Mentan Serahkan Penetapan Harga Ubi Kayu ke Pemda, Mirzani: Pemprov Lampung Segera Rumuskan Harga Singkong yang Adil

Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Harapan petani singkong di Provinsi Lampung untuk mendapat kepastian harga dari pemerintah pusat sirna. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman telah menerbitkan keputusan tentang harga acuan pembelian (HAP) ubi kayu, namun penentuan besaran harga justru diserahkan kepada pemerintah daerah.
Keputusan Mentan Andi Amran Sulaiman ini tertuang dalam Surat Nomor B-133/KN.120/M/10/2025 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian (HAP) Ubi Kayu tertanggal 3 Oktober 2025 yang ditujukan kepada Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal.
Surat Mentan tersebut menyebut bahwa pemerintah daerah (Pemda) dapat menentukan harga minimum daerah untuk pangan lokal (ubi kayu) yang tidak ditetapkan oleh pemerintah.
Selanjutnya, penentuan harga pangan lokal minimum daerah diatur melalui peraturan daerah, peraturan gubernur, dan/atau peraturan bupati atau wali kota.
Penetapan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain biaya pokok produksi, distribusi, serta keuntungan petani. Pengawasan terhadap implementasi HAP ubi kayu juga diatur dalam surat tersebut, termasuk pemberian sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Surat Mentan ini turut dikirimkan kepada bupati dan wali kota se-Provinsi Lampung.
Menanggapi keputusan Mentan tersebut, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengatakan bahwa Pemprov Lampung segera merumuskan harga singkong yang adil bagi petani dan industri.
"Kemarin tim dari Pemprov Lampung sudah melakukan komunikasi untuk bicara dengan petani, industri, serta semua sektor yang berkaitan. Kita ingin coba merumuskan bersama,” kata Mirzani, Kamis (9/10/2025).
Mirzani juga menekankan pentingnya kesepakatan bersama agar seluruh pihak mematuhi harga yang telah ditetapkan nantinya.
"Intinya kita ingin ada kesepakatan. Ketika harga terbentuk, tidak boleh lagi ada pabrik yang tutup, dan tidak boleh ada yang tidak mengikuti. Ini harus benar-benar menjadi kesepakatan bersama,” tegasnya.
Menurut Mirzani, permasalahan turunnya harga singkong saat ini berkaitan dengan kondisi pasar, terutama pabrik-pabrik pengguna tepung tapioka seperti industri kertas, kosmetik, hingga tekstil.
"Harga tapioka turun karena end user belum bisa menaikkan harga. Pasar mereka berkurang, stok masih berlimpah, sehingga serapan terhadap tepung tapioka juga menurun,” jelasnya.
Ia menambahkan, kondisi tersebut berdampak langsung pada industri tepung tapioka yang kesulitan menjual produknya ke pengguna akhir (end user).
"Di industri tepung tapioka juga belum bisa keluar karena pabrik atau end user-nya belum bisa menyerap. Ini yang menyebabkan harga belum bisa terdongkrak naik,” ujarnya.
Mirzani menerangkan, penetapan harga singkong harus tetap memperhatikan mekanisme pasar agar kebijakan tidak justru berbalik merugikan petani sendiri.
"Kita harus melihat dulu mekanisme pasarnya. Ketika kita memaksa harga naik tapi mekanisme pasar menolak, akhirnya harga juga tidak akan terkerek,” ungkapnya.
Gubernur menegaskan bahwa tujuan utama pemerintah daerah adalah menciptakan keseimbangan antara kepentingan petani dan industri pengolah.
"Intinya kita ingin petani untung. Tapi kalau harga tidak sesuai dengan mekanisme pasar, maka pabrik akan tutup. Ketika pabrik tutup, kasihan petani karena singkongnya tidak ada yang beli,” ujarnya.
Mirzani melanjutkan, Lampung tidak memiliki diversifikasi produk olahan singkong selain tepung tapioka, sehingga stabilitas harga di sektor tersebut menjadi sangat penting.
"Pilihan kita hanya tepung tapioka saja. Jadi kita ingin benar-benar ada keseimbangan. Petani tetap naik harganya, tetapi pabrik juga bisa menerima, dan end user seperti pabrik kertas bisa mengambil tepung tapioka dari industri kita,” papar Mirzani.
Sebelumnya, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal telah menerbitkan Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penetapan Harga Ubi Kayu di Provinsi Lampung. Sesuai instruksi tersebut, harga ubi kayu petani dibeli oleh industri sebesar Rp1.350 per kilogram dengan potongan refaksi maksimal 30 persen tanpa mengukur kadar pati.
Penetapan harga ubi kayu ini dilakukan usai Mirzani menerima perwakilan petani dari beberapa kabupaten di Lampung yang melakukan aksi unjuk rasa di Ruang Abung, Kantor Gubernur Lampung, pada Senin (5/5/2025) lalu. Instruksi Gubernur ini berlaku mulai 5 Mei 2025.
Saat itu, Mirzani mengatakan bahwa instruksi gubernur mengenai harga ini akan disampaikan kepada perusahaan agar diikuti dan dipatuhi. Gubernur juga akan berkoordinasi dengan Dirreskrimsus Polda Lampung selaku Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polda Lampung untuk mengawasi pelaksanaan keputusan tersebut. (*)
Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Jumat 10 Oktober 2025 dengan judul “Mentan Serahkan Penetapan Harga Ubi Kayu ke Pemda”
Berita Lainnya
-
PLN UID Lampung Dorong Pengarusutamaan Gender, Resmikan Fasilitas Day Care dan Laktasi di Momen Workshop Srikandi
Minggu, 19 Oktober 2025 -
InsuRUNce Padukan Olahraga dengan Peningkatan Literasi Keuangan Masyarakat
Minggu, 19 Oktober 2025 -
Mahasiswi Teknik Elektro UTI Serahkan Inovasi PLTS Off Grid untuk Kumbung Jamur di Bandar Lampung
Minggu, 19 Oktober 2025 -
Rektor Nasrullah Yusuf Lepas Jalan Sehat Sivitas Akademika UTI Bertema 'Happy Walk, Healthy Life'
Minggu, 19 Oktober 2025