• Selasa, 07 Oktober 2025

Irigasi Rusak, Produksi Padi Metro Tergerus Ribuan Ton

Selasa, 07 Oktober 2025 - 11.13 WIB
38

Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Metro, Heri Wiratno. Foto: Arby/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Selama lima tahun terakhir, produksi padi di Kota Metro terus menurun. Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Metro menyebut irigasi rusak dan alih fungsi lahan sebagai biang keladi, sementara program swasembada pangan dikejar di tengah ancaman krisis air.

Kepala DKP3 Kota Metro, Heri Wiratno menyebut bahwa jaringan irigasi tersier (JIT) di kawasan persawahan Kota Metro merupakan infrastruktur vital yang menjadi urat nadi pertanian itu selama bertahun-tahun dalam kondisi rusak, hingga berdampak nyata terhadap produktivitas padi dan kesejahteraan petani.

Pihaknya mengakui kondisi JIT saat ini sudah sangat memprihatinkan. Ia menegaskan, penurunan produksi padi yang terjadi dalam lima tahun terakhir tak bisa dilepaskan dari masalah kerusakan irigasi serta maraknya alih fungsi lahan produktif.

"Jika kita lihat data lima tahun terakhir, tren produksi padi di Metro terus menurun. Tahun 2020 produksi mencapai 31.513 ton, sempat naik sedikit di 2021 menjadi 31.723 ton, tapi setelah itu turun terus hingga 30.558 ton di 2023. Tahun 2024 hanya naik tipis ke 30.712 ton. Artinya, kita kehilangan sekitar seribu ton produksi dalam lima tahun terakhir," jelasnya saat dikonfirmasi awak media, Selasa (7/10/2025).

Kerusakan jaringan irigasi membuat banyak petani terpaksa merogoh kocek lebih dalam untuk biaya operasional tambahan, termasuk pembelian solar dan perawatan pompa air. Beban ini semakin berat di tengah harga gabah yang tidak menentu dan meningkatnya biaya pupuk.

Heri tak menampik keluhan tersebut. Ia menyebut tahun 2024 banyak petani yang mengadukan kondisi itu. Namun, memasuki tahun 2025, Pemerintah Kota Metro mulai melakukan langkah-langkah korektif yang lebih sistematis, sejalan dengan amanat Presiden Prabowo Subianto terkait target swasembada pangan nasional, khususnya komoditas padi.

“Kami tingkatkan kerja sama lintas instansi, baik vertikal maupun horizontal. Komisi Irigasi kini lebih aktif dalam mengatur pola tanam dan tata air. PLN juga sudah memberikan kemudahan subsidi listrik bagi irigasi perpompaan, dan bantuan alat mesin pertanian (Alsintan, red) datang dari APBN, APBD provinsi, hingga APBD Kota,” terang Heri.

Tak hanya Pemkot, DKP3 juga menjalin koordinasi erat dengan Kementerian Pertanian dan Pemerintah Provinsi Lampung. Kementerian bahkan disebut rutin melakukan kontrol terhadap perkembangan tanaman di Metro, sementara Pemprov aktif berkoordinasi untuk mempercepat upaya rehabilitasi irigasi.

Dalam konteks lokal, Heri mengungkapkan bahwa TNI dan Polri turut membantu dalam program swasembada pangan, khususnya di bidang padi dan jagung. Adapun Kejaksaan Negeri Metro mengambil peran pengawasan dan pendampingan hukum dalam setiap proses pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier.

“Kita semua punya peran. TNI dan Polri menjaga pelaksanaan program di lapangan, Kejaksaan memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan anggaran rehabilitasi JIT,” jelas Heri.

Menariknya, DKP3 tidak ingin perbaikan JIT hanya menjadi proyek pemerintah semata. Kelompok tani (Poktan) dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dilibatkan sejak tahap awal. Mulai dari pengajuan proposal, penentuan calon petani calon lokasi (CPCL) hingga pendampingan pelaksanaan dan penerimaan hasil pekerjaan.

“P3A dan Poktan harus merasa memiliki. Tanpa partisipasi mereka, JIT yang sudah dibangun pun akan sia-sia. Pemerintah memperbaiki, masyarakat menjaga dan memelihara. Itu kuncinya," terangnya.

Heri menegaskan bahwa perbaikan jaringan irigasi tidak boleh berhenti di tahap pembangunan fisik saja. Keberlanjutan dan perawatan rutin menjadi aspek yang sangat penting.

Ia menyinggung Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, yang menegaskan hak dan tanggung jawab masyarakat petani dalam menjaga efektivitas dan efisiensi sistem irigasi tersier.

“Pemerintah Kota Metro bersama DKP3 dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) terus mencari solusi atas keterbatasan anggaran P3A. Kami berkoordinasi dengan DPUTR untuk memastikan lokasi prioritas rehabilitasi JIT sesuai kebutuhan lapangan," bebernya.

Penurunan produktivitas padi akibat irigasi rusak sejatinya adalah alarm dini bagi Pemerintah Kota Metro. Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin Metro yang selama ini dikenal sebagai salah satu penopang pangan Lampung akan kehilangan posisi strategisnya dalam rantai pasok beras provinsi.

Meski demikian, DKP3 optimistis program perbaikan dan sinergi lintas sektor yang kini berjalan akan membuahkan hasil nyata pada tahun-tahun mendatang.

Namun, harapan itu hanya bisa terwujud jika semua pihak pemerintah, petani, hingga aparat penegak hukum konsisten menjaga semangat gotong royong dalam membangun kembali irigasi yang selama ini diabaikan.

“Irigasi adalah urat nadi pertanian. Kalau saluran airnya mati, maka sawah ikut mati. Dan jika sawah mati, maka pangan pun terancam," tandasnya. (*)