Mengukir Citra di Dunia Maya, Saat Pejabat Sibuk Mengatur Angle daripada Kinerja, Oleh: Arby Pratama

Arby Pratama Wartawan Kupas Tuntas di Kota Metro. Foto: Dok.
Kupastuntas.co, Metro - Di balik unggahan seremonial dan senyum di layar gawai, sebagian oknum pejabat sibuk mengemas citra ketimbang menyelesaikan persoalan publik. Dunia maya berubah menjadi ruang sandiwara kekuasaan.
Di tengah derasnya arus digitalisasi, dunia maya telah menjadi panggung baru bagi banyak oknum pejabat untuk “beraksi”. Tak sedikit dari mereka yang seolah lebih sibuk mengukir citra di ruang virtual ketimbang menorehkan prestasi di dunia nyata.
Kamera, caption, dan likes menjadi alat baru kekuasaan. Pekerjaan utama seolah bergeser — bukan lagi melayani rakyat, melainkan merawat citra.
Fenomena ini kini menjelma menjadi tren yang menggelikan sekaligus mengkhawatirkan. Setiap langkah pejabat, sekecil apa pun, selalu diabadikan dalam bentuk dokumentasi seremonial.
Ada yang menanam pohon, menyerahkan bantuan sembako, membuka lomba, hingga meninjau jalan berlubang, semua tak pernah luput dari bidikan kamera. Setelah itu, foto dan video diedit, diberi narasi heroik, lalu diunggah ke media sosial resmi. Dalam hitungan menit, ratusan komentar pujian pun mengalir: “Pemimpin hebat", “Merakyat sekali", “Luar biasa, Pak/Bu.”
Namun di balik layar ponsel dan senyum palsu dalam frame, publik semakin sadar bahwa sebagian besar hanyalah panggung pencitraan.
Banyak kegiatan itu yang tak punya dampak nyata. Jalan yang ditinjau tetap rusak, bantuan yang disalurkan tak berkelanjutan, janji-janji yang dikutip di caption tak pernah terealisasi.
Lebih ironis lagi, fenomena ini sering dilakukan secara sistematis. Ada tim khusus yang bertugas memoles citra: mengatur angle kamera, memilih kata-kata manis, bahkan membangun narasi di kolom komentar.
Semua dikemas sedemikian rupa agar publik percaya bahwa pejabat tersebut “bekerja keras untuk rakyat”. Padahal, di luar kamera, realitas sering berkata sebaliknya.
Pencitraan digital semacam ini telah melahirkan kelas baru dalam birokrasi, yaitu pejabat influencer. Mereka memahami algoritma lebih baik daripada memahami masalah rakyat.
Mereka mengukur keberhasilan bukan dari indikator pembangunan, melainkan dari statistik engagement.
Semakin tinggi jumlah tayangan dan komentar, semakin percaya diri mereka merasa bahwa citra kepemimpinan telah “terbangun”.
Padahal, rakyat tak butuh pemimpin yang pandai bergaya di depan kamera. Rakyat butuh pemimpin yang bekerja dalam senyap, tapi hasilnya nyata.
Rakyat tak peduli seberapa sering seorang oknum pejabat tersenyum dalam unggahan, yang penting mereka bisa merasakan perubahan dalam kehidupan sehari-hari.
Kritik terhadap budaya pencitraan ini seharusnya tak dianggap sebagai upaya menjatuhkan, melainkan panggilan agar para oknum pejabat kembali pada esensi: pelayanan publik.
Jika media sosial memang harus digunakan, jadikanlah sebagai sarana transparansi, bukan manipulasi. Publikasikan data, bukan drama. Unggah hasil kerja, bukan sekadar upacara simbolik.
Apalagi di era sekarang, publik semakin cerdas. Mereka mampu membedakan mana kegiatan yang benar-benar tulus dan mana yang sekadar proyek pencitraan.
Warganet bisa menelusuri jejak janji, memverifikasi data, bahkan membongkar kebohongan hanya dengan beberapa klik.
Mengukir citra di dunia maya mungkin mudah, tapi membangun kepercayaan di dunia nyata jauh lebih sulit. Citra bisa dibeli, tapi kepercayaan hanya lahir dari kerja nyata. Kamera mungkin bisa menangkap momen, tapi tak akan pernah bisa merekam kejujuran.
Para oknum pejabat seharusnya sadar bahwa media sosial bukan panggung sandiwara, melainkan cermin yang akan memperlihatkan siapa sebenarnya mereka.
Maka, berhentilah hidup untuk konten, dan mulailah bekerja untuk rakyat. Karena pada akhirnya, rakyat tidak akan menilai dari seberapa banyak unggahan Anda, melainkan seberapa besar perubahan yang mereka rasakan. (*)
Berita Lainnya
-
DPR RI Dorong Penguatan Ekonomi Kreatif Berbasis Susu Etawa di Kota Metro
Kamis, 09 Oktober 2025 -
DPR RI Dorong Metro Jadi Kota Kreatif Baru di Lampung
Kamis, 09 Oktober 2025 -
Delapan Bulan Disegel, Pemkot Metro Akhirnya Buka Lagi Ruko Sudirman
Rabu, 08 Oktober 2025 -
Tukar Sepeda Dengan Motor, Aksi Konyol Pencuri di Metro Berakhir di Bui
Rabu, 08 Oktober 2025