkan perasaan dan ratapan
hati.
Sekhaddam dipercaya berasal dari pengaruh budaya
Pagaruyung, Sumatera Barat, lalu berkembang di wilayah adat Bumi Sekala Brak,
Lampung Barat. Alat musik ini dimainkan dengan bambu bamban yang menghasilkan
nada pentatonis khas, sering digunakan untuk mengiringi ungkapan lisan
bernuansa kearifan lokal.
Hingga kini, maestro Sekhaddam yang masih aktif di
Lampung Barat adalah Among Zuntawi (85) dari Way Mengaku, serta penerusnya
Edythia Rio Wirawan (38) dari Sebelat. Keduanya dianggap berperan penting dalam
melestarikan alat musik tradisional tersebut di tengah arus modernisasi.
Tradisi kedua, Takhi Halibambang, merupakan tarian
sakral yang berasal dari Batu Brak, negeri adat yang dikenal sebagai asal mula
Saibatin. Pada masa lalu, tarian ini dipersembahkan untuk para raja oleh empat
gadis dari empat Kepaksian di Sekala Brak: Pernong, Bejalan Diway, Belunguh,
dan Nyerupa.
Seiring waktu, tarian ini mengalami pergeseran
makna. Jika dahulu bersifat persembahan, kini Takhi Halibambang menjadi simbol
komunikasi spiritual antara manusia dan Tuhan. Gerakannya yang lembut
menggambarkan kupu-kupu yang bebas, menyiratkan makna tentang kehormatan,
kebijaksanaan, dan kebebasan hidup.
Kini, Takhi Halibambang menjadi tarian penyambutan
adat Saibatin Lampung Barat, namun tetap dijaga kesuciannya melalui aturan
ketat baik dalam pemilihan penari maupun penggunaan busana adat khas Saibatin. Narasumber
budaya untuk tarian ini adalah Drs. Nurdin Darsan (64) dari Pekon Balak, Batu
Brak.
Sementara itu, tradisi ketiga, Teteduhan, merupakan
tradisi lisan kuno yang masih hidup di tengah masyarakat Saibatin Lampung
Barat. Tradisi ini berupa permainan kata, teka-teki, dan ungkapan kiasan dalam
bahasa Lampung yang biasanya dibawakan dalam acara Muli Mekhanai atau pertemuan
remaja adat.
Selain menjadi hiburan, Teteduhan juga berfungsi
sebagai sarana pendidikan sosial, membentuk karakter, serta menanamkan nilai
kesopanan dalam berkomunikasi. Melalui tradisi ini, generasi muda belajar
mengenal bahasa Lampung, berlogika, dan menghargai perbedaan pendapat dengan
cara yang santun.
Struktur Teteduhan bersifat bebas, namun tetap
menjunjung tinggi estetika dan etika. Tradisi ini dianggap sebagai wujud
kecerdasan lokal masyarakat Lampung Barat yang mampu menjaga budaya tutur
sekaligus memperkaya khasanah sastra lisan Nusantara. Salah satu maestro
tateduhan yang masih bisa ditemui sampai sekarang yakni Musannip (65) Warga
Kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit.
Kabid Kebudayaan Lampung Barat Endang Guntoro
Canggu, menyampaikan rasa bangganya atas keberhasilan tiga tradisi tersebut
ditetapkan sebagai WBTbI. Ia menilai, pencapaian ini merupakan bentuk pengakuan
nasional terhadap kekayaan budaya Lampung Barat yang patut dijaga.
“Kita patut berbangga, karena penetapan ini bukan
hal yang mudah. Ini hasil kerja keras panjang dan komitmen bersama dalam
menjaga budaya leluhur kita,” ujar Endang mendampingi Kepala Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Lampung Barat, Tati Sulastri.
Endang juga menegaskan bahwa setelah penetapan ini,
Pemkab Lampung Barat akan terus mendorong pendataan dan pengusulan tradisi lain
agar masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda Indonesia di tahun-tahun
mendatang.
“Lampung Barat kaya akan tradisi, mulai dari
kesenian, upacara adat, hingga sastra lisan. Kita akan terus perjuangkan agar
lebih banyak karya budaya yang diakui secara nasional bahkan internasional,”
katanya.
Dengan ditetapkannya Sekhaddam, Takhi Halibambang,
dan Teteduhan, Lampung Barat menegaskan diri sebagai salah satu daerah di
Sumatera yang konsisten menjaga pusaka budaya leluhur. Pengakuan ini juga
diharapkan menjadi modal besar untuk memperkuat identitas daerah serta menarik
minat generasi muda mencintai budaya sendiri. (*)
Berita Lainnya
-
Krisis Kemandirian Daerah dan Pilihan Sulit Pembangunan Lampung Barat, Oleh: Echa Wahyudi
Jumat, 07 November 2025 -
BPBD: Lampung Barat Berpotensi Terkena Dampak Megathrust, Warga Harus Waspada
Kamis, 06 November 2025 -
Kantongi Identitas Pelaku, Polisi Buru Komplotan Pencuri Rp800 Juta Milik Bos Kopi di Lampung Barat
Kamis, 06 November 2025 -
Tujuh Warga Lampung Barat Ikuti Pelatihan Sebelum Bekerja di Malaysia
Kamis, 06 November 2025









