Irigasi Rusak, Produksi Padi Metro Tergerus Ribuan Ton

Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Metro, Heri Wiratno. Foto: Arby/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Metro
- Selama lima tahun terakhir, produksi padi di Kota Metro terus menurun. Dinas
Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Metro menyebut irigasi
rusak dan alih fungsi lahan sebagai biang keladi, sementara program swasembada
pangan dikejar di tengah ancaman krisis air.
Kepala DKP3 Kota
Metro, Heri Wiratno menyebut bahwa jaringan irigasi tersier (JIT) di kawasan
persawahan Kota Metro merupakan infrastruktur vital yang menjadi urat nadi
pertanian itu selama bertahun-tahun dalam kondisi rusak, hingga berdampak nyata
terhadap produktivitas padi dan kesejahteraan petani.
Pihaknya mengakui
kondisi JIT saat ini sudah sangat memprihatinkan. Ia menegaskan, penurunan
produksi padi yang terjadi dalam lima tahun terakhir tak bisa dilepaskan dari
masalah kerusakan irigasi serta maraknya alih fungsi lahan produktif.
"Jika kita lihat
data lima tahun terakhir, tren produksi padi di Metro terus menurun. Tahun 2020
produksi mencapai 31.513 ton, sempat naik sedikit di 2021 menjadi 31.723 ton,
tapi setelah itu turun terus hingga 30.558 ton di 2023. Tahun 2024 hanya naik
tipis ke 30.712 ton. Artinya, kita kehilangan sekitar seribu ton produksi dalam
lima tahun terakhir," jelasnya saat dikonfirmasi awak media, Selasa
(7/10/2025).
Kerusakan jaringan
irigasi membuat banyak petani terpaksa merogoh kocek lebih dalam untuk biaya
operasional tambahan, termasuk pembelian solar dan perawatan pompa air. Beban
ini semakin berat di tengah harga gabah yang tidak menentu dan meningkatnya
biaya pupuk.
Heri tak menampik
keluhan tersebut. Ia menyebut tahun 2024 banyak petani yang mengadukan kondisi
itu. Namun, memasuki tahun 2025, Pemerintah Kota Metro mulai melakukan
langkah-langkah korektif yang lebih sistematis, sejalan dengan amanat Presiden
Prabowo Subianto terkait target swasembada pangan nasional, khususnya komoditas
padi.
“Kami tingkatkan kerja
sama lintas instansi, baik vertikal maupun horizontal. Komisi Irigasi kini
lebih aktif dalam mengatur pola tanam dan tata air. PLN juga sudah memberikan
kemudahan subsidi listrik bagi irigasi perpompaan, dan bantuan alat mesin
pertanian (Alsintan, red) datang dari APBN, APBD provinsi, hingga APBD Kota,”
terang Heri.
Tak hanya Pemkot, DKP3
juga menjalin koordinasi erat dengan Kementerian Pertanian dan Pemerintah
Provinsi Lampung. Kementerian bahkan disebut rutin melakukan kontrol terhadap
perkembangan tanaman di Metro, sementara Pemprov aktif berkoordinasi untuk
mempercepat upaya rehabilitasi irigasi.
Dalam konteks lokal,
Heri mengungkapkan bahwa TNI dan Polri turut membantu dalam program swasembada
pangan, khususnya di bidang padi dan jagung. Adapun Kejaksaan Negeri Metro
mengambil peran pengawasan dan pendampingan hukum dalam setiap proses
pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier.
“Kita semua punya
peran. TNI dan Polri menjaga pelaksanaan program di lapangan, Kejaksaan
memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan anggaran rehabilitasi JIT,”
jelas Heri.
Menariknya, DKP3 tidak
ingin perbaikan JIT hanya menjadi proyek pemerintah semata. Kelompok tani
(Poktan) dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dilibatkan sejak tahap awal.
Mulai dari pengajuan proposal, penentuan calon petani calon lokasi (CPCL)
hingga pendampingan pelaksanaan dan penerimaan hasil pekerjaan.
“P3A dan Poktan harus
merasa memiliki. Tanpa partisipasi mereka, JIT yang sudah dibangun pun akan
sia-sia. Pemerintah memperbaiki, masyarakat menjaga dan memelihara. Itu
kuncinya," terangnya.
Heri menegaskan bahwa
perbaikan jaringan irigasi tidak boleh berhenti di tahap pembangunan fisik
saja. Keberlanjutan dan perawatan rutin menjadi aspek yang sangat penting.
Ia menyinggung
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, yang menegaskan hak
dan tanggung jawab masyarakat petani dalam menjaga efektivitas dan efisiensi
sistem irigasi tersier.
“Pemerintah Kota Metro
bersama DKP3 dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) terus mencari
solusi atas keterbatasan anggaran P3A. Kami berkoordinasi dengan DPUTR untuk
memastikan lokasi prioritas rehabilitasi JIT sesuai kebutuhan lapangan,"
bebernya.
Penurunan
produktivitas padi akibat irigasi rusak sejatinya adalah alarm dini bagi
Pemerintah Kota Metro. Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin Metro yang
selama ini dikenal sebagai salah satu penopang pangan Lampung akan kehilangan
posisi strategisnya dalam rantai pasok beras provinsi.
Meski demikian, DKP3
optimistis program perbaikan dan sinergi lintas sektor yang kini berjalan akan
membuahkan hasil nyata pada tahun-tahun mendatang.
Namun, harapan itu
hanya bisa terwujud jika semua pihak pemerintah, petani, hingga aparat penegak
hukum konsisten menjaga semangat gotong royong dalam membangun kembali irigasi
yang selama ini diabaikan.
“Irigasi adalah urat
nadi pertanian. Kalau saluran airnya mati, maka sawah ikut mati. Dan jika sawah
mati, maka pangan pun terancam," tandasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Buronan Kasus Penggelapan Motor di Metro Akhirnya Ditangkap Setelah Tiga Bulan Sembunyi
Selasa, 07 Oktober 2025 -
Pelantikan PPPK Paruh Waktu di Metro Berpotensi Mundur
Senin, 06 Oktober 2025 -
Polisi Gagalkan Tawuran Pelajar di Metro, Tujuh Sajam Disita
Senin, 06 Oktober 2025 -
Ratusan Pemanah Lampung Ikuti Seleksi Kejurnas di Metro
Minggu, 05 Oktober 2025